Clawless Luna 3
"A-apa?" Usher mengerjap. "Memutuskan hubungan berpasangan dengan Vione?"
"Mengapa? Kau tidak ingin melakukannya?"
Usher tak menjawab dan Mireya langsung melepaskan diri. Ia beranjak sementara Usher tampak kebingungan.
"Sepertinya apa yang dikatakan oleh Vione memang benar. Di matamu, aku tak lebih dari sekadar wanita simpanan."
"Mireya."
Usher buru-buru bangkit dan meraih tangan Mireya. Digenggamnya Mireya sehingga wanita itu tak bisa terus melangkah.
"Usher, lepaskan aku."
Usher menggeleng. "Tidak."
"Kau jangan egois, Usher. Kau tidak ingin melepaskanku, tetapi juga tak ingin melepaskan Vione? Apa kau ingin memiliki kami berdua?"
Tudingan Mireya membuat Usher tak bisa berkata apa-apa. Ia terdiam sementara Mireya berusaha menarik lepas tangannya.
"Aku bukan egois, tetapi ...."
Ucapan Usher menggantung di udara. Ditariknya napas, lalu kebingungan itu membuatnya mengerutkan dahi.
Ada sesuatu yang tak tepat di sini. Ada sesuatu yang salah dan Usher bisa merasakannya. Namun, apa?
"Tetapi apa, Usher?"
Dalam sekali sentakan yang tak seberapa, Mireya berhasil melepaskan tangannya dari genggaman Usher. Namun, ia tak beranjak ataupun pergi seperti dugaan Usher sebelumnya. Alih-alih ia justru menghadapi Usher.
"Katakan padaku. Tetapi apa?" desak Mireya dengan berapi-api. "Tetapi kau tidak ingin melepaskan Vione?"
Usher menggeleng. "Bukan begitu, Mireya."
"Lalu apa?" Mireya mundur selangkah ketika Usher mendekat. Ia menepis tangan Usher yang ingin meraihnya. "Apa sebenarnya kau memang mencintai Vione?"
Bola mata Usher membesar. Mulut membuka, tetapi ia merasakan sesuatu yang janggal ketika ingin membantah tudingan Mireya.
Tidak. Aku tidak mencintai Vione. Aku tidak—argh!
Usher memejamkan mata. Tiba-tiba saja ada beban berat tak kasat mata yang seolah menimpa kepalanya. Ia berkunang-kunang dalam rasa nyeri yang berdenyut hebat.
Geraman sakit Usher mengejutkan Mireya. Dihampirinya Usher seraya bertanya.
"Usher, ada apa?"
Usher bertahan dengan satu tangan yang memegang kepala, kembali menggeram. "Kepalaku, Mireya. Kepalaku sakit."
Bola mata Mireya membesar. Rasa panik tercetak nyata di wajahnya dan ia buru-buru mengajak Usher untuk duduk.
"Sebentar, Usher. Aku akan mengambilkan obat untukmu."
Usher mengabaikan Mireya. Ia berkutat dengan nyeri yang semakin menjadi-jadi. Rasanya sungguh menyiksa sehingga ia terpaksa meremas rambut dengan kedua tangan.
"Bertahanlah, Usher."
Mireya menyiapkan teh dengan cepat, lalu mengambil sebutir obat pereda nyeri dari laci nakas. Setelahnya ia membantu Usher untuk meminum obat tersebut.
"Tenanglah. Sebentar lagi sakitnya akan pergi."
Mireya menaruh cangkir teh yang telah kosong di atas meja, lalu mengajak Usher untuk pindah ke tempat tidur. Diselimutinya Usher dan ia berkata.
"Istirahatlah. Aku akan menjagamu di sini. Kalau ada yang kau butuhkan, katakan padaku."
Usher hanya mengangguk sekali dan Mireya tak mengatakan apa-apa lagi. Suasana berubah jadi sunyi. Satu-satunya suara yang masih terdengar selama beberapa saat kemudian adalah rintihan Usher tatkala nyeri itu belum juga pergi.
Mireya bersabar. Ia tak beranjak dan membuktikan perkataannya untuk menjaga Usher. Bergeming, duduknya pun tak bergeser sedikit pun.
Waktu berlalu dalam bilangan yang tak sebentar. Rintihan Usher akhirnya benar-benar berhenti. Ia tak lagi mengerang kesakitan dan sekarang tampak tertidur dengan nyenyak.
Mireya membuang napas panjang, bersyukur. "Untunglah aku tak terlambat."
