Clawless Luna 23

Vione tak tahu seberapa lama ia tertidur—atau mungkin pingsan, pastinya adalah ketika tersadar maka kebingungan adalah hal pertama yang dirasakannya. Fokus matanya tertuju pada langit-langit dan jadilah sebuah tanya terbit di dalam benak. Di mana aku?

Langit-langit itu tampak tak biasa. Tanpa ada lampu yang tergantung ataupun plafon yang melindunginya. Warna langit-langit itu hitam dan menyiratkan kesan keras, serupa batu.

Vione berusaha bangkit walau tubuhnya terasa kaku. Diabaikannya sehelai selimut yang jatuh dari tubuhnya dan ia pandangi keadaan sekeliling. Ia pastikan bahwa saat itu ia tengah berada di sebuah goa.

"Halo! Apa kau ada di sini?"

Vione berjalan dengan penuh hati-hati. Tangan berpegang pada dinding goa dan ia terus berseru.

"Halo!"

Tak ada balasan yang didapatkan oleh Vione. Hanya gema suaranya yang terdengar. Diamatinya sekitar dan dicarinya tanda-tanda kehidupan yang lain, tetapi ia tak menemukan apa pun. Memang hanya ada dirinya di sana. Ia seorang diri dan pria itu telah pergi.

Harapan Vione musnah sudah. Agaknya pria itu menyadari niatannya sehingga memutuskan pergi di waktu tepat. Jadilah ia kehilangan kesempatan untuk mengorek informasi dari pria itu.

Kehilangan harapan membuat tubuh Vione menjadi lemas. Ia jatuh terduduk di tanah dengan kepala yang terasa penuh. Sesungguhnya ada banyak hal yang ingin ditanyakan olehnya pada pria itu. Dari rasa marah yang berganti rasa ingin tahu hingga kesan tak asing yang makin mempertegas rasa penasarannya.

Hening dan sunyi menyelimuti keadaan di goa. Vione memeluk lutut dan semakin lama maka semakin penuhlah pikirannya. Diingatnya semua keanehan yang terjadi padanya belakangan ini dan semua berujung pada satu tanya. Apakah dia memang adalah Usher?

Vione memejamkan mata. Keheningan bersambut dengan kegelapan. Semua ingatan akan kejadian semalam membayang kembali di benak. Satu persatu muncul seolah tayangan dokumenter yang menuntut perenungannya.

Satu hal yang menarik perhatian Vione adalah ketika ia berdiri di belakang pria itu, tepatnya di saat pria itu berusaha melindunginya dari intimidasi para warrior dan juga Mireya. Ia tak menghiraukan yang lain, kala itu ada sesuatu yang menarik perhatiannya, yaitu punggung pria itu.

Tak terhitung lagi sebanyak apa Vione bersembunyi di balik tubuh gagah Usher selama ini. Usher selalu melindunginya, dari mereka masih kecil hingga tumbuh dewasa. Jadilah tak ada keraguan baginya untuk mengatakan bahwa pria itu dan Usher memiliki kesamaan fisik.

Bukan hanya itu. Keyakinan Vione semakin menjadi-jadi tatkala pria itu berubah menjadi serigala emas, tepatnya serigala emas berbadan besar dan garang. Serigala emas itu tampak kuat, moncongnya dipenuhi oleh gigi-gigi besar nan tajam, begitu pula dengan cakarnya yang bewarna hitam, terlihat menakutkan.

Seumur hidup, Vione tak pernah bertemu serigala emas lainnya, selain Usher. Setahunya, memang tak banyak manusia serigala yang memiliki bentuk serigala emas. Sebabnya adalah emas menyiratkan kekuatan dan keagungan sehingga memang hanya alpha yang diberkahi karunia itu. Walau demikian tak semua alpha beruntung dan Usher merupakan salah satu alpha yang beruntung.

Selain itu, Vione tak akan melupakan cara serigala emas itu menatapnya. Sorot matanya teduh dan terasa menenangkan, seolah ia berjanji untuk melindungi Vione apa pun yang terjadi. Jadilah hanya ada satu yang dirasakan oleh Vione ketika serigala emas membawanya pergi, yaitu ketenteraman, keyakinan bahwa ia akan dijaga sepenuhnya.

