Clawless Luna 5

Cahaya matahari pagi menerobos masuk melalui celah-celah ventilasi. Pun berusaha untuk menembus tebalnya tirai yang masih menutupi semua jendela-jendela besar di kamar itu. Terang dan cerahnya menyemburatkan keindahan yang seharusnya tak akan mampu ditolak oleh siapa pun, termasuk Vione.

Perlahan, Vione membuka mata. Seiring dengan kembalinya kesadaran, senyum melengkung dengan amat cantik di wajahnya. Ia melenguh samar dan sepintas ingatan berpendar di benak.

Aku dan Usher ....

Vione tertegun untuk sejenak. Semalam adalah malam yang indah, tetapi ia jadi bertanya-tanya, apakah itu nyata adanya atau hanya mimpi belaka?

Masih segar di ingatan Vione, ia dan Usher bertengkar. Ia menangis dan berlari ke kamar. Kesadarannya menghilang ketika lelah dan sedih bersatu menyerangnya.

Namun, sepertinya tidak. Karena ketika Vione memutar pandangan maka semua bukti yang tertinggal memberikan kesaksian tanpa mampu dibantah lagi.

Pakaian Vione berserakan di lantai. Selain itu ada pula jejak-jejak merah yang terlihat di payudaranya. Pun kalau itu tak cukup maka seuntai kalung yang bertengger di lehernya adalah jawaban valid untuk semua keraguan.

Vione menggenggam kalung tersebut. Sekarang hati dan perasaannya benar-benar penuh. Ia seperti tengah terbang melayang-layang dan enggan untuk menjejak ke tanah lagi.

Itu adalah kali kedua setelah malam pengantin mereka. Setelah sekian lama, akhirnya Vione bisa merasakan lagi hangat dan kasih Usher. Sentuhan, bisikan, dan juga kuasanya persis seperti dulu, tak ada yang berubah sedikit pun.

"Aku mencintaimu, Vione."

Tak hanya sekali. Usher mengucapkan hal sama berulang kali. Sepanjang masa ketika tubuh mereka bersatu dan melekat erat karena keringat, ia kerap mengatakannya.

Vione tak akan melupakannya. Dipastikannya akan selalu mengingat hal tersebut hingga kapan pun.

Sesaat berlalu dan kebahagiaan Vione terjeda oleh debar menggelitik. Jantungnya kembali bertalu ketika teringat eratnya pelukan Usher semalam. Kedua tangan kokoh Usher memerangkap dan tak melepasnya sama sekali. Jadilah wajar bila ia terlelap dalam penuh kedamaian.

Tunggu.

Senyum dan wajah bahagia Vione menghilang. Ia mengerjap dan menundukkan pandangan, lalu menyadari sesuatu.

"Usher?"

Tak ada lagi pelukan. Vione sontak berpaling dan kekecewaan langsung tercetak di wajahnya.

Bantal di sebelahnya kosong. Usher sudah pergi.

Namun, kekecewaan Vione tak bertahan lama. Ia bergegas. Turun dari tempat tidur dan mengabaikan kekacauan yang tercipta berkat percintaan panas semalam, ia segera bersiap.

Masih ada waktu. Vione masih punya sekitar tiga puluh menit sebelum jadwal Usher pergi ke kantor.

Jadilah Vione berdandan. Ia memulas mekap dan memastikan tampil serapi mungkin, juga secantik mungkin.

Ketika Vione menuruni tangga, dilihatnya Usher dan Garth melintasi aula depan Istana. Ia mempercepat langkah dan memutuskan untuk berlari.

"Usher."

Usher dan Garth sama-sama berhenti melangkah. Keduanya berpaling dan mendapati Vione yang terburu-buru datang menghampiri.

"Usher."

Wajah semringah Vione membuat Usher mengernyit, lalu ia bertanya. "Ada apa?"

"Kau akan pergi ke kantor?"

Kernyitan Usher semakin menjadi-jadi, lalu dijawabnya pertanyaan itu dengan ketus. "Tentu saja aku akan pergi ke kantor. Memangnya kau pikir aku akan pergi ke mana?"

"Ah," lirih Vione mengerjap dengan salah tingkah. Dilihatnya Usher dan ia bisa menangkap gusar di wajah tampan itu. "Te-tentu saja kau akan pergi ke kantor."