*
Usher tak tahu pastinya berapa lama ia tertidur. Dalam hitungan detik yang tak seberapa ketika kesadarannya kembali, ia teringat bahwa hari itu ia pulang lebih cepat karena urusannya di perkebunan tak terlalu menyita waktu. Mungkin ia tiba sekitar pukul sebelas siang.
Pertengkaran antara Vione dan Mireya menyambut kepulangan Usher. Mereka ribut sehingga ia memberi peringatan pada Vione. Setelahnya rasa sakit itu menghantamnya. Tepat setelah Mireya mendesaknya untuk memutuskan hubungan berpasangan dengan Vione, rasa sakit itu datang dan nyaris membuat kepalanya pecah.
Benar. Vione.
Usher mengerjap. Ia berpaling dan mendapati Mireya tertidur di dekatnya. Mireya benar-benar menjaganya dan bahkan tak melepaskan tangannya.
"Mireya."
Tangan Usher bergerak dan mendarat di kepala Mireya. Ibu jari bergerak, ia mengusap Mireya dengan penuh kelembutan.
Tidur Mireya terusik. Kelopak mata bergerak berulang kali sebelum akhirnya ia benar-benar terbangun.
"Usher," lirih Mireya semringah. "Kau sudah bangun?"
Usher mengangguk.
"Bagaimana keadaanmu?"
Usher bangkit dan Mireya membantunya duduk bersandar di kepala tempat tidur. "Tidak merasakan sakit lagi," jawabnya seraya menangkup wajah Mireya dengan satu tangan. "Terima kasih."
"Syukurlah kalau begitu. Aku merasa lega sekarang. Aku tak ingin sesuatu yang buruk terjadi padamu, Usher."
"Aku tak apa-apa. Itu hanya sakit kepala biasa."
Sakit kepala biasa yang rasa nyerinya sangat luar biasa. Sejujurnya Usher tak yakin dengan perkataannya. Selama ini ia tak pernah merasakan sakit kepala sehebat itu. Saking menyakitkannya, ia sempat mengira kalau kepalanya tadi benar-benar akan meledak. Beruntung, Mireya memberinya obat tepat waktu.
"Walau begitu kau tetap harus beristirahat, Usher. Aku akan menyuruh pelayan untuk menyiapkan makan siangmu."
Ucapan Mireya membuat Usher berpaling. Dilihatnya jam dinding, lalu ia membelalak. Tidak mungkin ia tidur selama itu bukan?
Mireya terkekeh samar, menyadari arah pikiran Usher. "Memang. Kau tertidur nyaris lima jam. Jadi apakah kau tidak merasa lapar?"
"Oh! Kalau kupikir-pikir," ujar Usher seraya meraba perut. Dahi mengerut dan ia meengangguk. "Sepertinya aku memang merasa lapar."
"Kau tunggulah sebentar. Pelayan akan mengantarkan makan untukmu dan sementara itu sepertinya aku harus pulang."
Refleks, Usher menahan tangan Mireya. "Kau ingin pulang?"
"Ya, Usher. Aku tak ingin mengganggu istirahatmu."
"Kau tidak mengganggu istirahatku. Justru kau menjagaku."
Mireya tersenyum. "Terima kasih karena menganggap begitu, tetapi kupikir aku harus beristirahat pula."
Mata Usher menyipit. Ditatapnya Mireya dengan sorot tak yakin. Bukankah Mireya sering beristirahat di Istana? Lebih tepat lagi, di kamarnya?
"Hari ini begitu melelahkan untukku, Usher. Jadi aku butuh waktu untuk memikirkan semuanya."
Wajah Usher berubah. "Mireya, kau tidak bermaksud untuk—"
"Aku mencintaimu, Usher. Kau tahu itu, tetapi aku tak sanggup kalau harus terus-menerus direndahkan oleh Vione. Aku tak bisa."
Usher bisa melihat luka yang tersirat di mata Mireya. Tak ditemukannya tatapan teduh di sana. Sorot damai yang selalu Mireya pancarkan menghilang dan ia tahu pasti penyebabnya.
"Maafkan aku, Mireya. Aku tahu perkataanku pasti telah menyakitimu."
Mireya menarik napas dalam-dalam. Ia tersenyum, tetapi jelas terlihat menyimpan luka. "Tak apa, Usher. Aku cukup bijak untuk menyadari posisiku. Tak sepatutnya aku mengharapkan sesuatu yang tak akan pernah menjadi takdirku. Aku tak pantas bersanding denganmu. Aku—"
"Siapa yang mengatakan itu?" potong Usher cepat dengan mata yang membidik Mireya. "Siapa yang mengatakan kau tak pantas bersanding denganku?"