Vione bukannya terjebak dalam kenangan masa lalu, tetapi pada kenyataannya memang hanya Usher yang akan melindunginya habis-habisan. Jadilah ia semakin yakin bahwa pria itu memang adalah Usher walau logikanya masih menentang habis-habisan. Untuk semua yang telah terjadi, rasanya mustahil bila Usher mencelakainya dan kemudian menyelamatkannya. Untuk apa?

Sekarang kepala Vione bukan lagi penuh, tetapi berdenyut. Jadilah ia memijat kepala dan leher hingga ia merasakan sesuatu yang janggal.

"Kalungku?"

Vione meraba leher dan melihat ke balik pakaian, tetapi ia tak menemukan kalungnya. Jadilah ia bangkit dan mulai mencari kalungnya hingga ke mulut goa. Namun, ia tak menemukannya.

Kegundahan Vione semakin menjadi-jadi. Belum cukup semua misteri membuat hidupnya kacau, sekarang ia malah mengalami kehilangan yang menyakitkan. Kalung separuh bulan itu adalah satu-satunya pemberian Usher yang tersisa di hidupnya. Itu adalah hartanya yang paling berharga dan sekarang, ia telah kehilangannya.

Vione memejamkan mata untuk sejenak. Dihirupnya udara sedalam mungkin demi menenangkan diri, lalu ia pun masuk kembali ke dalam goa.

Sesuatu di dekat tempatnya berbaring tadi menarik perhatian Vione. Ia mendekat, lalu dilihatnya ada sekotak makanan—makanan kesukaannya.

Mata Vione terasa panas. Diraihnya makanan itu dengan tangan bergetar. Ada catatan di atasnya.

Vione, kuharap untuk sementara waktu kau tinggal di goa ini.

Aku jamin, kau akan aman di sini. Tak akan ada yang menemukanmu.

Selain itu, kuharap kau tidak pergi ke Istana.

Aku tahu, kau pasti mengkhawatirkan Usher, tetapi dia baik-baik saja.

Jadi, jagalah dirimu dengan sebaik mungkin.

Usher pasti tak ingin sesuatu yang buruk terjadi padamu.

Panas di mata Vione berubah menjadi tetesan air mata. Didekapnya catatan itu di dada dan ia mulai terisak.

"Usher."

Vione tak mampu meredam tangis dan semua emosi yang mengobrak-abrik perasaannya. Sebabnya adalah ia tahu persis tulisan tangan Usher.

*

Pagi yang ditunggu-tunggu oleh Mireya. Ia bangun lebih cepat dari biasanya hanya demi satu tujuan, yaitu mempercantik diri untuk menyambut kedatangan Torin.

Mireya telah memberi perintah pada penjaga Istana untuk menyilakan kedatangan tamunya yang bernama Torin Arbuckle. Jadilah sekarang ia tinggal duduk manis di kamar Usher dengan Philip yang duduk di kereta dorong bayi.

Satu ketukan membuat Mireya berpaling. Pintu terbuka dan masuklah seorang pria berperawakan gagah. Ia memanggil.

"Mireya."

Mireya menghambur ke arah Torin dan bertepatan dengan pintu yang kembali menutup, mereka pun berpelukan. Keduanya saling merengkuh dengan erat demi menuntaskan kerinduan yang selama ini terpendam.

"Oh, astaga," lirih Mireya sembari sedikit menarik diri. Ditangkupnya wajah Torin dengan kedua tangan. "Aku sangat merindukanmu, Torin."

"Aku juga, Mireya."

Seakan ingin membuktikan perkataannya, Torin pun menundukkan wajah. Tujuannya adalah bibir ranum Mireya. Diciumnya bibir Mireya dan ditariknya tubuh Mireya hingga tenggelam dalam pelukannya yang kuat.

Mireya menyambut ciuman Torin dengan tak kalah bergairahnya. Ia membuka mulut, lalu membiarkan Torin untuk menghisap lidahnya. Jadilah ia mengerang sembari mengangkat satu kaki.

Torin mendorong Mireya ke dinding. Satu tangannya menarik kaki Mireya yang terangkat, lalu ia mendesak kejantanannya yang mengeras di perut Mireya.

Mireya gelagapan dilanda hasrat. Napasnya mulai kacau dan untunglah Torin mengakhiri ciuman mereka di waktu yang tepat. Jadilah ia bisa kembali menghirup udara sebanyak mungkin sementara Torin terus mencumbu.