Perasaan aneh timbul dan membuat Vione mengerutkan dahi. Ia sama sekali tak mengantisipasi sikap ketus Usher. Sejujurnya ia mengira akan mendapatkan sikap manis Usher setelah apa yang mereka lalui semalam.

"Sebenarnya apa yang sedang kau lakukan, Vione? Kau berlari dan memanggilku hanya untuk pertanyaan tak penting seperti ini?"

Tudingan Usher menyentak Vione. Jadilah ia buru-buru menggeleng.

"Ti-tidak, Usher. Aku tidak bermaksud begitu. Aku hanya—"

"Kau benar-benar merepotkan, Vione," potong Usher seraya berdecak. Agaknya ia mulai merasa kesal. "Apa tidak bisa sehari saja kau tidak membuat kegaduhan? Sepagi ini kau malah berteriak-teriak seperti orang gila."

Bola mata Vione membesar. "Orang gila?"

Bukan hanya Vione, nyatanya Garth juga tersentak ketika mendapati Usher mengatai Vione seperti itu. Ia mendeham dan mengerjap dengan perasaan tak enak.

"Ya, orang gila. Jadi kuharap kau bisa menjaga perilakumu."

Vione melongo. Ditatapnya Usher lekat-lekat dengan rasa tak terima.

"Jangan buat aku sampai habis kesabaran, Vione. Aku tak ingin keributan kemarin terulang lagi."

"A-apa, Usher?"

Usher yakin Vione mendengar perkataannya, jadi ia tak mengulanginya. Alih-alih ia peringatkan Vione untuk hal lain.

"Satu yang harus kau camkan. Aku tidak ingin kau mengusik Mireya. Kalau kau sampai melakukannya maka tanggung sendiri akibatnya."

Vione terhenyak. Peringatan Usher berbanding terbalik dengan ungkapan cinta yang didapatnya semalam. Apakah itu masuk akal? Setelah cinta kasih membungkus mereka bersama dan justru ini yang terjadi?

"A-apa kau bilang, Usher? Kau tak ingin aku mengusik Mireya?"

Lagi, Usher tak merasa perlu mengulang hal yang telah jelas. Jadilah ia mengangkat tangan kirinya dan melihat jam.

"Aku harus pergi sekarang. Aku tidak ingin membuang-buang waktu berhargaku hanya dengan meladeni ocehanmu," ujar Usher seraya mendengkus. Tatapannya membentur sesuatu yang dikenakan oleh Vione, lalu ia berkomentar dengan nada mencemooh. "Kalung yang jelek sekali. Memang cocok untukmu."

Setelahnya Usher benar-benar pergi. Garth yang serba salah hanya bisa memberikan senyum tipis sebelum menyusul sang alpha. Sekarang tinggallah Vione sendiri yang terpaku dengan ketidakpercayaan.

"A-apa yang dia katakan tadi?" tanya Vione pada diri sendiri seraya memegang kalungnya. "Kalung ini jelek sekali?"

*

Ada satu tempat berharga yang berlokasi di Solaris City, yaitu perkebunan anggur yang terhampar luas ribuan hektare. Posisinya tepat diapit oleh perbukitan hijau yang asri sehingga memberikan pemandangan yang memukau, terlebih ketika cuaca sedang dalam keadaan cerah.

Tenteram dan damai. Setidaknya itulah dua hal yang pasti akan dirasakan ketika kaki menjejak di sana. Persis dengan yang dirasakan oleh Usher.

Helikopter baru saja mendarat sekitar lima menit lalu. Kehadirannya memberikan riuh yang menerbangkan beragam benda ke udara. Dedaunan, ranting, atau mungkin kerikil-kerikil kecil terhempas tanpa daya. Ia tak ubah sedang membersihkan jalan untuk menghormati kehadiran sang alpha.

Austin Hayes selaku Direktur Pertanian yang bertanggungjawab penuh atas perkebunan anggur tersebut telah menunggu kedatangan Usher bersama dengan para staf terkait. Terlepas dari kebingungannya karena Usher baru saja datang ke sana kemarin, ia tetap mempersiapkan semua dengan sebaik mungkin. Bisa jadi ada hal penting lain yang mengusik sehingga Usher memutuskan untuk berkunjung kembali.

