Clawless Luna 18

"Garth!"

Suara ringan bernada ceria itu menahan langkah Garth. Ia yang semula berniat untuk menuju lift jadi sontak berpaling. Dilihatnya Cora menghampirinya dengan berlari-lari kecil.

"Selamat malam."

Garth mendeham. "Selamat malam."

"Kau ingin menghadap Alpha bukan?" tanya Cora dan Garth mengangguk. Jadilah ia semringah. "Sama, aku juga."

Garth tak mengatakan apa-apa lagi. Ia menekan tombol lift dan masuklah mereka berdua ke dalamnya. Selagi lift bergerak, Cora melirik.

"Jadi, kau memang jarang berada di Istana?"

Refleks, Garth mengerjap. Lalu ia menjawab dengan anggukan singkat.

Cora mendeham sambil angguk-angguk. Bola mata berputar dan ia memainkan ujung rambutnya yang berpotongan curly bob. "Kupikir, kau lebih banyak menghabiskan waktu di Istana."

Garth tidak memberikan respons apa pun. Diyakininya ucapan Cora tidak bernada pertanyaan.

Lift berhenti bergerak. Pintu membuka dan mereka keluar, lalu menuju pada ruang kerja Usher.

Garth mengetuk. Terdengar suara Usher memberi izin dan ia pun membuka pintu. Dipersilakannya untuk Cora masuk terlebih dahulu.

Garth dan Cora berdiri di hadapan Usher. Menjadi pemisah mereka adalah meja kerja yang penuh dengan kertas-kertas. Usher tampak gusar.

"Selamat malam, Alpha."

Kompak, Garth dan Cora menyapa Usher dengan sopan. Namun, Usher tak memberikan balasan serupa. Alih-alih langsung ditodongnya Garth dengan pertanyaan sembari menunjuk kertas-kertas itu.

"Apa kau bisa menjelaskannya padaku, Garth? Apa yang terjadi pada perkebunan anggur?"

Sekilas, Garth menarik napas terlebih dahulu sembari memutar otak demi menyiapkan jawaban yang penuh dengan berbagai pertimbangan. "Aku sudah memeriksa laporan kinerja perkebunan, Alpha. Sepertinya kita sedang menghadapi beberapa masalah serius di sana."

"Beberapa masalah serius," ulang Usher sebelum mengatupkan mulut rapat-rapat. Jadilah kegusarannya tampak semakin menjadi-jadi. "Bisa kau jelaskan dengan lebih terperinci?"

Garth maju. Berbekal laporan yang tengah terbuka di meja kerja Usher, ia merinci penurunan produksi anggur dan mengungkap masalah dengan salah satu penyuplai utama.

Usher mengerutkan dahi. Disadarinya dampak yang mungkin terjadi pada hasil akhir. "Seberapa jauh dampaknya untuk perusahaan?"

"Produksi anggur turun sekitar 30 persen dari target," jawab Garth sembari mundur selangkah, kembali pada posisi semula. "Kualitas anggur juga terpengaruhi dan selain itu—"

"Apa solusi yang telah disiapkan perusahaan?" Usher memotong penjelasan Garth dengan tak sabar. Diputuskannya untuk tidak mendengarkan semua rincian itu karena yakin hanya akan membuatnya semakin gusar. "Apakah sudah ada langkah yang diambil untuk menanggulangi masalah ini?"

Garth mengangguk. "Ya, Alpha. Perusahaan sudah menyusun beberapa langkah antisipasi." Dilaporkannya secara singkat langkah-langkah yang telah diambil perusahaan untuk mengatasi masalah penyuplai dan menanggulangi dampak cuara buruk. "Aku juga sudah memastikan Austin untuk memberikan laporan kemajuan secara berkala."

"Tim riset dan pengembangan harus fokus pada solusi yang lebih berkelanjutan," ujar Usher dengan penuh penekanan di tiap kata. "Aku ingin mereka segera mencari cara untuk meningkatkan ketahanan tanaman terhadap perubahan cuaca. Jadi, segera kau atur pertemuan dengan mereka."