Satu tangan Torin yang bebas meremas bokong Mireya. Lalu jarinya mulai meraba sekujur tubuh Mireya hingga naik dan mendarat di payudara. Ia membuka kancing pakaian Mireya dan mendorong keluar payudaranya dari kungkungan bra.

Wajah Mireya terdongak. Digigitnya bibir bawah. Mulut Torin melahap payudaranya dan jadilah ia gemetaran dilanda nafsu.

Torin mengulum. Ia melumat dan mempermainkan payudara Mireya sesuka hati. Namun, itu belum cukup untuknya. Jadilah ia mengangkat Mireya dan lantas membaringkannya di tempat tidur, tepat di sebelah Usher yang tengah tidur.

"Torin."

Suara Mireya terdengar lemah. Ia benar-benar tak berdaya. Ia hanya bisa pasrah ketika Torin melepaskan celana dalamnya, lalu mendorong kedua kakinya ke atas.

Mata Torin berkilat-kilat melihat pemandangan kewanitaan Mireya. Ia menunduk dan dinikmatinya kewanitaan Mireya dengan mulutnya.

Mireya meremas seprai dengan mata terpejam. Dinikmatinya sensasi permainan lidah dan jari Torin, lalu ia pun meledak.

Torin menghisap cairan kenikmatan Mireya. Dijilatnya kewanitaan Mireya dan ia beranjak. Ia membuka ikat pinggang dan menuruntkan ritsleting, lalu dikeluarkannya kejantanannya yang telah menegang sedari tadi.

Mireya bangkit dengan susah payah. Dikulumnya kejantanan Torin sebelum dirinya kembali dibaringkan oleh Torin. Lalu kejantanan Torin menghunjam di kewanitaannya.

Erangan dan desahan mengalun tak putus-putus. Keringat timbul dan membanjiri tubuh keduanya. Mereka saling memacu dan kenikmatan membuat keduanya benar-benar pecah hingga berkeping-keping.

"Oh, Mireya. Aku benar-benar merindukanmu."

Torin menutup percintaan yang singkat itu dengan lumatan di bibir Mireya. Ia bangkit dan segera merapikan celana. Begitu pula dengan Mireya yang bergegas mengenakan celana dalamnya kembali.

Mireya turun dari tempat tidur. Ia menuju pada pelukan Torin sembari melihat pada Usher. Lalu ia terkekeh geli. "Lihatlah dia. Benar-benar memalukan."

Torin turut tertawa sembari menciumi Mireya hingga puas. Mireya tergelak dan memukul manja dada Torin.

"Bukankah kau ingin bertemu Philip?"

Bola mata Torin membesar, tampak bersemangat. "Di mana dia?"

Mireya meraih tangan Torin. Diajaknya Torin menuju pada kereta dorong bayi. Di sana, tampak Philip tengah tertidur pulas.

Torin membeku. Ia terhipnotis ketika melihat kedamaian Philip. Di sebelahnya, Mireya tersenyum.

"Apa kau ingin menggendongnya?"

Torin mengerjap seolah baru saja tersadar dari keterpanaan. "Tentu saja, Mireya. Aku ingin menggendongnya. Aku ingin menggendong putraku."

Mireya mengambil Philip dari kereta dorong bayi. Sedikit, Philip menggeliat, tetapi terus tertidur, bahkan ketika ia berpindah ke dalam gendongan Torin.

"Oh, Mireya." Torin kembali mengerjap. Ia merasa haru, tak mengira bahwa pada akhirnya ia bisa menggendong putranya. "Aku sungguh tak menyangka bahwa hari ini akan datang. Aku bisa bertemu denganmu dan juga anak kita."

Mireya tak henti-hentinya tersenyum. Pemandangan Torin menggendong Philip adalah hal terindah yang pernah dilihatnya seumur hidup. Itu benar-benar menumbuhkan kedamaian dalam hatinya.

"Jadi, menurutmu kapan waktu terbaik untuk kita menyerang Kawanan Frostholm?"

Pertanyaan itu membuka pembicaraan serius di antara Torin dan Mireya. Keduanya duduk bersama dengan Torin yang terus menggendong Philip, agaknya ia tak akan melepaskan Philip selama kedatangannya.

