Clawless Luna 2

Vione pasti salah mendengar. Mungkin juga Usher salah berucap. Lagi pula bagaimana mungkin seorang alpha mengancam lunanya sendiri di hadapan selingkuhannya?

Itu bukan memalukan, tetapi menyedihkan. Bahkan tamparan Mireya tak sebanding dengan kenyataan yang baru saja menohoknya.

Benar. Di mata Usher, hanya ada Mireya. Vione tak pernah berarti apa-apa. Persis yang dikatakan oleh orang-orang, ia hanyalah seorang manusia serigala yang tak bernilai apa-apa. Ia adalah luna yang tak berharga.

Jadilah pandangan Vione kabur oleh genangan air mata. Di sela-sela usahanya dalam mengatur napas, dilihatnya Usher yang beranjak meninggalkan dirinya demi kembali merengkuh Mireya.

Mereka tampak serasi. Sama-sama gagah dan cantik. Keduanya tak ubah dewa-dewi yang memang sepatutnya bersama.

"Usher, apa tindakanmu tidak sedikit keterlaluan? Lihatlah Vione. Tampaknya dia benar-benar kesakitan."

Usher berpaling dan melihat Vione seraya mendengkus. Tatapannya mencemooh dan amat merendahkan.

"Kupikir malah sebaliknya. Hukuman itu belum cukup setimpal dengan perbuatan yang telah dilakukannya padamu."

Vione berusaha bangkit dengan susah payah. Digigitnya bibir bawah kuat-kuat sementara tangan mengepal kuat. Perih hatinya sudah tak bisa diungkapkan dengan kata-kata lagi, tetapi ia mencoba untuk bertahan dengan seluruh tenaga yang tersisa.

"Kau benar-benar keterluan, Usher."

Usher tak memedulikan Vione. Ia abaikan perkataan Vione ketika lebih memilih menaruh perhatian pada Mireya. Didekapnya Mireya dan dibiarkannya Mireya mendaratkan kepala di dadanya yang bidang, lalu ia membelainya.

Vione tak bisa bertahan lagi. Sisa tenaganya benar-benar tak mengizinkannya untuk bisa berdiri lebih lama dari itu. Jadi ia putuskan untuk pergi secepat mungkin sebelum Usher dan Mireya semakin merendahkan dirinya.

"Kau sungguh tak punya hati, Usher."

Itulah kalimat terakhir yang Vione lirihkan sebelum benar-benar angkat kaki dari sana. Ia melangkah sembari menguatkan hati ketika menyadari bahwa keadaannya yang menyedihkan tak cukup untuk menyentuh rasa iba Usher.

Tubuh gemetar. Kaki Vione mulai goyah. Ia nyaris tersungkur ketika berhasil keluar dari aula Istana. Namun, ia bersyukur. Setidaknya ia keluar dari sana di waktu tepat, yaitu ketika Usher mulai mencium Mireya dan menimbulkan decakan yang memekakkan telinga.

Vione bertahan di dinding untuk sejenak. Dihirupnya udara sebanyak mungkin sembari memejamkan mata. Ia menabahkan hati dan lalu kembali melangkah sebelum ada yang melihatnya dalam keadaan memalukan seperti itu.

Tiba di kamar, pertahanan Vione benar-benar runtuh. Tubuhnya benar-benar lunglai dan ia terjatuh di atas tempat tidur. Air mata yang sedari tadi ditahannya pun luruh.

Vione meremas seprai. Ditahannya luapan untuk menjeritkan semua sakit di dalam hati karena tak ingin Usher dan Mireya mendengarnya, mereka pasti akan tertawa.

Namun, sakit ini sungguh menyiksa. Dada terasa sesak dan Vione pikir dirinya akan benar-benar meledak.

Vione meratap. Di antara semua sedih dan rasa tak terima, satu tanya menggema di dalam benaknya. Mengapa harus ia yang mengalami itu semua?

Seharusnya takdir tidak sekejam ini. Seharusnya takdir tidak memberikan kesedihan bertubi-tubi.

Tak cukup lahir tanpa asal-usul dan tak memiliki cakar, Vione pun harus kehilangan harga diri dengan perilaku Usher. Ia benar-benar direndahkan hingga titik terendah yang tak pernah ia bayangkan selama ini.

Bagaimana mungkin, Usher? Bagaimana mungkin kau melakukan ini padaku?

*

"Aku benar-benar tak mengira kalau Vione akan bertindak kasar padamu, Mireya. Maafkan aku."

Mireya tersenyum. Dilihatnya Usher yang berulang kali memeriksa pergelangan tangannya, memastikan bahwa ia benar-benar tak terluka.

"Mengapa harus kau yang meminta maaf? Bukan kau yang salah, Usher. Ini adalah salah Vione dan mungkin juga salahku."