"Selamat pagi, Pak."

Usher terus melangkah. "Selamat pagi."

Austin berencana untuk mengikuti Usher, tetapi Garth mencegahnya. Sang beta yang juga memegang posisi sebagai asisten pribadi Usher untuk urusan pekerjaan itu berkata.

"Pak Usher hanya ingin berkeliling. Kau bisa melanjutkan pekerjaanmu."

Austin bingung, tetapi tetap mengangguk. "Baik."

Setelahnya Garth bergegas menyusul Usher. Diikutinya ke mana kaki Usher melangkah tanpa mengatakan apa pun. Lagi pula ia telah paham akan sifat Usher setelah bertahun-tahun mengabdi.

Ada sesuatu yang mengganjal pikiran sang alpha. Ada yang membuatnya gelisah. Untuk itulah mengapa ia perintahkan Garth untuk membatalkan semua jadwal hari itu dan menyiapkan helikopter.

Usher butuh ketenangan dan beruntunglah ia memiliki tempat yang menjanjikan hal tersebut. Suasananya harmonis dan terhindar dari kebisingan dunia. Satu-satunya suara yang bisa mengusik adalah celotehan para buruh panen yang tengah memetik buah anggur.

Terus melangkah. Usher lalui daun-daun anggur yang menyelimuti tanah. Dinikmatinya aroma segar anggur yang menyelimuti udara. Sesaat, itu benar-benar menenangkan jiwanya.

"Aku merasa tak nyaman akhir-akhir ini, Garth."

Garth terus mengikuti Usher dengan langkah teratur. "Apa yang sedang mengganggu pikiranmu, Alpha?"

"Aku tak tahu," jawab Usher seraya membuang napas. Dilemparnya tatapan hampa ke seberang sana, entah ke mana, lalu mengeluh. "Aku tak tahu apa yang sedang mengusikku, tetapi aku merasa tak tenang."

"Mungkin kau kurang istirahat, Alpha. Belakangan ini terlalu banyak pekerjaan dan masalah Kawanan yang kau selesaikan. Bagaimana kalau aku atur liburan untukmu? Mungkin seminggu di pegunungan akan membuatmu lebih tenang."

Ide yang menarik, tetapi Usher tak tertarik. "Tidak. Ada banyak pekerjaan yang akan terlantar kalau aku sampai liburan sekarang."

Garth tak membantah.

"Semoga saja semua akan lekas membaik."

Usher tuntaskan pembicaraan itu. Ia kembali melangkah dan kali ini memberi isyarat pada Garth untuk tidak mengikutinya. Ia butuh waktu untuk menyendiri.

Waktu terus berputar. Para buruh panen telah menyelesaikan tiga jadwalnya di hari itu. Cerah yang sempat berubah terik pun perlahan memudar. Matahari mulai menunjukkan tanda-tanda akan berpamitan dalam waktu dekat.

Usher tak tahu sudah selama itu dirinya mengelilingi perkebunan. Anehnya, ia tak merasa letih sama sekali.

Helikopter kembali menerbangkan Usher dan Garth kembali ke kota. Mereka mendarat ketika langit telah gelap dan satu mobil membawa Usher kembali ke Istana sementara Garth masih bertahan di kantor.

Perjalanan yang tidak melelahkan, tetapi juga tidak menyenangkan. Bila ada satu kata yang akan dipilih oleh Usher untuk mewakilinya maka itu pastilah hampa.

Semua terasa kosong. Usher pikir dirinya persis cawan yang tak berisi apa-apa.

Apa yang sedang terjadi padaku? Mengapa perasaanku benar-benar tidak tenang?

Mobil berhenti bergerak. Usher telah sampai di Istana. Pintu terbuka dan ia langsung turun.

Usher berjalan. Dinaikinya undak-undakan dengan tak bersemangat, lalu ia mendadak berhenti.

Insting menyala. Usher menoleh ke sisi kiri Istana dengan mata menyipit, seolah berusaha menembus kegelapan di sana. Ia menunggu, tetapi gemerisik yang sempat ditangkapnya berhenti dengan seiring waktu.

