Clawless Luna 21
◌⑅⃝●♡⋆♡LOVE♡⋆♡●⑅⃝◌
Vione membeku. Firasatnya menjadi tak enak seiring dengan semakin banyaknya tanda-tanda kehadiran manusia serigala yang tertangkap oleh indranya. Ia memandang berkeliling dan matanya menembus kegelapan mata. Sial, aku terkepung.
Dedaunan dan semak belukar jadi terusik. Hutan yang semula tenang perlahan mulai dipenuhi oleh derap langkah. Perlahan, tetapi pasti, pada akhirnya satu persatu dari mereka mulai menunjukkan diri.
Tebakan Vione benar. Dirinya telah terkepung oleh para manusia serigala yang tak bisa dihitung lagi jumlahnya dan di antara mereka, ada satu manusia serigala yang paling tidak ingin ia temui.
"Mireya."
Mireya melangkah keluar dari kegelapan malam. Ia tersenyum. "Vione, akhirnya kita bertemu kembali."
Pertemuan yang paling ingin Vione hindari. Ia tahu, Mireya adalah masalah dan bertemu dengannya berarti akan ada masalah yang terjadi. Apalagi karena Mireya membawa begitu banyak para warrior bersama dengannya.
Wajah Vione berubah. Firasat tak enaknya semakin menjadi-jadi. Tak pelak lagi, Mireya tentunya datang untuk menangkap dirinya.
"Sudah lama sejak pertemuan terakhir kita. Ehm. Mungkin sekitar lima belas bulan yang lalu?" tanya Mireya sambil mengerutkan dahi, berpikir. "Sepertinya. Ehm. Itu memang waktu yang lama."
"Bukan waktu yang terlalu lama untuk melupakan semua tindakanmu padaku dan keluargaku, Mireya."
Senyum Mireya masih tersungging dengan cantik. "Well. Aku bisa mengerti perasaanmu, Vione, tetapi seperti yang kau ketahui, aku hanyalah menjalankan hal yang sepatutnya aku lakukan demi kedamaikan Kawanan Frostholm."
"Kau licik, Mireya. Kau bukan hanya mendepakku dari Istana, tetapi kau juga menghasut Usher untuk menghukum orangtuaku," ujar Vione sembari mengepalkan kedua tangannya di sisi tubuh dengan kuat. Tiap kata yang diucapkannya membuat kenangan menyedihkan itu berputar-putar dalam kepala. Jadilah nyeri dan pilu yang kembali hadir, lalu meremas jantungnya. "Kau benar-benar tak punya hati, Mireya."
Mireya tertawa. "Terserah kau ingin mengatakan apa, Vione. Seperti yang kukatakan, aku hanya menjalankan hal yang sepatutnya. Kau tahu bukan? Aku hanya ingin membantu Usher."
Wajah Vione mengeras. Rahangnya berubah jadi kaku. Semua emosi mulai memenuhi dada dan menimbulkan gemuruh.
"Lagi pula Usher memang tak pantas bersanding denganmu."
Vione berusaha untuk mengendalikan emosi walau sangat sulit. "Ya, kupikir kau memang benar. Usher lebih pantas bersanding denganmu."
"Aku senang kau menyadarinya, Vione," kata Mireya dengan penuh semringah. Setelahnya ia mendeham untuk sesaat. "Jadi, bisa kau katakan padaku. Apa yang kau lakukan di luar penjara, Vione?"
"Bukan urusanmu, Mireya."
Mireya geleng-geleng. "Semua adalah urusanku, Vione. Ah! Kau mungkin tak tahu karena selama ini tinggal di penjara bawah tanah. Jadi, aku dengan senang hati akan memberi tahu padamu satu kabar baik untuk kita semua."
Vione mempersiapkan diri. Ia menunggu dan ucapan Mireya selanjutnya membuat ia syok.
"Usher sudah melimpahkan semua tanggung jawab Kawanan dan perusahaan padaku."
Vione terguncang. "Tidak mungkin."
"Oh, mungkin saja," tukas Mireya sembari mengangkat dagu, merasa bangga. "Jadi, semua yang terjadi di kawanan dan perusahaan sekarang tak akan lepas dari pemantauanku."
Vione bergeming dengan aneka emosi yang tak bisa dijabarkan satu persatu. Namun, ada satu hal yang amat mengganggu perasaannya. Apakah Usher benar-benar sudah tak bisa tertolong lagi sehingga dia harus melimpahkan semua tanggung jawabnya?