"Baik, Alpha."

Kepatuhan Garth tidak berhasil menenangkan Usher. Jadilah ia mengusap wajah dengan kasar. Disadarinya bahwa masalah di perkebunan anggur tidak sesederhana itu. Dampak terburuknya adalah penurunan produksi pada perusahaan anggurnya, Frostholm Winery.

Usher memejamkan mata. Otak berputar dengan cepat demi memperkirakan skenario buruk lainnya yang mungkin saja bisa terjadi. Penurunan produksi anggur bisa berdampak pula pada usaha pariwisata dan resornya. Sederhananya, paket liburan dengan tujuan perkebunan anggur yang merupakan andalan selama ini menjadi terkendala. Tak akan ada orang yang ingin menikmati liburan di perkebunan anggur yang sedang terserang hama dan penyakit.

"Bagaimana dengan Frostholm Hospitality?

Garth tidak terkejut sama sekali ketika mendapati Usher menanyakan perihal perusahaan itu. "Sejauh ini, keadaannya aman dan terkendali, Alpha. Perusahaan telah menyiapkan rencana cadangan sebagai pengalih paket liburan dengan tujuan perkebunan anggur."

Setidaknya Usher bisa bernapas dengan sedikit lebih lapang. Tampaknya semua tidak seburuk yang ia duga.

"Walau begitu aku ingin permasalahan ini ditangani secepatnya."

"Tentu, Alpha," tanggap Garth sembari mengangguk. "Aku akan memantau langsung setiap perkembangan dan melaporkannya secara berkala."

Sekarang Usher beralih pada Cora. Dilihatnya Cora dengan mata menyipit. "Bagaimana dengan kawanan?"

"Aku sudah mengumumkan keputusan perihal petisi tempo hari, Alpha, dan seperti yang diduga, Kawanan tidak terima. Mereka kembali mengajukan petisi yang sama."

Wajah Usher mengeras. Rahangnya menjadi kaku. "Lalu apa yang kau katakan pada mereka?"

"Aku mengatakan pada mereka bahwa tak peduli sebanyak apa petisi yang diajukan, Istana akan tetap menolak."

Garth mengernyit samar. Perubahan nada suara Cora yang semakin lama semakin memelan membuat ia jadi melirik. Dilihatnya Cora merasa bingung dan ia memaklumi itu.

Usher mengangguk. "Bagus. Kau melakukan tugasmu dengan baik, Cora."

"Terima kasih, Alpha, tetapi ..." Cora menarik napas dan memberanikan diri. "... apakah Istana memang akan tetap menolak petisi itu?"

"Jadi, apakah menurutmu aku harus melakukan pengadilan ulang untuk Vione si pengkhianat itu?" sentak Usher dengan mata memelotot. Dibuatnya Cora jadi meneguk ludah. "Apakah kau juga ingin mengatakan bahwa aku adalah alpha yang bodoh sehingga tak bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah?"

Cora buru-buru menggeleng. "Maafkan aku, Alpha. Aku sama sekali tidak—"

"Kau menjadi gamma untuk mengurus Istana, Cora. Kau bekerja untukku. Ingat itu baik-baik." Usher bukan hanya memotong ucapan Cora dengan kata-kata, melainkan ia juga mengangkat tangan dan jari telunjuknya menuding. "Prioritasmu sekarang adalah menenangkan kawanan."

Cora mengangguk sembari mengumpulkan keberaniannya yang sempat tercecer berkat delikan mata Usher. "Ya, Alpha. Tentu saja. Aku mengetahui jelas apa yang menjadi tugasku. Salah satunya, aku tak akan lalai untuk melaporkan bahwa penolakan petisi itu membuat kawanan menjadi semakin ricuh."

Garth memejamkan mata. Tak disangka olehnya Cora akan seberani itu bicara pada Usher. Apakah ia tak melihat bahwa Usher sedang dalam suasana hati yang tidak bagus?