Tak ada yang terjadi. Semua tampak baik-baik saja. Namun, insting seorang alpha tak bisa ditipu dengan begitu mudah.

Usher mengeluarkan ponsel. Dihubunginya Garth.

"Perketat penjagaan di Istana."

*

"Sebenarnya siapakah yang gila? Aku atau justru Usher?"

Entah sudah berapa kali dalam sehari itu, Vione menanyakan hal serupa pada diri sendiri. Ia benar-benar bingung hingga terus mondar-mandir di kamar tanpa lepas memegang kalungnya.

"Lebih anehnya, bagaimana mungkin dia mengatakan kalungku jelek? Kalung ini adalah pemberiannya."

Semakin dipikir maka semakin bingung pula Vione. Namun, ia tak bisa mengenyahkan kejanggalan itu dari benaknya. Berusaha untuk tidur pun percuma, otaknya terus menyajikan keanehan yang membuatnya terus terjaga.

Suara pintu yang terbuka menarik perhatian Vione. Dalam hitungan detik yang singkat ketika ia menoleh, satu dugaan pun terbit. Tak ada seorang pun yang memasuki kamarnya tanpa mengetuk, kecuali orang itu adalah.

"Usher."

Usher menghampiri Vione seraya melepaskan jaket kulit dan topinya. Berikut dengan masker yang menutupi separuh wajahnya.

"Kau dari mana?"

Kebingungan yang menemani Vione seharian itu sirna ketika dilihatnya penampilan tak biasa Usher. Terkesan santai, ia bertanya-tanya dari manakah Usher semalam itu?

"Seharian ini aku pergi ke perkebunan. Aku berkeliling dan baru sampai di Istana sekitar jam delapan tadi."

Vione mengerutkan dahi. Bukankah tadi Usher mengenakan setelan formal sebelum meninggalkan Istana?

"Kau belum tidur?"

Bukan hanya pertanyaan Usher yang membuyarkan pikiran Vione, melainkan juga dengan belaian ibu jari di pipinya.

"A-ah, belum," jawab Vione terbata. "Aku belum mengantuk."

"Sudah tengah malam dan kau belum mengantuk. Apa kau sedang menungguku?"

"Menunggumu?"

Bola mata Vione membesar. Semburat merah langsung menunjukkan diri di kedua pipi. Usher tersenyum dan Vione justru jadi salah tingkah.

"A-aku bukannya menunggumu, Usher. Aku hanya—"

"Sepertinya justru aku yang seharian ini menunggu waktu yang tepat untuk bisa bersama denganmu," potong Usher membungkam kata-kata Vione. Ditatapnya Vione, lalu ia membuang napas. "Aku merindukanmu, Vione."

Vione mengerjap. "Rindu? Ehm. Kita baru tidak bertemu seharian ini, Usher."

"Seharian yang menguji kesabaranku."

Seakan ingin membuktikan perkataannya, Usher pun maju. Dikikisnya jarak tak seberapa yang tersisa dan ditundukkannya wajah. Ia labuhkan sekilas kecupan di bibir Vione yang membuka.

Tubuh Vione bergetar hingga ke ujung kaki. Ia membuka mata dan mendapati kehangatan berpendar di mata Usher.

Vione menahan napas. Ia mencoba untuk tetap tenang di sela-sela serbuan degup jantung yang tak kira-kira. Semua sel di tubuhnya bangkit dan setiap saraf mengirimkan sinyal akan kegembiraan tak terbendung.

"Usher," bisik Vione ketika bibir mereka terurai. "Apakah kau akan bermalam di sini lagi?"

"Menurutmu?"

"Menurutku ..."

Tangan Vione naik keduanya. Jari-jari lentiknya menuju pada tepian kaus yang Usher kenakan. Diremasnya sejenak bahan lembut itu, lalu ia loloskan melewati kepala Usher.

Vione meraba dada bidang Usher. Sentuhannya lembut dan membuat Usher menggeram.

"... ya."

Tepat setelah satu kata itu terucap dari lidahnya, Vione dapati tubuhnya melayang. Dilingkarinya pinggang Usher dengan kedua kaki dan lalu mereka jatuh ke tempat tidur.

*

bersambung ....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top