Usher selesai memeriksa pergelangan tangan Mireya. "Salahmu?"

"Ya," jawab Mireya mengangguk. Dipasangnya ekspresi merasa bersalah. "Seharusnya aku tak datang ke Istana. Pada akhirnya kerinduanku malah membuatku bertemu dengan Vione."

Ada satu hal menarik yang membuat Usher tersenyum. Diraihnya tengkuk Mireya dan dilumatnya bibir Mireya.

"Kalau kau merindukanku, seharusnya kau menghubungiku. Biar aku yang datang ke rumahmu."

Mimik Mireya berubah menjadi manja. Ia menggeleng, lalu berkata. "Aku sengaja datang ke sini karena ingin memberimu kejutan."

"Rencanamu berhasil," sambar Usher dengan mata menyipit. Ditunjukkannya pergelangan tangan Mireya yang sedikit memerah. "Aku benar-benar terkejut dan kalau aku sampai datang terlambat, entah apa yang akan dilakukan oleh Vione padamu."

"Jangan marah, Usher. Kau tau aku melakukannya karena aku merindukanmu. Lagi pula aku tak mengira, ternyata Vione bisa bertindak seperti itu."

Usher membuang napas panjang. Disandarkannya punggung ke sofa, lalu ditariknya tubuh Mireya. Ia merengkuh dan ibu jarinya mulai membelai Mireya.

"Aku pun tak mengira kalau Vione akan bertindak seperti itu. Selama ini ia tak pernah bersikap kasar pada siapa pun."

Di dalam dekapan Usher, Mireya tampak nyaman. "Kau melihatnya sendiri dengan kedua matamu, Usher. Dia menggenggam tanganku dengan sangat kuat. Dia menyakitiku. Entah apa yang akan dilakukannya kalau kau tak datang tepat waktu."

Usher mengangguk tanpa kata. Ia membenarkan perkataan Mireya dan merasa bersyukur, untunglah urusannya di perkebunan bisa selesai lebih cepat dari yang seharusnya. Ia tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi bila pulang terlambat.

"Kurasa ini adalah hubungannya dengan ramalan Ayla."

Usher mengerjap. "Ramalan Ayla?"

"Ya, ramalan Ayla. Dia bisa menjadi lunamu karena ramalan itu. Jadi tentu saja itu membuatnya besar kepala. Dia jadi merasa istimewa."

"Istimewa?" Usher mendengkus seraya menggeleng. Samar, kekehannya pun terdengar. "Dia tak akan pernah menjadi sesuatu yang istimewa. Kau lihat saja. Hidupnya benar-benar menyedihkan."

Senyum penuh arti mengembang di wajah cantik Mireya. Tangannya naik dan mengusap dada Usher. "Istimewa atau tidak. Menyedihkan atau tidak. Nyatanya aku dan dia tak berbeda jauh."

"Apa maksudmu? Mengapa kau membandingkan diri dengan Vione?"

"Aku tidak bermaksud untuk membandingkan diri dengan Vione, tetapi itulah yang terjadi," lanjut Mireya seraya membuang napas. Sikapnya seolah menyiratkan lelah walau sebenarnya tanpa terlihat oleh Usher, ia tersenyum dengan makin lebar. "Bagaimanapun juga Vione adalah lunamu. Jadi di mata orang-orang, akulah sebenarnya yang menyedihkan, Usher. Aku terus mencintaimu sementara Vione yang memiliki dirimu."

"Mireya."

Suara Usher naik. Rengkuhan santainya pada Mireya hilang sudah. Ia ciptakan jarak secukupnya demi melihat ekspresi sedih yang telah tercetak di wajah Mireya.

"Apa yang kau katakan?"

Mireya tersenyum, tetapi kali ini ia pasang senyum perih. "Aku mengatakan yang sebenarnya, Usher. Aku memang menyedihkan karena mencintai pria yang telah memiliki pasangannya. Apalagi karena pasangannya itu telah ditetapkan langsung oleh Dewi Bulan dan direstui oleh semua kawanan. Benar bukan?"

"Tidak. Jangan pernah mengatakan dirimu menyedihkan, Mireya. Kau tahu aku mencintaimu bukan?"

Mireya tak menjawab. Ia hanya diam dengan sorot tak berdaya yang terus menatap Usher.

"Mireya."

Mireya mengangguk lesu. "Aku tahu, Usher. Aku tahu kau mencintaiku."

Jawaban Mireya tak melegakan Usher. Sebaliknya, ia malah makin gusar. Ia tak suka melihat Mireya meratap dan memandang rendah dirinya sendiri.

"Persetan dengan ramalan itu, Mireya. Semuanya tak berarti apa-apa dibandingkan dengan cintaku padamu."