"A-apa kau bilang? Kawanan menjadi semakin ricuh?"

Kembali, Cora mengangguk. "Ya, Alpha. Selain itu, ramalan Ayla membuat mereka jadi ketakutan. Mereka khawatir kalau malapetaka itu akan datang."

"Bajingan!"

Usher bukan hanya membentak, melainkan juga menggebrak meja. Jadilah Cora terperanjat dengan wajah memucat.

"Al-Alpha."

"Malapetaka malapetaka. Mau-maunya mereka dibohongi oleh Ayla sialan itu."

Cora membuka mulut, tetapi tak ada satu pun kata yang diucapkannya. Ia melongo dengan ekspresi tak percaya. Bagaimana mungkin seorang alpha mengumpati Tetua Suci Kawanan?

"Kalau kau mendengar mereka membicarakan soal ramalan Ayla lagi, katakan pada mereka, Cora," kata Usher dengan napas menggebu. Keringat mulai membasahi wajah dan ia tampak berang. "Lihatlah ramalan Ayla mengenai Vione. Apa yang terjadi? Ternyata Vione bukanlah luna yang ditakdirkan untukku. Dia pengkhianat dan ramalan Ayla-lah yang membuatku harus terjebak dengan pengkhianat itu."

Cora membeku. Di sebelahnya, Garth tak merasa heran sama sekali melihatnya berubah menjadi patung seperti itu.

"Kau mengerti, Cora?"

Cora mengerjap, lalu mengangguk kaku. "A-aku mengerti, Alpha."

"Bagus." Usher mengangguk berulang kali, lalu ia bangkit. Ditunjuknya kekacauan di atas meja. "Sekarang, kau bereskan itu, Cora. Aku ingin istirahat. Ini hari yang melelahkan."

Garth dan Cora memasang sikap sopan. Keduanya sama-sama berkata.

"Selamat malam, Alpha."

Sepeninggal Usher, Cora segera merapikan meja kerja Usher. Dikumpulkannya semua kertas-kertas yang berserakan itu dan ia memeriksanya dengan teliti, lalu memilahnya.

"Kau tidak seharusnya mengatakan itu pada Alpha."

Cora mengerjap dan berpaling. Dilihatnya Garth membantunya dalam memisahkan dokumen-dokumen yang bercampur itu.

"Apa maksudmu?"

Garth membuang napas. "Soal petisi dan kegelisahan yang terjadi di Kawanan. Kau jelas mengetahuinya bukan? Tak peduli seberapa banyak kawanan mengajukan petisi dan tak peduli seberapa sering kau melaporkan keadaan kawanan pada Alpha, semua tak akan berguna."

"Garth."

"Alpha tidak akan mengabulkan petisi itu."

Cora bergeming. "Apa itu berarti Alpha tak lagi memedulikan keadaan kawanan?"

Garth tak menjawab, melainkan ia merapikan dokumen terakhir sebelum memberikannya pada Cora. "Aku duluan. Selamat malam."

*

Ketika Usher tiba di kamar, Mireya baru saja menidurkan Philip di boks. Ia menutup pintu dan Mireya menyambut kedatangannya seperti biasa, dengan sambutan berupa senyuman manis, pelukan lembut, dan secangkir teh hangat.

"Akhirnya kau datang juga, Usher."

Usher menerima teh pemberian Mireya dan meminumnya hingga habis. Setelahnya, ia sisihkan cangkir kosong itu tanpa lupa untuk memuji rasanya. Mireya tersenyum dan mereka kembali menyatu oleh pelukan.

Usher mengusap punggung Mireya, lalu mengecup dahinya. "Maaf, ada banyak hal yang harus kuurus."

"Apa itu soal kawanan?" tanya Mireya sambil sedikit menarik diri. Diciptakannya jarak tak seberapa untuk bisa menatap Usher ketika bertanya. "Apakah mereka mengajukan petisi lagi?"

