Clawless Luna 13
"Alpha, lebih baik kita pergi."
Sesaat, Usher seperti tak mendengar suara Garth. Di telinganya hanya ada cacian dan sumpah serapah Vione. Dilihatnya Vione mengamuk dengan cara menghentak jeruji besi berulang kali seolah berusaha untuk merobohkannya.
Usher bergeming. Tak pernah sebelumnya ia melihat Vione memberontak sedemikian rupa. Vione terlihat benar-benar marah dan bersiap untuk meluapkan semua dendam yang dirasakannya.
"Kau harus bertanggungjawab untuk kematian kedua orangtuaku, Usher. Kau benar-benar tak punya hati. Kau kejam!"
Jeritan Vione menggema. Suaranya memantul-mantul di dinding penjara dan menyiarkan perih tak terkira ke mana-mana. Ia meraung, diluapkannya semua sumpah serapah yang ditahannya selama berhari-hari.
Vione benar-benar menderita. Matanya memerah, ia sorotkan beragam emosi yang sebelumnya tak pernah Usher lihat. Di sana ada kemarahan, kebencian, dan juga kesedihan. Ada luka yang menganga dan Usher tahu pasti siapa penyebabnya.
"Vi-Vione."
Vione semakin mengamuk. Dihentakkannya jeruji besi tanpa memedulikan lecet yang mulai menggores telapak tangan. Ia abaikan darah yang mulai merembes dan dihujatnya Usher tanpa merasa takut sama sekali.
"Aku akan membunuhmu, Usher. Camkan perkataanku, aku pasti akan membunuhmu!"
Gelegar bentakan Vione menyentak Usher. Ia mengerjap dan kekosongan yang sempat menguasainya sirna sudah, tergantikan percikan emosi yang serupa.
"Kau sungguh berani, Vione. Kau berani mengancam alphamu sendiri."
Vione tambah meradang. "Kau bukan alphaku. Kau adalah pria serigala paling bajingan yang pernah kukenal. Kau tak punya hati!"
Ucapan Vione menghadirkan gelegak di sepanjang pembuluh darah Usher. Napasnya berubah jadi berat dan ia menggeram.
Namun, Garth bertindak di waktu yang tepat. Ia buyarkan kemarahan Usher dan kali ini benar-benar mengajaknya untuk pergi dari sana.
"Alpha, malam kian larut. Sebaiknya kita pulang agar kau bisa beristirahat."
Usher tak langsung beranjak. Dilihatnya Vione dengan penuh geram, lalu berucap. "Kau tahu, Vione? Aku benar-benar menyesal menjengukmu."
Vione tak peduli. Ia terus saja mengamuk hingga Usher pun pergi dari sana dengan wajah memerah menahan amarah. Seumur hidup, ia tak pernah dikatai dengan kata-kata kasar seperti itu. Barulah Vione yang mengatai dirinya demikian dan jadilah wajar bila ia merasa butuh penenang. Emosinya benar-benar menggelegak dan ada satu nama yang terbersit di benaknya, satu nama yang dijaminnya bisa menenangkan kemarahannya.
Garth melajukan mobil. Mereka meninggalkan kawasan penjara bawah tanah. Pada saat itulah Usher memberi perintah.
"Kita pergi ke rumah Mireya."
Garth melirik pada spion dalam, merasa tak yakin. "Alpha, kupikir sebaiknya kau—"
"Aku ingin bertemu Mireya."
Garth tak bisa membantah. Jadilah ia mengangguk. "Baik, Alpha."
*
Nyaris satu bulan berlalu tanpa bertemu, persis seperti yang dikehendaki Mireya waktu itu, di hari ia, Usher, dan Jemma terlibat pembicaraan yang tidak mengenakkan seputar kawanan. Sejak itu diputuskannya untuk benar-benar tidak menemui Usher, bahkan sekadar berhubungan via ponsel pun tidak. Ia sungguh memegang teguh keputusannya sehingga setiap kali Usher menghubunginya, entah itu menelepon atau sekadar mengirim pesan, ia mengabaikannya.
Mireya ingin menunjukkan pada Usher bahwa ia benar-benar serius. Keinginannya untuk menjadi pasangan dan luna Usher tidak bisa diganggu gugat. Ia harus mendapatkan posisi itu atau Usher tak bisa memiliki ia dan anak mereka.
Sekilas, itu adalah ancaman yang bagus. Mireya yang meyakini seratus persen bahwa Usher cinta mati padanya merasa penuh percaya diri. Dijaminnya Usher pasti tak berkutik dan akan memohon-mohon padanya. Namun, yang terjadi tidak demikian.