Pun bila jawabannya ya, mengapa harus Mireya? Bukankah masih ada Garth yang selama ini selalu setia dalam mengabdikan hidup dan matinya untuk Usher?
Beragam pertanyaan memenuhi benak Vione. Jadilah firasat tak enaknya berubah menjadi satu tudingan. Ia menatap Mireya dan bertanya dengan suara lantang. "Apa yang sebenarnya telah kau lakukan pada Usher?"
"Apa, Vione?" Mireya tampak syok sehingga ia memegang dada. "Apa yang sebenarnya telah kulakukan pada Usher? Oh, jangan katakan kalau kau menuduhku melakukan hal buruk padanya?" Lalu ia malah tersenyum geli. "Sebaliknya, Vione. Aku justru membantunya dalam banyak hal, terutama dalam mengenyahkanmu dari Istana."
Ucapan Mireyan memberatkan dugaan Vione. Jadilah firasat tak enaknya menjadi satu ketakutan. Bagaimana bila penyakit yang sedang diderita oleh Usher adalah hasil perbuatan Mireya?
Ketakutan itu menimbulkan rasa dingin di sekujur tubuh Vione. Tekad pun tumbuh dengan serta merta. Ia harus menemui Usher apa pun caranya.
"Kau pasti telah melakukan sesuatu pada Usher. Mustahil bila dia sampai melimpahkan semua tanggung jawab padamu. Kau bahkan bukan seorang luna, Mireya, dan Usher selalu memiliki Garth di sisinya."
Mireya berdecak beberapa kali. "Garth? Ah! Beta yang sama sekali tidak memedulikan alphanya yang sedang sakit itu?"
Vione kebingungan dengan perkataan Mireya. Apa maksudnya? Beta yang sama sekali tidak memedulikan alphanya yang sedang sakit?
"Kau tahu? Garth dan kau tak ada bedanya. Kalian hanya bisa menambah beban untuk Usher."
"Apa maksudmu, Mireya?" tanya Vione tak mampu menahan rasa penasaran. Benaknya bertanya, apakah terjadi sesuatu pada Garth?
Mireya tak menjawab, melainkan hanya tersenyum. "Kurasa, aku tak punya kewajiban untuk menjawab pertanyaanmu. Sebaliknya, aku punya kewajiban untuk menangkapmu kembali, Vione."
Kekawatiran Vione akan keadaan Garth berganti menjadi kekhawatiran pada diri sendiri. Jadilah ia melihat sekeliling dan mendapati para warrior mulai mengambil posisi masing-masing.
"Dari dulu, kau memang tak pernah sadar di mana tempatmu yang seharusnya, Vione. Kau telah dihukum dan selama ini kau tenang-tenang saja di penjara bawah tanah, tetapi mengapa sekarang aku mencoba untuk kabur?"
Vione menggertakkan rahang. Matanya terus melihat pada para warrior. Ia mencoba mengulur waktu untuk memikirkan cara melarikan diri dari sana. "Aku tak pernah ingin kabur, Mireya."
"Lalu? Apa yang kau lakukan di sini?" Tiba-tiba saja mata Mireya membesar. "Jangan katakan kalau kau ingin menemui Usher yang sedang sakit."
Vione tak menanggapi Mireya untuk sesaat. Ekor matanya terus bergerak demi mengamati keadaan. Ia mencoba menemukan celah, tetapi kepungan para warrior terlalu rapat. Mustahil ia bisa melarikan diri dengan mudah.
"Itu bukan urusanmu, Mireya."
"Tentu saja itu adalah urusanku. Aku tak ingin siapa pun mengganggu istirahat Usher, terlebih lagi bila orangnya adalah kau." Kemudian Mireya melihat pada pemimpin para warrior. Lalu ia pun memberi perintah. "Tangkap dia."
Vione tak bisa mundur, apalagi melarikan diri. Satu-satunya jalan yang tersisa adalah melihat apakah ada keberuntungan yang berpihak padanya? Sebabnya, ia bisa menilai secara logika, kemungkinan terbesar adalah dirinya akan tertangkap lagi.
Walau demikian Vione menolak untuk menyerah. Paling tidak, ia akan berusaha. Bila para warrior akan menganggap itu sebagai bentuk pembangkangan maka apa boleh buat. Ia tak akan keberatan dicap sebagai pembangkang.
