Clawless Luna 17
Entah Garth harus merasa mengeluh atau sebaliknya. Nyatanya kehadiran Mireya di Istana membuat Usher jadi abai terhadap sekitar. Usher yang dulu kerap bekerja hingga malam, entah itu mengurus soal perusahaan atau kawanan, menjadi tak segiat itu lagi. Mireya benar-benar berhasil merebut perhatian Usher secara keseluruhan.
Di satu sisi, Garth memang mengeluhkan hal tersebut. Menurutnya, Usher tak lagi bertanggungjawab sebagaimana mestinya. Namun, di sisi lain, ia justru mensyukurinya. Berkat Mireya, Usher pun menjadi tak lagi peduli terhadapnya. Pada akhirnya ia mendapatkan keleluasan untuk melakukan satu atau dua hal di luar tugasnya sebagai beta. Salah satu di antaranya adalah mengunjungi Vione.
Disadari oleh Gart sepenuhnya bahwa tak seharusnya ia melakukan itu. Sepatutnya memang tak ada seorang manusia serigala pun yang berani melanggar perintah sang alpha, terlebih lagi bila ia berkedudukan sebagai beta. Semestinya ia memberi contoh pada yang lain, tetapi semua aturan kalah oleh rasa kemanusiaannya.
Garth merasa berdosa, tentu saja. Tak peduli seberapa sering ia mengatakan pada diri sendiri bahwa yang dilakukannya adalah demi kebaikan Kawanan Frostholm, rasa bersalah yang bercokol di hatinya tak mampu untuk ditenangkan. Nyatanya, ada satu bagian di dirinya yang meragukan semua peristiwa tersebut.
Bagaimana bila Vione tak pernah menyelingkuhi Usher? Bagaimana bila keluarga Munest tak pernah merencanakan kudeta apa pun?
Setidaknya itu adalah dua pertanyaan yang kerap mengusik ketenangan Garth selama ini. Lantas semua diperparah dengan semua spekulasi yang berembus di antara kawanan. Jadilah matanya terbuka lebar dan semakin jelas melihat kenyataan, tak ada yang terjadi setelah Pengadilan Tinggi dilakukan. Seharusnya bila Vione memang selingkuh dan ada kudeta yang direncanakan maka pastilah akan terjadi respons setelah putusan dijatuhkan. Namun, hingga kini tak ada yang terjadi. Kawanan Frostholm tetap damai. Tidak ada hal buruk yang terjadi.
Bukan berarti Garth mengharapkan hal buruk terjadi pada Kawanan Frostholm. Sebaliknya, ia malah menyadari bahwa satu-satunya hal buruk yang terjadi adalah keberadaan Mireya di Istana.
Sayangnya tak ada yang bisa Garth lakukan bila itu berkenaan dengan Mireya. Ia hanya bisa patuh dan membiarkan semua seolah tak ada keanehan yang terjadi.
Sekarang yang bisa dilakukan Garth adalah memastikan kesalahan tidak berlanjut. Kemungkinan Vione tidak bersalah membuatnya jadi mengambil keputusan nekat. Ia mengabaikan larangan Usher dan diam-diam mengunjungi penjara bawah tanah. Tak sulit baginya untuk membungkam mulut para penjaga di sana, terlebih karena mereka pun merasakan persis seperti yang dirasakan olehnya.
Ini memang tak ubah seperti pembangkangan terselubung terhadap Usher. Namun, agaknya mereka tak peduli lagi berkat sikap semena-mena Usher belakangan ini.
Garth melirik cahaya purnama melalui ventilasi. Ia baru saja tiba di ruang kontrol setelah mengunjungi Vione. Para penjaga yang bertugas segera bangkit dari duduk dan menyambut kedatangannya dengan sopan.
"Aku ingin melihat rekaman kamera pengawas selama seminggu ini."
Seorang manusia serigala mengangguk. "Baik."
Garth tak menunggu lama. Lima menit berselang dan sekarang ia duduk di depan komputer. Dipegangnya tetikus, lalu pun mulai memeriksa video hasil rekaman kamera pengawas tersebut.