"Sepertinya kita harus menunggu sebentar lagi, Torin," jawab Mireya sembari membuang napas panjang. Diraihnya cangkir teh dan ia basahi kerongkongannya yang kering. "Keadaan sekarang benar-benar tak bisa diprediksi."

Torin menatap Mireya dengan penuh serius. "Apa yang terjadi?"

"Vione kabur dari penjara."

"Bagaimana bisa?"

Mireya menggeleng. "Aku tak tahu bagaimana caranya ia bisa kabur dari penjara, tetapi aku dan para warrior berhasil mengejarnya. Lagi pula itu memang telah kuprediksi dan aku telah bersiap. Aku yakin, berita sakitnya Usher membuat ia tak bisa berpikir jernih."

Tebakan Mireya benar. Vione tak berpikir dua kali untuk kabur dari penjara bawah tanah. Walau sayangnya rencana yang telah ia susun mengalami kegagalan.

Mireya menyuruh para warrior untuk berjaga di depan penjara, tetapi Vione tak terlihat. Jadilah firasatnya tak enak. Diputuskannya untuk menyisir hutan dan akhirnya ia menemukan Vione.

"Awalnya aku ingin memanfaatkan hal tersebut untuk kembali memfitnahnya. Vione akan dituding memanfaatkan keadaan kawanan yang goyah karena Usher sakit untuk kabur, tetapi malah datang pengacau dan rencanaku menjadi berantakan."

Torin mengerutkan dahi. "Apa maksudmu pria selingkuhan Vione?"

"Ya." Mireya mengangguk. "Dia datang semalam dan mengalahkan semua warrior dengan sangat mudah. Tebakanku pasti tak akan salah, dia adalah seorang alpha. Dia adalah seorang alpha yang bersurai emas."

"Serigala emas."

Hening sesaat. Mireya dan Torin sama-sama tenggelam dalam pikiran masing-masing. Mereka berusaha mencari jalan keluar.

"Dari semua musuh, aku paling mengkhawatirkan musuh yang tak kita ketahui, Torin. Aku sama sekali tidak memiliki petunjuk sedikit pun mengenai identitasnya."

Torin menatap Mireya. "Sedikit pun?"

"Sedikit pun," angguk Mireya. Bahkan bila ada sedikit petunjuk maka ia pun meragukan hal tersebut. "Walau entah mengapa, aku merasa pria itu adalah Usher."

"Tidak mungkin."

Mireya kembali mengangguk. "Kau benar. Seperti yang kita lihat sekarang," ujarnya sembari melihat ke tempat tidur. Di sana, Usher benar-benar tidur dan tak bergerak sedikit pun. "Usher benar-benar tidur. Lagi pula kita tahu, tak ada seorang pun mampu bertahan dari keampuhan ramuan sihir Willow."

"Kau benar." Torin berpikir cepat dan mengambil keputusan. "Di mana lokasi kalian bertempur semalam? Biar aku yang mencoba untuk mencari petunjuk."

"Kau?"

Torin mengangguk. "Ya, aku akan menyelidiki pria itu. Lagi pula aku tak mungkin berpangku tangan saja, Mireya."

"Kau tidak berpangku tangan, Torin. Kau juga melakukan tugasmu. Kau tengah melatih para warrior untuk penyerangan nanti. Kau menghimpun kekuatan kawanan, Torin."

Ucapan Mireya membuat Torin menahan napas di dada. Tatapannya pada lekat dan tekadnya telah mengakar kuat. "Terima kasih untuk semuanya, Mireya. Pengorbananmu benar-benar besar. Aku berjanji, setelah Kawanan Nimbria menghancurkan Kawanan Frostholm dan kita merebut semua kekuasaan mereka, aku akan membahagiakanmu. Kau akan menjadi lunaku, Mireya. Aku sangat beruntung memilikimu dan aku sangat mencintaimu."

Mireya terharu hingga nyaris menangis. "Oh, Torin. Aku akan melakukan apa pun untukmu. Kau tahu, aku juga sangat mencintaimu. Hidup dan ma—"

Pintu terbuka dengan tiba-tiba. Ucapan Mireya terputus dan mereka sontak berpaling. Dilihat oleh mereka, Garth masuk dengan wajah berang.

"Apa yang sedang kalian lakukan di kamar Alpha?"

*

bersambung ....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top