Vione bersiap. Begitu pula dengan para warrior, agaknya mereka tahu kalau Vione tak akan menyerah begitu saja. Jadilah mereka saling pandang satu sama lain. Mereka saling menguatkan diri karena ada setitik keraguan di benak masing-masing.
Bagaimanapun juga Vione pernah menjadi luna mereka. Tentunya, hati kecil mereka menolak untuk melakukan kekerasan pada Vione. Sayangnya ada perintah yang harus dilaksanakan. Mireya telah memiliki wewenang yang harus mereka patuhi, suka atau tidak.
"Vione, lebih baik kau serahkan diri secara baik-baik."
Vione berpaling pada pemimpin warrior. "Maafkan aku, Storm, tetapi aku tidak bisa."
Storm Meadow bergeming untuk sejenak. Di matanya, jelas terlihat pertarungan batin. Masih segar di ingatannya, hari di mana ia menangkap Vione dan kedua orang tuanya. Lalu sekarang ia harus melakukannya lagi?
Akal sehat dan hati Storm bertarung. Sepatutnya ia menuruti perintah Mireya, tetapi tak semudah itu.
"Storm!" bentak Mireya. Ditatapnya Storm dengan sorot tajam. "Kubilang, tangkap Vione. Tangkap dia sekarang juga!"
Storm mengepalkan tangan. Ia melihat Vione dengan ekspresi tak berdaya. "Maafkan aku."
Storm memberi isyarat pada para bawahannya untuk menangkap Vione. Jadilah Vione mundur selangkah dengan satu tekad, bila ia tak bisa melarikan diri dengan mudah maka ia pun terpaksa mengupayakan berbagai cara, termasuk dengan kekerasan.
Vione bersiap untuk berubah demi mempertahankan diri. Para warrior mulai melangkah. Mereka saling mengamati situasi masing-masing dan memikirkan beberapa kemungkinan yang bisa terjadi. Lalu tiba-tiba saja terdengar pekik kesakitan dari barisan belakang para warrior.
Setiap mata melihat ke sumber suara dengan serta merta. Tidak hanya satu, tetapi pekik kesakitan itu terdengar berulang kali dan asalnya dari para warrior yang berjatuhan di tanah.
Bola mata Mireya membesar. "Apa yang terjadi?"
Storm berniat untuk memeriksa, tetapi langkahnya tertahan ketika penyebab pekik kesakitan pada warrior itu menunjukkan diri sendiri. Tepatnya, setelah ia berhasil merobohkan para warrior dalam waktu yang singkat hanya dengan tangan kosong.
Sesosok pria berdiri di hadapan Storm. Ia mengenakan pakaian kasual, perpaduan antara celana jin, kaus, dan jaket ber-hoodie. Nyaris separuh wajahnya tertutupi oleh masker.
Vione bergeming dengan ketidakpercayaan yang mengguncang. Tidak mungkin.
Di lain pihak, Storm mengerutkan dahi dengan perasaan aneh yang tak mampu disingkirkannya. Tiba-tiba saja dirasakannya gelisah yang tak tahu dari mana asalnya. Ia melihat pria itu dengan saksama dan jantungnya berdetak dengan tak nyaman. "Siapa kau?"
Pria itu tak menjawab, melainkan ia justru melihat pada Mireya. Ditatapnya Mireya dengan lekat dan tanpa kedip. Sorotnya tampak tajam seakan ingin mengiris Mireya hidup-hidup.
Mireya tertegun. Tatapan pria itu membuatnya jadi tak mampu bernapas. Tubuhnya meremang dan jadilah ia membeku ketika melihat sekilas kilat emas di mata pria itu. Tidak, aku pasti salah melihat.
"Kau benar-benar wanita keji, Mireya."
Mireya tersentak. Ia berusaha mengenali suara itu, tetapi ia ragu. Diyakininya bahwa pria itu berusaha untuk menyamarkan suara aslinya.
"Siapa kau?" tanya Mireya sambil mengirimkan isyarat pada Storm. "Apa yang kau lakukan di sini?" Lalu satu ingatan melintas di benaknya. Jadilah ia mengangkat tangan, ditudingnya pria itu. "Kau. Itu adalah kau! Kau adalah selingkuhan Vione yang dulu selalu datang ke Istana!"