Napas tertahan di dada. Semua video diperiksa dengan teliti. Namun, Garth tidak menemukan apa yang dicarinya. Justru sebaliknya.
Garth menyipitkan mata. "Di mana video rekaman untuk tanggal 10 dari pukul satu sampai dua malam?"
"Apa, Beta? Rekaman tanggal 10 dari pukul satu sampai dua malam?" tanya penjaga pertama. Ia mendekat dengan tangan terulur, berniat untuk menunjuk. "Rekaman itu ada di—" Ucapannya terhenti. Ia melihat dengan lebih saksama dan Garth melihat padanya. "Seharusnya ada di sini."
"Seharusnya, tetapi nyatanya tidak ada."
Penjaga pertama bengong sejenak seolah ia butuh waktu untuk mencerna situasi. Lalu ia mengerjap dan wajahnya berubah panik. Ia berpaling dan memanggil rekannya. "Di mana video rekaman tanggal 10 dari pukul satu sampai dua malam?"
"Seharusnya ada di sini."
Garth memejamkan mata dan tangannya melepaskan tetikus. Kedua penjaga saling pandang dengan ekspresi takut, lalu segera mengambil alih tetikus dan mulai memeriksa. Namun, mereka tak menemukan video rekaman yang dimaksud.
"Maaf, Beta. Kami tidak tahu mengapa ada video rekaman kamera pengawas yang hilang. Kami bersalah, tetapi kami akan segera mencoba melakukan pemeriksaan. Kami akan segera menemukannya."
Garth membuang napas. "Lakukanlah semua yang bisa kalian lakukan walau sebenarnya aku ragu kalau kalian bisa menemukan kembali video rekaman itu."
Perasaan tak enak membuat kedua penjaga itu sama-sama meneguk ludah. Walau begitu mereka tetap berusaha. Keduanya segera berpindah pada komputer lain. Dibuka oleh mereka aplikasi induk dan keduanya memeriksa dengan teliti.
Garth menunggu. Ia berharap, tetapi firasatnya mengatakan bahwa itu adalah harapan kosong.
Firasat Garth terbukti benar. Kedua penjaga itu menghampirinya setelah nyaris satu jam berlalu. Mereka menundukkan wajah.
"Maaf, Beta. Video itu tidak ada."
Garth tak terkejut sama sekali. "Aku yakin bukan hanya video rekaman tangga 10 dari pukul satu hingga dua malam yang hilang."
"Apa maksudmu, Beta?" tanya penjaga kedua dengan wajah memucat. "Bukan hanya video rekaman ini yang hilang?"
Garth mengangguk. "Selain itu, aku punya kecenderungan kalau kalian tidak akan bisa melacak siapa yang menghapus video rekaman tersebut."
Para penjaga semakin tak bisa berkata-kata. Ketakutan membuat wajah mereka menjadi pucat. Keringat mulai muncul dan membasahi tubuh keduanya.
"Beta, kami—"
"Ini bukan salah kalian. Aku tahu kalian sudah menjaga penjara dengan sebaik mungkin," ujar Garth sembari bangkit dari duduk. Diembuskannya napas dengan tatapan yang masih tertuju pada layar komputer. "Sayangnya kalian menghadapi seseorang yang berada di luar kemampuan kalian."
"Apa maksudmu, Beta?"
"Apa maksudmu ada penyusup di penjara?"
Garth diam sejenak. Ia mengerti kekhawatiran mereka, tetapi anehnya firasatnya mengatakan hal sebaliknya. Lebih anehnya lagi adalah ia percaya dengan firasatnya ketika secara logika ia harusnya sudah mulai menyusun antisipasi. "Bukan, dia bukan penyusup."
"Lalu?"
Garth tidak menjawab.
*
Perasaan Vione jadi tak karuan. Ketidaktahuan itu membuatnya jadi gelisah. Ia tak tenang dan beragam pertanyaan terus berputar di dalam kepala. Kalau bukan Garth, lalu siapa?
Vione memejamkan mata dan menggeleng. Satu nama muncul, tetapi ia tepis sejauh mungkin. Bukan Usher, tidak mungkin dia.