"Usher."
"Kau harus tahu, Mireya. Kaulah wanita yang aku impi-impikan. Kau cantik dan kau kuat."
Tatapan tanpa kedip Usher membuat Mireya takjub. Terlebih lagi dengan kata-kata yang Usher ucapkan, berhasil membuat ia tersihir untuk sesaat.
"Kau mencintaiku, Usher. Ya, tentu saja kau mencintaiku. Aku selalu berada di sisimu dan menemanimu. Aku berharga, tidak seperti Vione yang bahkan tidak memiliki cakar."
Sekelumit senyum hadir di wajah keras Usher, ia mengangguk. "Benar. Kau tau kalau aku sangat mencintaimu dan untuk itu, aku akan membuktikannya."
"Bu-bukti?" Mireya mengerjap dengan detak jantung yang perlahan meningkat. "Bagaimana kau akan membuktikan cintamu, Usher?"
"Aku akan memutuskan hubungan berpasangan dengan Vione."
*
Garth Morris baru saja menyelesaikan pekerjaannya lima menit yang lalu. Ada sebuah proposal pengadaan barang-barang perkebunan yang harus ditinjaunya dan disusul oleh pengecekan beberapa pesan yang telah mengantre di surel Usher. Hari yang sibuk, tetapi sepertinya ia belum bisa beristirahat untuk beberapa jam ke depan.
Ponsel berdering. Garth mengeluarkan ponsel dari saku celana dan segera mengangkat panggilan tersebut.
"Halo, Alpha Usher."
"Segera ke Istana, sekarang."
Perintah tanpa tedeng aling-aling. Bahkan Garth tak sempat menyuarakan kepatuhannya ketika panggilan itu langsung diakhiri sebelah pihak.
Sepertinya ada hal penting.
Garth tak membuang-buang waktu. Ia segera meninggalkan kantor dan mengendarai mobil menuju ke Istana.
Beruntung jalanan tak padat seperti biasanya. Garth tiba di Istana sekitar 40 menit kemudian dan langsung menemui Usher di ruang kerjanya.
"Ada apa, Alpha?"
Usher pandangi sang beta yang berdiri dengan sikap siaga di hadapannya. "Jemput Vione."
Garth sama sekali tidak mengira bahwa perintah Usher akan berhubungan dengan Vione. Dipikirnya ada sesuatu mengenai pekerjaan atau masalah Kawanan.
"Ada hal penting yang harus kukatakan pada Vione, tetapi ternyata dia malah pergi tanpa memberitahuku. Sepertinya dia pergi ke rumah orang tuanya karena jelas dia tak memiliki tempat lain untuk didatangi."
Garth mengangguk dengan perasaan tak enak. Sikap Usher terkesan tak biasa sehingga ia pun mengerutkan dahi. "Baik, Alpha."
"Jangan lupa. Setelah kau menjemputnya, katakan padanya untuk segera menemuiku."
Garth memberikan anggukan patuh terakhir sebelum ia keluar. Tinggallah Usher seorang diri di sana dan ia putuskan untuk mengerjakan beberapa pekerjaan selagi menunggu kedatangan Vione.
Sesekali Usher melihat pada jam. Ternyata mencoba untuk tenggelam dalam pekerjaan selama menunggu tak membantu sama sekali. Menunggu tetaplah menunggu dan ia tak suka itu.
"Dasar kekanakan. Setelah membuat keributan, malah dia yang pergi dan bersikap seolah jadi korban," gerutu Usher ketika mengingat sikap Vione. Diputar-putarnya pena di tangan dengan ekspresi tak yakin. "Apakah dia berencana untuk mengadu pada orang tua angkatnya itu?"
Memang tak akan berpengaruh apa pun, tetapi Usher tak akan lupa fakta bahwa kedua orang tua angkat Vione—Hilary Russell dan Addy Roberto Munest—memiliki hubungan yang baik dengan orang tuanya—Jemma Lumina Vale dan mendiang Kendrick Thorne. Mereka sempat bekerja di Istana dan bisa dikatakan semua orang menyukai mereka. Jadi karena itulah ia sadari bahwa tak aneh bila orang tuanya menyetujui ramalan Ayla tanpa berpikir dua kali.
Terlepas dari dirinya yang tak memiliki asal-usul jelas dan cakar, Vione adalah manusia serigala yang disenangi banyak orang. Ia memang pernah dirundung, kebanyakan ketika masih kanak-kanak dan remaja, tetapi itu tak menyurutkan kenyataan bahwa ia memiliki hubungan baik dengan semua orang.