"Ini pasti gara-gara Jemma sialan. Dia datang di waktu yang tepat dan membuat Usher menjadi ragu," ujar Mireya sambil bangkit dari duduk. Ia merenung dengan satu tangan berkacak di pinggang dan tangan lain memegang dada. "Apakah itu artinya aku harus mengubah rencanaku? Bisa-bisa Jemma dan Ayla memanfaatkan keadaan kalau aku menyingkir dari kehidupan Usher."
Kebimbangan membuat Mireya pusing. Dahi mengerut dan dilihatnya ponsel yang tergeletak di atas meja. Kata hati dan logikanya berperang, haruskah ia mengalah?
Mireya memejamkan mata sembari membuang napas. Enggan, tetapi pada akhirnya diputuskannya untuk tak mengambil risiko. Selalu bersama dengan Usher saja tak lantas membuat rencananya berjalan dengan mudah, apalagi sebaliknya.
Mireya beranjak. Tangan terulur. Ingin ia raih ponsel, tetapi mendadak ia mendengar suara halus mesin mobil di luar rumah.
Usher.
Tebakan Mireya terbukti benar. Ia hanya perlu menunggu beberapa detik yang tak seberapa dan Usher pun berdiri di hadapannya dengan wajah memelas.
"Oh, Mireya. Aku benar-benar merindukanmu."
Langsung saja Usher menarik Mireya ke dalam pelukannya. Dihirupnya aroma wangi rambut Mireya. Diresapinya sensasi hangat tubuh Mireya. Ia sudahi dahaga yang membuatnya kelabakan karena kerinduan selama ini.
Di lain pihak, Mireya tersenyum dalam pelukan Usher. Diembuskannya napas lega dan ia menyadari sesuatu, ternyata rencananya tak gagal.
Walau begitu Mireya mengingatkan dirinya untuk tak gegabah. Ia belum mengetahui pasti alasan Usher menemui. Dirasanya pastilah bukan hanya karena rindu, tetapi ia tak yakin kalau Usher akan menyingkirkan Ayla seperti keinginannya setelah perdebatan dengan Jemma.
"Aku juga merindukanmu, Usher." Mireya pasang sikap manja. Disumpalnya ego Usher dengan berpura-pura merasakan kerinduan yang serupa. Ia balas memeluk Usher dan berbisik. "Kupikir, aku akan mati karena menahan rindu padamu."
Usher merasa hatinya seperti diiris-iris. Jadilah ia lepaskan pelukan dan sekarang diraihnya wajah Mireya. Ia mencium bibir Mireya dengan amat menggebu. Ia melumat dan kembali, Mireya membalas dengan hal serupa.
Ciuman dengan cepat menyublim menjadi sentuhan panas yang menggairahkan. Tubuh Usher memanas dan hasratnya bangkit. Jadilah ia dekap Mireya erat-erat, lalu mendesaknya hingga mereka terjatuh ke sofa.
Usher melucuti pakaian Mireya dengan cepat. Dienyahkannya setiap penghalang dan mereka pun menyatu.
Sesaat berlalu, Usher terengah-engah bermandikan keringat. Di pelukannya, Mireya memejamkan mata dengan keadaan yang tak berbeda jauh dengannya. Rambut berantakan dan tubuh mulus Mireya penuh dengan tanda cinta darinya.
"Kau kejam sekali padaku, Mireya. Aku meneleponmu. Aku mengirimimu pesan. Semuanya kau abaikan."
Mireya menggeliat dan mencari posisi yang nyaman dalam pelukan Usher. "Aku tidak bermaksud begitu, Usher, tetapi aku tidak ingin membuat posisimu semakin sulit. Aku tahu, kau pasti dilema dengan permintaanku dan juga perkataan Jemma."
Usher membuang napas panjang, lalu mengangguk samar. "Aku benar-benar tidak tahu apa yang harus kulakukan. Sejujurnya, Mireya, aku sama sekali tidak memedulikan Kawanan. Satu-satunya yang kupedulikan adalah kau. Lagi pula kau tahu, saat petisi itu datang ke Istana, aku langsung mengurusnya. Itu adalah bukti nyata kalau aku lebih memilihmu di antara semua."
"Aku tahu." Mireya sedikit bangkit. Ia bertahan di dada Usher dan menatapnya dengan senyum. "Maafkan aku karena meluapkan emosi padamu waktu itu. Mungkin itu pengaruh hormon. Aku sedang hamil muda."
Sontak Usher melirik sekilas pada perut Mireya yang masih ramping. Dalam beberapa bulan ke depan, perut itu akan membuncit. Bayi mereka akan terus berkembang dan tak lama kemudian ia pun akan hadir di dunia.
Usher tersenyum lebar dalam bayangan indah yang mengisi benaknya. Jadilah ia mengangkat tangan dan menangkup wajah Mireya. Ibu jarinya mengelus pipi Mireya sambil berucap.