Sayangnya ada bagian di diri Vione yang terus bersikeras meyakinkannya bahwa itu adalah perbuatan Usher. Dikatakannya bahwa selama ini adalah Usher yang selalu mengunjunginya secara diam-diam, pun ia juga yang kerap memberinya pakaian hangat, makanan kesukaan, dan obat-obatan khusus.
Vione bergulat dengan diri sendiri. Jiwa serigalanya terus bersikukuh dengan keyakinan itu sementara ia menolak untuk tenggelam dalam fatamorgana semu. Ia camkan dirinya sendiri bahwa ia semua yang dialaminya sekarang adalah karena Usher. Jadi, sangat mustahil Usher justru diam-diam memerhatikannya seperti itu.
Jiwa serigala Vione melolong sedih. Ia menangis dan Vione juga.
Walau begitu Vione menolak untuk fokus pada kesedihannya. Ia menyadarkan diri bahwa ada hal yang lebih penting ketimbang menangis, yaitu ia harus mengetahui siapa yang pengunjung misterius itu.
Vione menyusun rencana. Berbekal fakta bahwa pengunjung misterius itu selalu datang di malam hari maka ia putuskan untuk tidak tidur. Jadilah bermalam-malam ia memejamkan mata dengan indra yang siaga. Ia berpura-pura tidur dan berharap pengunjung misterius itu datang.
Rencana Vione tidak berjalan sesuai harapan. Bermalam-malam menunggu, tetapi pengunjung misterius itu tak datang. Ia nyaris putus asa hingga tibalah ia pada suatu malam yang terasa amat dingin.
Vione menduga saat itu hujan tengah mengguyur dengan lebat. Ia memang tak merasakan rintik air atau mendengar gelegar petir, tetapi dingin semakin menjadi-jadi sehingga ia menggigil.
Ada suara langkah terdengar ketika Vione nyaris tertidur. Jadilah ia bersiaga dan menajamkan indra. Ia menunggu, lalu langkah itu berhenti.
Vione berpura-pura dengan begitu alamiah. Ia persis seperti putri tidur yang tengah terlelap. Napasnya teratur dan wajahnya tampak damai. Lalu tiba-tiba saja ia bangkit secepat kilat.
Terdengar kesiap tertahan ketika Vione berhasil menangkap pergelangan tangan si pengunjung misterius. Ia mencoba untuk kabur, tetapi Vione dengan cerdik memanfaatkan jeruji besi sehingga tangan si pengunjung misterius menjadi terkunci.
"Vione."
Vione menyipitkan mata dengan geram. Bukan kegelapan yang membuatnya tak bisa melihat, melainkan si pengunjung misterius itu mengenakan masker dan jaket hoodie sehingga ia tak bisa mengenali wajahnya. Selain itu, disadarinya bahwa si pengunjung misterius mengubah suaranya. "Siapa kau?"
"Lepaskan aku, Vione."
Vione justru semakin mengunci tangan si pengunjung misteris. "Jawab pertanyaanku. Siapa kau?"
Mereka saling bersikeras. Tak ada yang mau mengalah di antara keduanya.
"Jangan harap aku akan melepaskanmu," ancam Vione penuh keteguhan. Ia sama sekali tak gentar. "Aku tak keberatan untuk terus menguncimu seperti ini sampai penjaga datang dan mengantarkan makanan untukku."
Si pengunjung misterius menggertakkan rahang. "Kuyakin kau tak akan melakukan itu, Vione."
"Kau ingin melihat buktinya? Aku tak jadi masalah."
Si pengunjung misterius diam. Begitu pula dengan Vione. Mereka saling menyerang dan sasaran keduanya adalah keteguhan masing-masing.
Waktu berlalu. Vione bisa melihat kegelisahan di mata si pengunjung misterius dan—tunggu!
Si pengunjung misterius buru-buru berpaling. Dihindarinya tatapan Vione dan ia berkata.
"Aku yakin, kita berdua akan mendapat masalah kalau kau tak melepaskanku."
Vione mendengkus. "Apa peduliku? Hidupku tak bisa lebih parah lagi daripada ini."