Jadilah Usher gelisah karena menyadari hal tersebut. Ia meraba dan bertanya-tanya, apakah Vione akan mengadu pula pada Jemma?
Semoga saja tidak.
Usher memang alpha, tetapi ia tak pernah berpikir untuk berselisih dengan ibu kandungnya sendiri. Terlebih setelah kepergian alpha terdahulu, ia hanya ingin melihat Jemma hidup dalam kedamaian. Ditinggal pasangan bukanlah hal mudah dan Jemma sudah melalui masa-masa sulit yang tak terkira. Sekarang waktunya untuk Jemma bahagia di dalam kesendiriannya.
Samar suara pintu yang membuka menarik perhatian Usher. Semua pemikiran di benaknya sontak menghilang ketika dilihatnya Vione masuk dengan wajah tanpa ekspresi.
Vione melangkah dan Usher bangkit dari duduk. Mereka berjalan menuju satu sama lain sehingga bertemu di tengah-tengah ruangan.
Kedua langkah terhenti. Kedua pasang mata saling menatap.
"Mengapa kau pulang ke rumah orang tuamu?"
"Aku hanya tak ingin menjadi penonton untuk tindakan asusila di Istana ini."
"Vione!"
Vione mengepalkan tangan, mencoba untuk bertahan. "Lagi pula bukankah itu hal bagus? Kau dan Mireya bisa bermesraan tanpa kuganggu."
Usher mengatupkan mulut. Matanya menyipit dengan rahang yang semakin mengeras di tiap detik.
"Kau menyindirku, Vione?"
"Kau merasa tersindir?" balas Vione mendengkus dengan ekspresi mencemooh. "Baguslah kalau kau merasa tersinggung. Lagi pula sepertinya baru kau alpha yang dengan terang-terangan membiarkan selingkuhannya untuk datang ke Istana."
"Jaga ucapanmu, Vione."
"Aku akan menjaga ucapanku di hari kau menjaga perilakumu, Usher. Kau tahu? Aku sudah muak denganmu."
Mata Usher memelotot. "Apa kau bilang? Kau muak denganmu?"
"Ya. Aku muak denganmu. Kau benar-benar menjijikkan."
"Kau benar-benar keterlaluan, Vione. Apa kau tak lagi memandangku sebagai alphamu?"
"Alpha?"
Diulangnya satu kata itu dan Vione meringis. Sesaat kemudian ia malah tertawa, tetapi matanya justru menunjukkan perih. Tawa makin menjadi-jadi dan perih yang dirasanya pun makin tak terperi.
"Aku selalu memandangmu sebagai alphaku, Usher. Aku sudah berjanji untuk mengabdikan diri padamu, tetapi aku tak pernah mengira kalau ini yang akan terjadi padaku."
Amarah Usher terusik. Emosi yang timbul berkat sikap Vione terganjal oleh sesuatu yang tak dimengerti olehnya.
"V-Vione."
"Sejujurnya aku telah lama mempertanyakan ini, Usher. Mengapa?" Vione mengangkat dagunya setinggi mungkin. Ditantangnya Usher walau matanya mulai terasa panas. "Mengapa kau menerimaku sebagai pasanganmu kalau kau mencintai Mireya?"
Sialan. Nyeri itu datang lagi dan Usher mengernyit dalam usaha mencoba bertahan.
"Seharusnya kau menolak ramalan itu, Usher. Kau tahu bukan? Apa yang kau lakukan ini menyakitiku."
Nyeri memberontak. Usher menggeram, tetapi Vione bergeming.
"Kau benar-benar tega padaku, Usher. Di antara semua orang, kaulah yang paling mengerti semua ketakutanku. Lalu kau malah memanfaatkan itu untuk menyakitiku."
Usher memejamkan mata. Kata-kata yang diucapkan oleh Vione berputar-putar di dalam kepalanya dan membuat nyeri itu semakin menjadi-jadi.
Tidak. Ada sesuatu yang salah di sini.
Usher menarik napas dalam-dalam. Ia mencoba untuk menenangkan diri dan ketika ia membuka mata, adalah air mata Vione yang dilihatnya.
Vione mengerjap. Ia mencoba bertahan, tetapi tak bisa. Jadilah air mata merembes dan mengalir di pipinya.
"Kau tahu aku mencintaimu dan kau malah tega menyakitiku."
Geraman Usher meledak. Tubuh kehilangan kendali dan ia merosot jatuh ke lantai. Tangannya naik, berusaha menggapai Vione. Namun, Vione memilih pergi seraya mengusap air mata yang terus jatuh.
"V-Vione."
*
bersambung ....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top