Usher tak menjawab, tetapi ekspresinya telah memberi jawaban tersendiri untuk Mireya. Jadilah bola mata Mireya membesar dan Usher hanya bisa mengembuskan napas panjang.

"Sungguh?"

Mata Usher terpejam dramatis. Ia memaklumi reaksi Mireya, tetapi sesungguhnya ia sangat lelah sekarang. Jadilah ia memijat pangkal hidungnya sebelum berkata. "Kau tak perlu khawatir. Petisi itu tak berarti apa-apa. Aku sudah memerintahkan Cora untuk langsung menolak petisi yang masuk jika itu berhubungan dengan pengadilan ulang Vione dan juga Sidang Kejujuran untukmu."

Mireya syok. "Mereka benar-benar keterlaluan. Bisa-bisanya mereka melakukan kekacauan di saat kita berbahagia dengan kehadiran Philip. Sungguh tak berperasaan."

"Ssst." Usher berusaha menenangkan Mireya. Kembali ia mendekap Mireya dan berkata. "Kau tak perlu menghiraukan mereka. Terserah mereka mau melakukan apa. Terpenting adalah semua itu tak berguna. Sampai kapan pun, aku tak akan mengabulkan petisi sialan itu."

"Bukan begitu, Usher. Aku tahu kau tak akan mungkin mengabulkan petisi itu, tetapi aku sama sekali tidak mengira sebegitu bencinya kawanan terhadapku."

Mireya mendorong Usher. Jadilah pelukan itu terurai. Ia beranjak menuju tempat tidur dan duduk dengan wajah kesal.

"Mireya."

Usher menyusul Mireya. Ia turut duduk, lalu meraih jemari Mireya. Dilihatnya wajah kesal Mireya semakin menjadi-jadi. Jadilah ia dapati Mireya berusaha melepaskan tangan dari genggamannya. Namun, ia tak membiarkannya. Alih-alih, ia malah menggenggam dengan makin erat.

"Usher."

Usher mengangguk dengan penuh pemakluman. "Aku mengerti perasaanmu, Mireya. Sejujurnya, aku juga merasakan hal yang sama. Aku sama sekali tidak mengira kalau Kawanan akan bertindak sejauh ini."

"Ini pasti ada hubungannya dengan ramalan Ayla," ujar Mireya sambil mendengkus. Mimik wajahnya menyiratkan geram tak terkira ketika menyebut nama Ayla. "Karena dia dan ramalan sialannya itu, akhirnya kawanan membenciku seperti ini. Padahal kalau dipikir-pikir, apa salahku sehingga mereka membenciku?" Ia berdecak. "Kebencian mereka sama sekali tidak beralasan."

"Kau benar, Mireya." Usher meremas jemari Ayla dengan penuh perasaan. Terus dicobanya untuk menenangkan Mireya sambil sesekali melirik pada boks. "Sikap mereka terhadapmu sungguh keterlaluan, tetapi kau tak perlu khawatir. Aku akan segera mengurusnya. Jadi, kau tenanglah. Aku khawatir tidur Philip akan terganggu."

Mireya menarik napas. Refleks, ia jadi melihat pada boks juga. Jadilah ia mengangguk walau kesal itu masih tampak nyata di wajahnya.

Usher menangkup wajah Mireya, lalu ibu jarinya membelai lembut. Ia tersenyum. "Jangan kesal lagi, Mireya. Aku berjanji, aku pasti akan mengurus semua kericuhan ini. Jadi, tersenyumlah."

"Usher."

"Kau percaya padaku bukan?"

Mireya memutar bola dengan ekspresi malas.

"Mireya."

Akhirnya, Mireya mengangguk. "Ya, Usher. Aku percaya padamu," ujarnya dan Usher membuang napas lega. "Jadi, aku harap kau tak menyia-nyiakan kepercayaanku."

