Clawless Luna 33
Setelah kepergian pria itu dan Ayla, pertarungan menjadi tak seimbang. Berg, Cora, dan kawanan terdesak. Sebabnya adalah ada begitu banyak serigala asing yang tiba-tiba muncul dan menyerang mereka.
Berg melompat ke belakang. Dilihatnya situasi pertarungan dan rasa bingung mengenai keberadaan serigala-serigala asing terdesak oleh logika darurat. Dia tak bisa membiarkan kawanan menjadi korban dari pertarungan tak seimbang itu.
Hal serupa juga dipikirkan oleh Cora. Jadilah mereka saling bertatapan dan pada akhirnya Cora melolong panjang. Sebagai pemimpin ketiga di kawanan, dia mengambil keputusan. Diperintahkannya pada kawanan untuk segera mundur dari pertarungan. Lebih dari itu, dia memerintahkan Berg dan timnya untuk berbaris rapat membentuk barikade. Sekarang prioritas mereka adalah menyelamatkan kawanan.
Mireya yang mendengar lolongan Cora segera bangkit. Ditinggalkannya Usher yang terbaring tak sadarkan diri di lantai. Dia berseru berang. "Tangkap semua pemberontak! Tangkap Berg dan Cora karena telah berani menentang perintah Alpha! Tangkap mereka semua!"
Cora, Berg dan para guard berusaha mati-matian untuk melawan serigala-serigala Mireya. Namun, lama makin lama barikade mereka terdesak. Keadaan semakin tak menguntungkan untuk mereka.
Satu lolongan terdengar menggelegar di tengah-tengah suara pertempuran. Cora dan Berg sama-sama menoleh ke sumber suara. Tampak oleh mereka Storm datang bersama dengan para warrior.
Storm melompat, diikuti oleh para warrior. Mereka segera maju dan menghajar para serigala Mireya dengan gagah berani. Jadilah mereka terpelanting ke mana-mana dengan keadaan yang menyedihkan.
Sekarang keadaan berbalik. Para serigala Mireya terdesak dan Storm beserta para warrior berhasil menguasai pertarungan itu dalam waktu singkat. Mereka terus mendesak sehingga Cora dan Berg bisa mendapatkan kesempatan untuk pergi dari sana bersama dengan para serigala yang terluka.
Storm dan para warrior memastikan mereka semua bisa melarikan diri dengan selamat. Setelahnya, dia pun memberi perintah bagi para warrior untuk turut pergi. Hanya ketika keadaan benar-benar terkendalilah sehingga dia pun juga meninggalkan tempat itu.
"Sialan!" murka Mireya sembari memukul meja hingga pecah berderai. Dia mengamuk dan mulai menghancurkan benda yang ada di sekitar. "Kalian semua tidak berguna!"
Mireya terus mengamuk demi meluapkan kemarahan. Ditamparnya semua manusia serigala yang menurutnya telah bekerja dengan tidak becus. Bisa-bisanya mereka tak mampu membunuh Cora dan Berg bahkan ketika mereka telah mendominasi pertempuran tersebut.
Amarah mendidihkan darah Mireya. Matanya berapi-api, menggambarkan kegilaan dan kekecewaan yang tak terkendali. Dirasakan olehnya getaran emosi yang amat mengguncang setiap serat jiwanya. Jadilah wajahnya berubah merah padam dan tubuhnya bergetar parah.
Rencana Mireya tidak berjalan sebagaimana mestinya. Bukan hanya hari itu gagal menjadi salah satu hari terbaik untuknya, terparah adalah dia kehilangan kesempatan emas untuk bisa melenyapkan Ayla, Cora, dan Berg. Setelah ini diyakini olehnya bahwa jalannya ke depan tak akan mudah. Kawanan akan mengantisipasi setiap pergerakannya dan tak mustahil bila Ayla, Cora, Berg, dan Storm menyusun kekuatan untuk balik menyerang dirinya.
Mireya memejamkan mata. Dicobanya menenangkan diri dengan cara menghirup udara dalam-dalam untuk beberapa saat. Bersamaan dengan mulai meredanya amarah itu maka dia pun mendengar Greisy bicara padanya.
"Nyonya, bagaimana dengan Alpha Usher?"
Mata Mireya terbuka perlahan. Lalu dilihatnya Usher yang masih bergeming dengan keadaan menyedihkan di lantai. Ekspresinya tampak merendahkan dan di dalam hati dia mengumpat. Dasar Alpha tak berguna. Sangat memalukan.