"Seharusnya aku yang meminta maaf padamu. Tak sepatutnya aku melakukan hal yang bisa mengacaukan emosimu. Aku harus lebih memerhatikan keadaanmu dan bayi kita."
Mireya mengangguk. "Untuk itu, Usher. Aku pun akan mengalah. Aku tak ingin mendesakmu. Satu-satunya yang kuinginkan sekarang adalah tetap bersama tak peduli dengan apa yang terjadi."
Senyum di wajah Usher terjeda. "Mireya, kau tak bermaksud untuk—"
"Akan kulupakan soal luna, Usher. Aku hanya ingin bersamamu. Aku tak peduli orang akan menganggapku apa, asalkan bersamamu maka aku tak apa-apa."
Usher tertegun dengan rasa bersalah. Keikhlasan yang terpancar di mata Mireya membuat jantungnya seperti diremas-remas. "Mireya, aku—"
Mireya memutus ucapan Usher dengan kecupan di bibir. "Aku mencintaimu, Usher. Apa pun akan aku lakukan untukmu. Semua akan kukorbankan. Bahkan aku tak peduli dengan harga diri," lanjutnya sambil terus tersenyum. Ditatapnya Usher dengan sorot penuh teduh. "Aku tak masalah bila terus direndahkan oleh orang-orang. Fakta kalau kau mencintaiku lebih penting dari itu."
Usher tak bisa berkata-kata. Mireya berhasil membuatnya tak berkutik. Ia terhimpit oleh rasa bersalah yang semakin menjadi-jadi.
Harga diri dan ego Usher terbanting ke dasar terdalam. Ia adalah seorang alpha, tetapi inilah yang terjadi pada Mireya, wanita yang dicintainya. Bukan hanya ia tak bisa memberikan penghormatan yang semestinya Mireya dapatkan, ia juga mendapati pemakluman Mireya.
Usher tertampar. Ia merasa malu dan rendah. Dirasanya ia tak berguna apa-apa, bahkan sekadar untuk memberikan posisi yang layak untuk Mireya.
"Maafkan aku, Mireya."
Mireya menggeleng dalam senyum. "Tak apa, Usher. Aku mengerti."
"Aku tahu kau mengerti keadaanku, tetapi aku tidak bisa membiarkan ini berlarut-larut," ujar Usher seraya memaku tatapan Mireya dengan sorot keseriusan. Jadilah Mireya mengerutkan dahi, mengirimkan sinyal rasa ingin tahu. "Aku akan membawamu untuk tinggal di Istana malam ini juga."
Bola mata Mireya membesar. "U-Usher."
"Persetan dengan Ayla atau Upacara Suci untuk memberkatimu. Aku tak peduli dengan itu semua. Terserah orang akan menganggapmu luna atau tidak, tetapi yang pasti kau adalah pasangan dan lunaku. Aku mencintaimu dan akan membahagiakanmu."
Mata Mireya memerah. Panas hadir dan tak lama matanya pun berkaca-kaca. "Oh, Usher."
"Maafkan aku karena membuatmu menunggu selama ini, Mireya. Sekarang waktunya untukmu bahagia bersamaku di Istana."
Ucapan bukan sekadar ucapan. Sebagai seorang alpha yang selalu memegang kata-kata, Usher membuktikan perkataannya. Dimulai dari malam itu, ia memboyong Mireya ke Istana. Disuruhnya pelayan untuk menyiapkan satu kamar baru dan khusus untuk Mireya. Ia perintahkan untuk menghiasi kamar itu dengan kemewahan tiada tara, termasuk dengan menyiapkan semua kebutuhan Mireya tanpa ada kurang satu pun.
Mireya bahagia. Perlakuan Usher membuatnya melupakan semua gundah selama sebulan belakangan.
Demikian pula dengan Usher. Keberadaan Mireya di Istana membuat dirinya jadi lebih tenang dan terkontrol. Emosinya terjaga dan yang pastinya, ia selalu merasa bahagia. Nyatanya walau Mireya memiliki kamar sendiri, itu hanyalah untuk menyimpan barang-barang pribadi. Mireya selalu menghabiskan malam bersamanya di kamar sang alpha. Mereka bercengkerama dan bercinta tanpa memedulikan apa-apa, termasuk dengan respons para kawanan.
Tak butuh waktu lama untuk berita itu berembus ke dunia luar. Semua orang telah mengetahuinya dan tentu saja hal tersebut menjadi topik hangat selama berhari-hari. Semua orang membicarakannya, termasuk Jemma dan Ayla.
Sayangnya tak ada yang bisa dilakukan oleh Jemma dan Ayla. Mereka tak bisa datang ke Istana dan menyuruh Usher untuk mengusir Mireya. Sekalipun membawa wanita simpanan untuk tinggal di Istana adalah hal tak pantas, mereka pun tak bisa berbuat apa-apa. Tak ada undang-undang di Kitab Peraturan yang melarang secara tegas tindakan tersebut. Lagi pula agaknya para leluhur terdahulu sama-sama yakin bahwa undang-undang itu tak diperlukan. Sebabnya adalah mustahil sekali alpha menyelingkuhi luna, terlebih lagi secara terang-terangan.