Kelegaan Usher terjeda. Ucapan Mireya membuatnya jadi mengerutkan dahi, tak mengerti. "Apa maksudmu, Mireya? Apakah selama ini aku pernah melakukan sesuatu yang membuatmua jadi meragukanku?"

Mireya mengangguk tanpa berpikir dua kali.

"Kau—"

"Selama ini kau tidak pernah benar-benar tegas pada kawanan, Usher. Jadi, itulah yang membuat mereka jadi tak tahu diri seperti ini."

Usher menggeleng. "Aku tidak—"

"Ya, Usher. Kau tidak tegas. Sebagai seorang alpha, kau sama sekali tidak menunjukkan ketegasan," ucap Mireya kembali memotong perkataan Usher. Pun ia mengulang ucapannya demi meyakinkan Usher. "Jadi, lihatlah sekarang akibatnya. Kawanan sama sekali tidak menaruh hormat padamu."

"Aku yakin, mereka tidak bermaksud demikian."

Mireya berdecak berulang kali, lalu geleng-geleng. "Usher, aku sama sekali tidak mengira kalau kau sepolos itu. Oh, astaga. Apa kau tidak bisa melihat kenyataannya? Kawanan kembali mengajukan petisi yang sama. Apa itu artinya? Artinya, tentu saja mereka tidak menghormati keputusanmu. Benar begitu bukan?"

Usher tak menjawab, melainkan ia menarik napas dalam-dalam. Jadilah itu membuat Mireya menahan geram.

Mireya beranjak. Ia mendekati Usher dan sekarang malah ia yang menggenggam jemari Usher.

"Usher, lihat aku."

Usher melakukannya. Ia menatap Mireya.

"Aku sudah bersabar cukup lama. Aku sudah menahan ini cukup lama. Selama ini aku berpikir bahwa kesabaranku akan membuahkan hasil, tetapi nyatanya tidak. Sudah hampir setahun aku tinggal di Istana. Sudah hampir setahun aku mendampingimu di Istana. Bahkan sekarang aku telah melahirkan putramu. Namun, apa yang kudapatkan? Aku bukan hanya tidak diakui sebagai luna, malah putraku dituduh akan membawa malapetaka. Apakah itu masuk akal?"

Usher menggeleng. "Tidak, Mireya. Mereka telah melakukan kesalahan besar."

"Tentu saja," tegas Mireya penuh tekad. Dibalasnya tatapan Usher dengan lekat dan tanpa kedip sama sekali. "Mereka telah melakukan kesalahan besar dan aku sudah tak bisa bersabar lagi."

Sampai di sana, Mireya sengaja diam untuk sejenak. Ia terus menatap Usher sehingga tak ada hal lain di mata Usher.

Hanya ada Mireya. Satu-satunya di dunia ini, hanya ada Mireya. Usher tak melihat hal lainnya. Hanya ada Mireya.

"Kau mengerti apa maksudku bukan?"

Usher mengangguk. "Aku mengerti, Mireya. Kau sudah lama menunggu dengan penuh kesabaran. Aku akan segera bertindak tegas mulai sekarang."

"Apa yang akan kau lakukan, Usher?" tanya Mireya dengan mata menyipit, merasa penasaran. "Aku ingin tahu."

"Aku akan menghukum mereka yang mengajukan petisi itu. Aku akan menghukum siapa pun yang menandatangani petisi itu."

Mireya tersenyum. "Bagus, tetapi aku yakin bukan itu saja yang harus kau lakukan. Benar bukan?"

"Tentu saja, Mireya. Aku juga akan mendesak Ayla untuk melakukan upacara pemberkatan untukmu. Mau tidak mau, ia harus melakukannya. Aku akan menjadikanmu lunaku."

Wajah Mireya berubah menjadi semringah. Matanya berbinar-binar dan senyumnya terukir kian melebar. "Aku tak sabar menunggu hari itu, Usher. Aku sungguh ingin menjadi lunamu."