Mireya membuang napas panjang, lalu menjawab. "Bawa dia ke kamar. Urus dia sesukamu saja."
"Baik, Nyonya."
Greisy segera memerintahkan para omega untuk segera membawa Usher ke kamar. Setelahnya, dia pun membersihkan keadaan Usher dan selama itu, Mireya pun terpikir sesuatu. Teringat oleh Mireya kejadian yang menimpa Usher tadi.
Kemarahan yang sedari tadi menguasai Mireya terjeda oleh kebingungan. Walau pada dasarnya dia memang ingin membuat Usher tak berdaya, tetapi keanehan tadi membuatnya jadi bertanya-tanya pula.
"Apa sebenarnya yang terjadi pada Usher?" tanya Mireya setelah memerintahkan Greisy dan para omega keluar dari kamar Usher. Sekarang, tinggallah mereka berdua. "Mengapa dia tiba-tiba kesakitan? Selain itu, aku tak pernah melihat gejala itu sebelumnya." Dia melihat pada tato tanda alpha di leher Usher yang tampak gosong seolah baru saja terbakar. "Apakah ada sesuatu yang terlewatkan olehku?"
Sesaat merenung, Mireya memutuskan untuk menghubungi Willow. Dia perlu mencari tahu secepat mungkin dan maka dari itu dia pun segera keluar dari kamar Usher. Diperintahkan olehnya agar Greisy tetap berjaga seperti biasa, tak boleh ada seorang pun yang masuk.
Seorang diri di kamar dan terbaring tak berdaya di atas tempat tidur, keadaan Usher benar-benar tampak menyedihkan. Wajahnya menyiratkan ketidakberdayaan dan napasnya terkesan begitu lemah. Lantas semua menjadi lengkap ketika keresahan datang menyelinap dan membuat tidurnya menjadi terganggun.
Asalnya adalah suara-suara ribut yang memenuhi kepala. Jadilah Usher terombang-ambing di alam bawah sadarnya. Badai kekacauan membuat pikirannya menjadi rapuh. Dia terjebak dalam pusaran gelombang kekusutan yang menimbulkan bingung yang tak tertahankan. Tak ada jalan keluar, satu-satunya yang tersisa adalah kegelapan dan kehampaan yang menyelimuti dirinya dalam kesendirian yang menyedihkan.
"Oh, astaga. Aku sangat merindukanmu, Torin."
"Aku juga, Mireya."
"Tak peduli apa yang terjadi, aku akan selalu berada di pihakmu. Aku akan selalu menjadi cakar kelimamu, Alpha."
"Aku mencintaimu, Vione."
"Terima kasih, Usher. Terima kasih karena selalu bersamaku."
"Kau tak membutuhkan cakar, Vione. Aku akan selalu menjagamu."
Ketidaksadaran Usher terusik oleh rasa sesak yang amat menyengsarakan. Jadilah dia mulai gelisah. Dia bergerak-gerak tak tentu arah di atas tempat tidur dan seiring dengan semakin banyaknya suara-suara yang memenuhi kepalanya maka semakin tak terkendali lagi pergerakan refleksnya.
Usher mengerang dalam kegelapan yang semakin membelenggu. Dirinya terperangkap dalam labirin yang menyesatkan. Gelombang keresahan menyapu dirinya, mengoyak semua kenyataan. Rasanya seperti terjebak dalam pusaran emosi yang tak terkendali, seperti ditelan oleh kegelapan yang tak berujung tanpa ada cahaya yang bisa menembus dan memberi penerangan. Dicobanya untuk mencari jalan keluar, tetapi semakin dia berjuang maka semakin dalam pula dia terbenam dalam keputusasaan.
Sesak semakin menjadi-jadi. Gelisah semakin tak terbendung lagi. Usher berontak. Dia mencoba untuk melepaskan diri dari belenggu itu dan lalu, didengarnya satu suara berkata.
"Bangunlah!"
*
Kesadaran menyentak Usher. Matanya membuka nyalang dengan serta merta. Napas terengah-engah dan keringat mengalir deras sehingga membuat tubuhnya basah. Dalam momen itu, dia merasa terperangkap di antara dunia mimpi dan kenyataan, terpisah oleh tipisnya garis yang tak seberapa, nyata atau sebaliknya.