"Bagimu begitu, tetapi bagaimana dengan yang lainnya? Kau tidak tahu bukan? Bahkan Vione tadi merendahkanku."

"Apa maksudmu? Apa yang Vione katakan padamu?"

Kembali, Mireya tak menjawab. Ia malah berpaling ke arah lain, menghindari tatapan Usher. "Sudahlah. Kau tak perlu tahu. Mungkin cintamu hanya sebatas menjadikanku sebagai gundikmu saja."

Usher tertegun. Diresapinya kata demi kata yang Mireya ucapkan, lalu wajahnya pun berubah. Rahang mengeras dan urat mulai menunjukkan wujud di dahi.

"Vione mengatakan itu padamu?"

Mireya hanya membuang napas tanpa menjawab.

"Mireya, jawab pertanyaanku. Apakah Vione mengatakan itu padamu?"

Mata Mireya memejam dramatis untuk sesaat, lantas mengangguk. "Ya, dia mengatakan itu padaku, Usher."

"Sialan."

"Sialan? Tidak, Usher. Seharusnya kau tahu apa saja yang dia katakan padaku. Sialan tak cukup untuk mengumpatinya."

"Katakan padaku, Mireya. Apa saja yang dikatakan oleh Vione padamu?"

Usher meraih dagu Mireya. Ditatapnya Mireya seolah memberi isyarat bahwa sudah sepatutnya Mireya jujur kepadanya.

"Baiklah, Usher. Aku akan mengatakan semua yang terjadi tadi."

Berwajah sedih. Sorot mata tampak layu. Tak sulit untuk Mireya memutarbalikkan fakta yang terjadi. Dikatakanlah olehnya bahwa Vione melarangnya untuk bertemu dengan Usher.

Tak hanya itu. Berbekal kenyataan bahwa Usher datang di waktu yang tepat, Mireya pun menambahkan beberapa elemen dramatis.

Usher mendengar semua dengan menahan napas. Darahnya mendidih. Kemarahannya bergejolak dalam raungan tak terima.

"Di antara itu semua, ada satu hal yang membuatku sangat terluka, Usher."

"Katakan padaku, Mireya."

"Dia mengatakan kalau aku tetap tak bisa menyainginya, terlepas dari aku yang memiliki keluarga dan cakar. Dia tetap menjadi pemilikmu dan aku hanya wanita simpananmu."

Sepertinya itu adalah satu-satunya kebenaran yang dikatakan oleh Mireya. Namun, ia mengatakannya dengan cara berbeda sehingga Usher menangkap dengan makna yang berbeda pula.

"Berani-beraninya Vione mengatakan itu padamu. Aku tak akan memaafkannya."

Mireya mengusap dada Usher, mencoba untuk meredakan amarahnya. "Sudahlah, Usher. Lagi pula yang dikatakan oleh Vione memang benar. Aku mencintaimu. Kau pun mencintaiku. Sayangnya aku memang tak lebih dari sebatas wanita simpananmu."

"Mireya, jangan ucapkan itu."

"Lalu apa, Usher? Semua tak akan berubah walau aku tak mengucapkannya. Kenyataannya tak akan berubah. Aku tetap hanya sebatas wanita simpananmu sementara Vione?" Mireya memejamkan mata dengan ekspresi terluka. "Dialah yang menjadi lunamu."

Kembali mendengar hal serupa dilontarkan oleh Mireya membuat Usher kian gusar. Diraihnya wajah Mireya, ditangkupnya. Ia bawa tatapan Mireya untuk tertuju lurus pada tatapannya.

"Lihat aku, Mireya," perintah Usher. Tak berkedip, ia tampilkan keteguhan tak terbantahkan. "Aku mencintaimu. Persetan dengan ramalan Ayla atau restu para kawanan. Di hatiku, hanya ada kau seorang."

Sesaat, Mireya tak mengatakan apa-apa. Dibalasnya tatapan Usher seraya tersenyum perih.

"Aku tahu, Usher."

Ucapan Mireya tak menenangkan gejolak Usher. Ia menggeram.

"Aku akan melakukan apa pun untukmu, Mireya. Aku hanya mencintaimu."

Mireya mengangguk. "Aku tahu, Usher."

"Katakan padaku, apa yang harus aku lakukan agar kau mempercayaiku? Semua akan aku lakukan agar kau tak bersedih lagi."

Tangan Mireya naik dan memegang pergelangan tangan Usher. "Semua?"

"Semua," angguk Usher yakin. "Apa pun itu. Semua akan aku lakukan."

Semua. Mireya bisa merasakan keteguhan dan keyakinan Usher. Jadilah ia tak ragu untuk memberikan yang Usher mau, yaitu jawaban untuk apa yang diinginkannya.

"Termasuk dengan memutuskan hubungan berpasangan dengan Vione?"

*

bersambung ....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top