"Vione, kau—"
"Sebaliknya, kau pasti tak ingin ketahuan bukan?"
Tubuh si pengunjung misterius menegang. "Lepaskan aku."
"Aku pasti akan melepaskanmu, tetapi nanti," ujar Vione sembari berusaha untuk mencari celah sehingga bisa kembali menatap mata si pengunjung misterius. Namun, si pengunjung misterius terus menghindar. "Sebelum itu, katakan padaku. Siapa kau?"
Si pengunjung misterius diam.
Vione tak menyerah. "Mengapa kau mengunjungiku selama ini? Apa tujuanmu sebenarnya?"
Si pengunjung misterius masih tak menjawab.
Vione mengernyit dengan satu kemungkinan yang akhirnya ia suarakan. "Apakah aku mengenalmu?"
"Tidak."
Jawaban cepat itu justru memberikan indikasi sebaliknya untuk Vione. Ditambah pula dengan kenyataan bahwa si pengunjung misterius memiliki penampilan yang tak asing. Jadilah matanya membesar dan tubuhnya meremang. Reaksi spontan itu dirasakan jelas oleh si pengunjung misterius sehingga ia berpaling secara tanpa sadar.
"Itu kau."
Si pengunjung misterius menggeleng. "Vione."
"Itu kau," ulang Vione dengan suara bergetar. Bibirnya sontak memucat dan terasa kering. "Itu kau. Kau yang selalu mendatangiku di Istana." Ia syok dan amat terguncang. "Siapa kau? Mengapa kau melakukan ini padaku?!"
Ingin rasanya Vione melepaskan hoodie itu dan menarik maskernya, tetapi bila ia melakukannya maka ia harus melepaskan kunciannya. Ia tak bisa mengambil risiko sebesar itu. Ia tak ingin kehilangan kesempatan menangkap orang yang menjadi penyebab semua malapetaka yang menimpanya dan keluarganya.
Jadilah Vione hanya bisa mengamuk. Ia menghentakkan si pengunjung misterius berulang kali. Geramannya menggema sehingga membuat si pengunjung misterius menjadi panik.
"Vione." Si pengunjung misterius tak ingin mengambil risiko. Geraman Vione bisa saja menarik perhatian para penjaga. Jadilah ia singkirkan niatan untuk melepaskan diri dari kuncian Vione. Sebaliknya, ia malah menenangkan Vione. "Vione, tenanglah. Kau bisa membuat para penjaga datang ke sini."
Vione terus mengamuk. "Aku tak peduli."
"Kau tak peduli, tetapi aku peduli. Aku tak ingin kau lebih menderita lagi karena aku."
Amukan Vione berhenti. Si pengunjung misterius memejamkan mata dengan dramatis, agaknya merutuki diri sendiri karena tak seharusnya mengatakan itu.
Hening sesaat. Vione dan si pengunjung misterius seolah butuh waktu untuk menenangkan diri masing-masing.
Vione menarik napas. Lalu diciumnya aroma familer yang membuatnya jadi menahan udara di dada. Paru-parunya bergemuruh. Jiwa serigalanya mendadak saja terbangun. "Siapa kau sebenarnya?"
"Maafkan aku, Vione," jawab si pengunjung misterius dengan suara lemah, seolah benar-benar tak berdaya. "Aku tak bisa memberi tahumu."
Ada getir yang mendadak hadir di pangkal tenggorokan Vione. Jiwa serigalanya meraung. Sebisa mungkin, ia mencoba untuk bertahan. "Mengapa kau melakukan ini semua? Mengapa kau mendatangiku di Istana? Mengapa kau mendatangi orang tuaku?"
Si pengunjung misterius kembali memejamkan mata. Dicobanya untuk menyembunyikan gejolak yang tengah memporakporandakan dirinya di dalam sana. Namun, Vione bisa melihatnya walau hanya sekejapan mata.
Ada kebingungan, kemarahan, penyesalan, dan juga harapan. Semua bergumul sehingga Vione tertegun dengan satu kemungkinan yang kembali ia coba tepis. Tidak mungkin.