Usher mencoba untuk menenangkan diri. Dalam pencahayaan temaram kamar dan bersama dengan kesunyian, dia mencoba untuk meraba dan mengumpulkan pikiran-pikirannya yang tercecer. Mimpi buruk yang melanda dirinya dengan amat keras telah meninggalkan jejak tak terlupakan di dalam benak. Nyaris saja membuatnya yakin bahwa itu adalah kenyataan.
Tidak mungkin, pikir Usher sembari meredakan detak jantung yang berdegup kencang. Ditolaknya semua gambaran menakutkan dan menyakitkan yang terus mengisi benaknya selama tidur tadi. Itu hanyalah mimpi, itu bukanlah kenyataan. Garth baik-baik saja, dia tidak mati. Begitu juga dengan Mama, dia juga—
Ada rasa dingin yang asing mulai menyelimuti sekujur tubuh Usher. Kehadirannya muncul bersamaan dengan ingatan yang menampilkan semua peristiwa yang terjadi di sepanjang hari itu. Dia mengadakan Pengadilan Tinggi dengan Garth sebagai terdakwa dan lalu semua terjadi persis seperti gambaran di mimpinya tadi.
Dalam hitungan detik tak seberapa yang terasa amat menyiksa, disadari oleh Usher bahwa itu bukan hanya sekadar mimpi buruk yang terasa amat nyata. Sebaliknya, itu adalah kenyataan buruk.
"Garth. Mama."
Segelintir ketenangan yang baru saja berhasil diciptakan oleh Usher menjadi runtuh seketika. Angan-angan damai yang sempat muncul di benaknya seakan dihantam oleh gelombang keputusasaan. Kesedihan dan penyesalan menyeruak sehingga terbangkitlah setiap keterpurukan yang terpendam di dalam dirinya. Semua mengalir dalam pembuluh darah, membanjiri hatinya dengan kekosongan tak terduga. Dalam keputusasaan, dia merasa terjebak dalam pusaran emosi yang tak terkendali.
Usher kacau. Hantaman itu benar-benar mengguncang sehingga dia pun meracau dalam gelisah. Dia berontak, mencoba untuk bangkit, tetapi tubuhnya terasa berat dan tak berdaya. Jadilah dia meraung dan tiba-tiba saja tato tanda alpha di lehernya kembali memancarkan panas yang amat membara.
Raungan Usher semakin menjadi-jadi. Panas itu seolah api yang membakar dan mengerikannya adalah tato itu benar-benar tampak seolah menyala di dalam keremangan lampu kamar.
Usher merasakan ada api yang menjilat-jilat lehernya. Tubuhnya terpanggang dan kulitnya memerah dengan serta merta. Jadilah dia mengulurkan tangan, berusaha untuk menjangkau telepon di nakas. Namun, seseorang menahan tangannya.
Dengan amat bersusah payah, Usher menoleh. Lalu matanya memelotot. "Kau."
Usher hanya sempat mengucapkan satu kata itu. Sebabnya adalah satu telapak tangan dengan kuat segera membekap mulutnya. Jadilah dia tak bisa bersuara lagi, hanya bisa terus memelototkan mata sebagai bentuk kemarahannya. Karena di dalam hati, dia pun merutuk. Dia benar-benar bisa masuk ke Istana sesuka hatinya. Dasar bajingan!
Sorot mata Usher menyiratkan beragam sumpah serapah yang tak terucapkan. Ekspresinya turut memperlihatkan kemarahan dan kebencian. Jadilah dia mencoba untuk berontak dan membebaskan diri. Setelah itu barulah dia akan menghajarnya habis-habisan. Inginnya satu, yaitu meluapkan sakit hati dan kecemburuan untuk semua tindakan yang telah dilakukan olehnya dan Vione.
Kecemburuan Usher semakin menjadi-jadi ketika sedetik kemudian dilihatnya sebuah benda tak asing yang tergantung di leher pria itu, sebuah kalung berbuah bulan separuh. Agaknya pria itu berusaha menyembunyikannya di balik jaket yang dikenakannya, tetapi Usher masih bisa melihatnya karena jarak mereka yang dekat.
"Usher, tenanglah."
Usher tak mungkin tenang ketika selingkuhan Vione muncul tepat di depan matanya. Setelah sekian lama dia memendam marah dan benci, sekarang tibalah masa di mana dia bisa bertemu secara empat mata dengan pria itu. Maka alih-alih membiarkan pria itu menahan dirinya di tempat tidur, dia pun balas menggenggam pergelangan tangan pria itu. Dia tak akan melepaskan pria itu apa pun yang terjadi.