"Tentu, Mireya. Aku akan menjadikanmu lunaku dan tak ada yang bisa mencegahnya."

Namun, itu belum cukup untuk Mireya. Jadilah ia kembali mendesak dengan kemungkinan lain yang bisa saja terjadi. "Bagaimana kalau ada menentang? Apa yang akan kau lakukan kalau ada yang tak setuju dengan keputusanmu?"

"Aku akan memberi mereka hukuman berat."

"Seberapa berat?"

"Seberapa berat?" Usher mengerjap sekali dan Mireya menangkup wajahnya dengan kedua tangan. Tatapan mereka kembali bertemu. "Mereka akan dijebloskan ke penjara bawah tanah."

Mireya senang. "Bagus, Usher." Lalu sesuatu melintas di benaknya. Jadilah ia kembali bertanya. "Apakah itu termasuk dengan Ayla? Apa yang akan kau lakukan kalau dia tak ingin melakukan upacara pemberkatan untukku?"

"Aku akan ...." Usher memejamkan mata, tampak meringis. Lalu dirasakannya Mireya menyentaknya samar. Matanya kembali membuka dan ia berusaha bicara. "Aku juga akan menghukumnya dengan berat."

"Aku senang mendengarnya, Usher. Ayla harus melakukan upacara pemberkatan untukku dan kalau dia tak ingin melakukannya maka hukum dia yang berat. Bila perlu, bunuh saja dia."

Usher tertegun. "Membunuh Ayla?"

"Ya," jawab Mireya seraya tersenyum penuh arti. "Lagi pula apa gunanya Ayla? Dia hanya membodohi kita dan kawanan dengan ramalan bohongnya itu. Kau ingat bukan? Karena ramalan payahnya itu sehingga kau harus menjadikan Vione sebagai lunamu dulu."

"Kau benar. Ayla telah membodohi kita selama ini. Dia telah membodohiku sehingga aku dan Vione ...." Usher mengernyit. Tiba-tiba saja ia merasakan kepalanya sakit. Tubuhnya terasa nyeri, tetapi lidahnya justru kembali berucap. "Vione?"

Mireya menangkap ada yang tak beres. "Usher? Kau kenapa?"

Usher mengerjap berulang kali dan tanpa terduga, ia menepis tangan Mireya di wajahnya. Mireya kaget sementara ia berusaha bangkit ketika kepalanya mendadak jadi berat.

"Vione?"

Bola mata Mireya membesar. Ia bangkit dan meraih tubuh Usher. "Usher."

"Aku—"

Usher mengabaikan Mireya. Ia terus melangkah dan sakit di kepalanya berubah menjadi nyeri yang tak terkira. Jadilah ia tak berdaya, terjatuh di lantai, dan menggeram.

Nyeri itu menghentak kepala sehingga geraman Usher berubah menjadi raungan. Tangan mengepal dan ia memukul lantai. Keramik retak, Mireya memelotot.

"U-Usher."

Usher memejamkan mata erat-erat dalam hantaman nyeri yang kian menyiksa. Kepalanya seperti tertimpa ribuan batu dan rasanya seperti ingin pecah.

"Anjing yang lucu bukan?"

"Kau tak apa-apa, Vione? Oh, Tuhan. Kau membuatku ketakutan."

"Usher? Kau tak mendengar perkataanku?"

"Aku mencintaimu, Vione."

"Terima kasih, Usher. Terima kasih karena selalu bersamaku."

"Kau tak membutuhkan cakar, Vione. Aku akan selalu menjagamu."

Suara-suara menggema di benak Usher. Semua bergumul tak ubah dengungan lebah yang memekakkan telinga.

Usher tersiksa. Ia menderita oleh rasa sakit tak terkira dan pilu yang mendadak meremas jantung. Dirasakannya jiwa serigalanya melolong sedih. Ia mencoba untuk mencari tahu penyebabnya, tetapi pandangannya tiba-tiba gelap.

"Aku mencintaimu, Usher."

*

bersambung ....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top