"Aku bersalah, Vione. Aku berdosa padamu, tetapi aku sama sekali tak berniat untuk menyakitimu. Aku bersumpah," ujar si pengunjung misterius dengan napas terengah. Dicobanya untuk terus menahan gemuruh di dada. "Maafkan aku."
Vione menggeleng. Tanpa sadar, air mata pun menetes di pipinya. "Apa kau sadar dengan yang telah kau lakukan padaku selama ini?"
Air mata Vione membuat si pengunjung misterius tersentak. Ia yang semula berusaha melepaskan tangan dari kuncian Vione malah jadi balik menyentuh dengan lembut. Diusapnya tangan Vione dengan ibu jarinya.
"Ssst. Jangan menangis, Vione. Kumohon."
Vione mengatupkan mulut rapat-rapat. Dicobanya untuk menahan air mata, tetapi kesedihan dan kemarahan itu mengguncangnya dengan amat nyata. Tubuhnya bergetar dan ia menuding. "Kau kejam sekali padaku. Apa salahku sehingga kau melakukan ini semua? Apa kau tahu? Karena perbuatanmu itu, aku direndahkan oleh semua orang! Orang-orang menuduhku pengkhianat. Aku dituduh menyelingkuhi Usher."
Usapan ibu jari itu berhenti seketika. Si pengunjung misterius meremas jemari Vione, lalu berkata. "Kau tak pernah menyelingkuhiku, Vione."
Ada sesuatu yang janggal. Vione dan si pengunjung misterius itu jelas sama-sama menyadarinya.
"Apa kau bilang?"
Si pengunjung misterius menggeleng. "Tidak, Vione."
"Apa?" desak Vione sembari menarik tangan si pengunjung misterius. Jadilah mereka tak terpisah jarak, hanya jeruji besi yang menjadi pembatas. "Apa yang kau katakan barusan? Kau tak pernah menyelingkuhiku? Apa maksudmu?"
Si pengunjung misterius kembali menggeleng. Lalu diubahnya topik pembicaraan. "Maafkan aku, Vione. Sepertinya aku harus pergi sekarang."
"Tidak," ujar Vione berusaha untuk terus memerangkap si pengunjung misterius. Namun, kunciannya telah terlepas. "Kau tidak bisa pergi begitu saja tanpa menjawab pertanyaanku. Mengapa kau melakukan ini semua padaku? Mengapa kau membuatku menjadi tertuduh, tetapi kau juga memerhatikanku? Lalu, siapa kau sehingga kau mengatakan kalau aku tak pernah menyelingkuhimu?"
Si pengunjung misterius mengatupkan mulut rapat-rapat, upaya agar dirinya tak lagi mengatakan hal yang tak seharusnya. "Maafkan aku, Vione," pintanya dengan nada penuh harap. Ia menarik tangannya dari genggaman Vione dan lantas menangkup pipi Vione. Ibu jarinya mengusap dengan lembut. "Aku berjanji, semuanya akan berakhir. Jadi, selama itu kuharap kau menjaga dirimu dengan sebaik mungkin."
Vione membeku. Ia tak lagi berusaha mempertahankan si pengunjung misterius. Sebaliknya, ia malah bergeming dengan tubuh kaku total.
"Aku pergi."
Si pengunjung misterius pergi. Tinggallah Vione seorang diri.
Penjara bawah tanah kembali seperti biasanya. Hening dan sunyi. Seolah tak ada kehidupan.
Vione masih berdiri di depan jeruji besi. Ia tak bergerak sama sekali hingga akhirnya tubuhnya jatuh terduduk di lantai berbatu itu.
Jemari Vione meremas jeruji besi. Ia menggigit bibir bawah dan jiwa serigalanya meraung-raung di dalam sana. Tidak. Itu tidak mungkin.
Vione memejamkan mata. Ia berusaha menepis kemungkinan itu, tetapi kali ini hati dan logikanya kompak menyuarakan hal yang sama.
Hanya Usher. Hanya Usher yang membelai lembut dengan ibu jari. Itu kebiasaan Usher.
*
bersambung ....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top