"Tenanglah, Usher. Aku datang menemuimu bukan dalam niatan buruk, tetapi sebaliknya, aku ingin membantumu. Aku ingin membantu kita."
Kebingungan membuat rontaan Usher terjeda. Jadilah dia bertanya di dalam hati. Apa maksud perkataannya?
Pria itu menahan Usher untuk tidak berontak sedikit pun. Ditatapnya Usher tanpa kedip sama sekali. "Kau harus bangkit, Usher. Kau harus memperbaiki keadaan sebelum semua terlambat. Kau masih ada kesempatan, jadi kuharap kau tidak akan melakukan hal yang akan kau sesali."
Usher merasakan gejolak emosi seiring dengan ucapan pria itu. Setiap kata yang diucapkannya menghadirkan detak aneh di jantung dan yang membingungkannya adalah emosi itu terasa pribadi.
"Bangkitlah karena banyak yang harus kau lakukan, Usher. Kau harus melindungi Vione dan jangan larut dalam penyesalan," ujar pria itu dengan suara bergetar. Samar, terlihat pula pundaknya berguncang, menyiratkan bahwa dirinya pun terguncang dalam pergolakan. "Kau masih memiliki kesempatan sebelum semua menjadi hancur tak tersisa."
Nama Vione membuat perasaan Usher kian tak terkendali lagi. Nyeri dan perih hadir, jantungnya seperti diremas. Kerinduan itu terasa nyata sehingga membuatnya tak bisa bernapas.
Agaknya hal serupa dirasakan pula oleh pria itu. Nyatanya dia pun tersengal seolah ada tali yang menjerat lehernya. "Satu hal yang perlu kau renungkan, Usher. Apakah menurutmu ibumu, Garth, dan Ayla akan mengkhianatimu?"
Usher tak mampu menjawab ketika pertanyaan itu justru membuat kesedihan dan penyesalannya semakin membuncah tak terkendali. Jadilah bayang kematian Garth dan Jemma kembali memenuhi benaknya. Matanya seketika memanas dan dia mengerang dalam dalam penderitaan. Tidak, mereka tidak mungkin mengkhianatiku.
"Kaulah yang paling tahu di antara siapa pun, Usher. Mereka tidak akan pernah mengkhianatimu. Terlebih lagi, merekalah yang akan berdiri paling depan untuk selalu membelamu. Mereka akan selalu melakukan apa pun untukmu. Bagi mereka, nyawa dan kebahagiaanmu berada di atas nyawa mereka sendiri."
Erangan penderitaan Usher semakin menjadi-jadi. Hantaman emosi itu membuatnya amat terguncang sehingga tak mampu ditahannya lelehan air mata. Dia menangis, tetapi agaknya pria itu belum cukup puas untuk membakar rasa penyesalannya. Sebabnya adalah sesaat kemudian pria itu justru melemparkan satu pertanyaan yang amat menampar dirinya.
"Apakah menurutmu, Vione akan mengkhianatimu?"
Usher menggeleng dalam tangis yang kian menjadi-jadi. Tubuhnya menggeliat, bukan dalam niatan ingin memberontak, tetapi lantaran sekujur tubuhnya mendadak menjeritkan rasa sakit yang teramat sangat. Tulang belulangnya seperti remuk dan seolah ada ribuan jarum yang tengah menusuk-nusuknya.
Penderitaan itu benar-benar menyiksa. Namun, setitik kejernihan pikiran Usher masih sempat mengingat bahwa rasa sakit yang tengah dirasakan olehnya sekarang persis seperti rasa sakit yang dirasakan olehnya tadi di ruang pengadilan. Tepatnya adalah ketika dia dan pria itu saling bertatapan.
Sekarang, hal serupa terjadi lagi. Semakin lama Usher bertatapan dengan pria itu maka semakin menjadi-jadi pula rasa sakit yang menyengat sekujur tubuhnya. Dicobanya untuk menguatkan diri dan di waktu bersamaan, pria itu kembali berkata.
"Vione tak akan pernah mengkhianatimu, Usher."
Ucapan itu tak ubah mantera yang terus menggema di kepala Usher. Jadilah dunianya berputar-putar dalam keyakinan tak terbantahkan. Erang ketidakberdayaan menggetarkan dadanya. Denyut hadir membuat pening kepala dan kegelapan kembali menjajah. Pada akhirnya dia lagi-lagi kehilangan kesadaran, tepatnya adalah ketika disadari olehnya bahwa mata pria itu merah seperti selesai menangis.
*
bersambung ....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top