Untuk itu Jemma dan Ayla mencoba untuk bersabar. Mereka tenangkan hati dengan keyakinan pasti bahwa sampai kapan pun Mireya tak akan bisa menjadi luna. Bahkan bila Usher mengeluarkan mandat, itu tak akan berarti apa-apa. Di mata para kawanan, Mireya benar-benar tak memiliki kapasitas untuk menjadi seorang luna.
Sayangnya Mireya pun sudah tak memedulikan hal semacam itu. Sekarang ia abaikan status dan pengakuan para kawanan. Nyatanya adalah ia yang berada di sisi Usher. Mau mereka mengakui atau tidak, ia tak ubah seorang luna. Ia memiliki kuasa dan semua orang diwajibkan patuh padanya.
Mireya berada di atas angin. Ia jemawa dan jadilah ia lalui hari-hari dengan penuh rasa bahagia, terlebih lagi ketika kandungannya mulai mendekati detik-detik persalinan.
Istana bersiaga. Usher memerintahkan Garth untuk menyiapkan segala tanpa terkecuali. Dokter terbaik dipersiapkan dan ia tak pernah beranjak sedetik pun dari sisi Mireya.
Usher mendampingi Mireya. Ditabahkannya Mireya ketika proses melahirkan menciptakan rasa sakit yang teramat sangat. Ia ucapkan berbagai kata penenang dan lalu tangis bayi pecah menghadirkan kebahagiaan.
Bayi laki-laki itu sehat dan montok. Wajahnya tampan dan memberikan jaminan bahwa siapa pun yang melihatnya pasti akan jatuh cinta. Semua orang pasti akan menyayanginya. Namun, terkecuali untuk Ayla.
Sudah sepatutnya Ayla datang ke Istana hari itu. Kabar bahwa Mireya akan melahirkan telah sampai di telinganya. Jadilah ia bersiap dan mengenakan mantel mengingat akhir-akhir ini angin bertiup dengan lebih kencang.
Ayla melihat langit, lalu dahinya mengerut. Musim panas baru saja datang, tetapi cuaca belakangan ini tak ubah seperti musim gugur atau dingin. Langit kelam dan anginnya terasa membekukan tubuh. Jadilah itu menghadirkan perasaan tak enak untuknya.
Kedatangan Ayla disambut hormat oleh semua penghuni Istana. Ia segera dibawa menuju ke kamar Mireya.
Mireya duduk bersandarkan kepala tempat tidur. Di dekatnya, ada Usher yang menggendong bayi mereka.
"Ayla," ujar Usher dengan penuh semangat. Ia bangkit dan menghampiri Ayla. "Perkenalkan putraku, Philip Thorne. Kuharap kau bisa mendoakannya."
Ayla memaksa diri untuk tersenyum. Sekalipun ia tak terima dengan keberadaan Miyera, itu tak berarti ia boleh mengabaikan Philip. Lagi pula telah menjadi tugasnya untuk mendoakan dan memberkati setiap kelahiran manusia serigala.
Jadilah Ayla membuang napas. Diulurkannya tangan dan Philip berpindah dalam gendongannya. Ia menunduk, lalu menyapa bayi itu.
"Halo, Philip. Selamat datang di Kawanan Frostholm. Kuharap kau a—"
Ucapan Ayla terputus. Senyum di wajahnya menghilang. Udara yang terhirup olehnya tercekat di pangkal tenggorokan.
Usher mengerutkan dahi. Sikap Ayla tampak tak biasa. "Ayla, ada apa?"
Ayla membeku. Tiba-tiba saja keringat timbul di dahi dan membasahi wajahnya. Ia gemetaran dan bibirnya berubah pucat.
"Tidak. Dewi Bulan, kumohon."
Mireya menegapkan punggung. "Usher, ada apa dengan Ayla?"
Usher tak bisa menjawab. Jadilah ia menggeleng dan kembali bertanya pada Ayla. "Ayla, jawab pertanyaanku. Ada apa? Kau jangan membuatku cemas."
"A-A-Alpha," lirih Ayla dengan napas putus-putus. Ditatapnya Usher dengan ketakutan yang teramat sangat. Bahkan tanpa sadar, ia mulai meneteskan air mata. "Malapetaka. Bencana besar akan menimpa Kawanan Frostholm."
Usher tertegun dengan rasa syok. "Malapetaka?"
Ayla mengangguk, lalu melihat Philip. "Bayi ini akan membawa malapetaka untuk Kawanan Frostholm."
*
bersambung ....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top