Suasana menjadi gaduh. Para warrior melihat bergantian pada Vione dan pria itu. Sementara Storm tak memedulikan hal tersebut, fokusnya terus tertuju pada pria itu, mencoba untuk mengenalinya.
Storm tahu bahwa isu yang beredar memang memberitakan Vione berselingkuh dengan seorang pria yang kerap mengenakan jaket ber-hoodie dan masker. Selama ini, ia hanya mendengar dan baru kali ini melihat secara langsung. Jadilah, itu menimbulkan pergolakan lainnya di dalam benak. Apakah benar Vione berselingkuh? Bila tidak, lalu siapa pria yang sedang berdiri di tengah-tengah mereka itu?
"Vione tidak pernah berselingkuh dengan siapa pun. Kau telah merusak nama baik Vione, Mireya."
Mireya terhenyak. Geraman pria itu menimbulkan panas yang membakar udara di sekitar. Jadilah ia gemetar. Dia memang adalah seorang alpha, tetapi dari kawanan mana?
"Kukatakan pada kalian semua," ujar pria itu sembari melihat sekeliling. "Vione tidak pernah menyelingkuhi Usher. Dia adalah luna yang setia pada alphanya."
Storm bereaksi. "Apakah kau memiliki buktinya?"
Mireya mengepalkan tangan. "Storm!" serunya berang. "Kuperintahkan kau untuk menangkap Vione, bukannya mempercayai perkataan orang yang tak dikenal."
"Semua hal bisa terjadi. Aku, sebagai pimpinan warrior, menerima semua kemungkinan demi kebaikan dan keuntungan kawanan."
Mireya mengatupkan mulut rapat-rapat. Ia berusaha mengendalikan diri, tetapi benaknya sudah menyumpahi Storm. Sialan kau, Storm! Persetan semuanya! Mereka benar-benar tidak menghargaiku sekalipun Usher sudah memberikan wewenang penuh padaku.
"Jadi, bukti apa yang kau miliki sehingga yakin akan kesetiaan Vione pada Alpha dan kawanan?" tanya Storm lagi. Di matanya, berpendar harapan. Sementara di hatinya, ia berdoa. "Berikan padaku maka aku akan langsung menghadap Alpha."
Storm menunggu, begitu pula dengan yang lainnya. Namun, pria itu justru menatap Vione dengan sorot penuh sesal.
Vione tahu. Semua orang tahu. Pria itu tidak memiliki bukti yang diinginkan oleh Storm.
"Jadi, kau tak memiliki bukti apa pun?"
Pria itu tak menjawab, melainkan hanya mengepalkan tangannya kuat-kuat. Jari-jarinya jadi memutih dan aliran darah seolah berhenti.
Mireya terbahak. "Lihat? Dia hanya berusaha untuk mengelabui kalian! Pada intinya, dia hanya ingin menyelamatkan Vione."
Storm memandang Mireya untuk sesaat. Matanya menyorotkan pergolakan batin yang semakin menjadi-jadi. Nalurinya melarang dirinya untuk percaya pada ucapan Mireya, tetapi logika menyadarkannya bahwa ia tak bisa menentang perkataan Mireya.
"Sekarang, Storm, kuperintahkan kau untuk menangkap Vione dan pria itu!"
Sekarang Storm tak bisa berbuat apa-apa. Wewenang yang telah Usher berikan pada Mireya membuat ia harus patuh pada setiap perintah yang diberikannya. Jadilah ia memberi isyarat perintah pada para bawahannya sementara pria itu mengamankan Vione di belakangnya.
Pria itu mengamati situasi sambil berkata pada Vione. "Jangan khawatir. Aku akan melindungimu."
Vione hanya diam. Tak dipedulikannya para warrior yang semakin mendekat ataupun Mireya yang tak sabar melihat dirinya tertangkap lagi. Fokusnya hanya tertuju pada pria itu. Dalam jarak sedekat itu, ada perasaan tak asing yang mulai menjalari tubuhnya.
Angin berembus. Hawa panas terasa di mana-mana. Dedaunan bergemerisik menimbukan gelisah. Sementara di atas sana, bulan purnama bersinar dengan amat terang.
Geraman terdengar. Refleks, Vione mundur selangkah. Matanya membelalak, begitu juga dengan yang lainnya. Semua sama-sama menganga tak percaya ketika pria itu berubah menjadi serigala besar bersurai emas.
Ia melolong dan semua jadi membeku.
*
bersambung ....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top