25 : Sacrifice

Semuanya masih terasa sangat tak nyata. Taylor memejamkan mata sebelum mendorong Harry agar menjauh darinya. Gadis itu mundur beberapa langkah dan menatap Harry lekat.

"Seharusnya kau sudah pergi dari sini, kan?" Taylor bertanya, tersenyum tipis.

Harry menggeleng dan merengkuh pundak gadis itu. "Taylor, kenapa kau tak bilang apapun padaku tentang semua ini?! Kenapa kau diam saja?! Kenapa kau—,"

"Kau yang bertugas menginterogasi Jafar, kan?"

Pemuda itu diam dan Taylor memejamkan mata sebelum melanjutkan, "Jafar mengatakan semua itu pada ketua Black Snake tepat sesaat sebelum dia dibunuh. Semua orang yang berpotensi membeberkan rahasia Black Snake akan dibunuh."

Senyuman tipis muncul di bibir gadis itu. Iris birunya menatap Harry, tampak sedikit berair. "Nyatanya, Dad terlibat dengan mereka. Aku merasa bersalah karena telah percaya jika Uncle Yaser tega melakukan semua itu kepada Dad, ketika nyatanya, memang Dad bersalah meski, dia tak mau mengakuinya."

"Taylor, aku—,"

"Kau bisa pergi sekarang, Harry. Aku akan baik-baik saja. Aku jamin." Taylor berkata menekankan tiap kata yang diucapkannya namun, Harry menggelengkan kepala cepat.

"Go with me. Run away from here."

Taylor menggeleng. "Jika kau mengajakku pergi satu atau dua tahun lalu, mungkin aku akan langsung mengiyakan. Tapi sekarang tidak semudah itu. Aku tak bisa pergi, kemanapun. Gerakanku terbatas." Taylor menahan napas dan menghelanya perlahan, "Pergilah, Harry."

"Aku tak akan pergi tanpamu." Harry bersikeras.

"Kau akan mempersulit semuanya. Bukankah kau yang memintaku untuk menjauhimu? Bahkan belum lama kau mengatakan hal itu."

Harry menggeleng. "Itu sebelum aku tahu jika kau—,"

"Aku terlibat dengan Black Snake?" Taylor mengangkat satu alis dan tersenyum tipis. "Aku baik, Harry. Kau juga baik. Lakukan apa yang seharusnya kau kerjakan. Aku akan mendukungmu seratus persen karena aku tahu, kau orang baik."

"Taylor, mana bisa—,"

Taylor menyentakkan pelan tangan Harry dari pundaknya sebelum secara bergantian, merengkuh pundak Harry. Menekannya cukup kuat sambil berkata, "Lakukan apa yang terbaik. Aku percaya padamu."

"Mereka akan membunuhmu karena semua ini! Taylor, ayolah! Jangan keras kepala! Pergi bersamaku sebelum semuanya terlambat!" Harry memaksa, berkata cukup keras.

Lagi, Taylor menggeleng lemah. "Aku tak bisa. Aku tak bisa melakukannya."

Gadis itu menatap dalam Harry dan suaranya kembali terdengar dalam pikiran Harry.

Mereka mengawasiku 24 jam. Aku tak bisa memberimu banyak informasi secara lisan. Aku tahu kau mendengarku. Jafar memberitahuku, tapi dia tak memberitahu anggota Black Snake lain tentang kemampuanmu membaca pikiran.

Harry menelan saliva mendengar semua itu. Jafar...mengatakan semua itu kepada Taylor, tapi tidak dengan anggota Black Snake lainnya.

Mereka memasang alat penyadap pada tubuhku dan aku tak tahu di mana letaknya. Aku tak bisa berkata banyak. Tapi markas utama mereka berada tepat di Gedung Silver. Basement.

Senyuman tipis muncul lagi di bibir Taylor. Gadis itu menggerakkan tangannya mengelus pipi Harry. "Aku sangat merindukanmu."

Kau bahkan tak tahu apa saja yang kulalui hanya untuk menghapus rasa rinduku. Tapi semuanya gagal. Aku masih merindukanmu. Aku senang bertemu denganmu sebelum menghadapi mereka yang akan menemukanku secepatnya dan mungkin, aku akan bernasib sama dengan Jafar.

Tubuh Harry bergetar mendengar pengakuan Taylor tersebut. Pemuda itu memejamkan mata sebelum menarik kembali Taylor ke dalam dekapannya. Kali ini, Harry benar-benar mendekapnya erat. Wajah pemuda itu memerah, mencoba menahan semua rasa yang ada dalam dirinya.

Harry menyandarkan dagunya pada pundak Taylor.

Jangan hiraukan aku. Kumohon, hentikan semua kegiatan Black Snake. Selain memperjual-belikan obat-obatan terlarang, mereka juga memperjual-belikan manusia. Banyak anak kecil yang tak bersalah mereka kurung di gudang. Kumohon, selamatkan mereka.

Harry memejamkan mata mendengar pikiran penuh harap Taylor tersebur. Harry mempererat pelukannya. "Aku jauh lebih merindukanmu."

*****

"Harry? Kau bisa mendengar suaraku?"

Perlahan namun pasti, Harry Styles membuka kelopak matanya dan mendapati Mark dan Liam yang berada di sekelilingnya. Buru-buru, Harry bangkit dari posisi dan menatap kedua temannya dengan panik.

"Apa yang—,"

"Taylor memukul punggungmu keras dengan sesuatu dan kau pingsan." Liam menjelaskan dan mata Harry melotot.

"Kenapa dia melakukan hal itu? Kau bercanda?" Harry menggeleng tak percaya.

Liam menghela napas. "Setidaknya, jika dia tak memukulmu, kau akan terus mengikutinya dan kita akan terlalu mudah menemukan markas Black Snake. She plays so good. Dia sudah menjadi anggota Black Snake dan tak ada bedanya dengan Jafar."

Harry terdiam dan Liam lanjut berkata, "Sudah kukatakan sejak awal. Aku tak menyukainya. Aku sengaja meminta nomor ponselnya dan menggunakan kedekatannya denganmu untuk menyelidiki."

"Jika kau tak tahu apa-apa, lebih baik kau diam, Payne dan di mana Taylor?"

Liam terdiam sejenak sebelum menyeringai dan bangkit berdiri. "Terserah kau saja, Styles. Aku lelah mengikuti dan menurutimu. Sekarang, urus masalahmu sendiri."

Kemudian, Liam melangkah pergi dan meninggalkan Harry hanya bersama Mark. Mark menepuk pundak Harry. "Kau tahu dia sedang sensitif, kan?"

Harry menggeleng. "Bukan itu saja. Tapi dia selalu melarangku bersama dengan Taylor."

"Dia selalu bilang, dia sudah menganggapmu sebagai adiknya. Dia sangat menyayangimu dan aku yakin, dia punya alasan jelas kenapa dia melarangmu dan Taylor bersama."

Harry mengangguk. "Aku tahu, tapi dia tak punya hak menilai seseorang begitu saja. Aku jauh lebih tahu Taylor daripada dia."

Harry menundukkan kepala dan menatap Mark lemas. "Di mana Taylor?"

Mark diam sejenak sebelum menggeleng. "Kau berbicara lama dengannya dan kami memutuskan untuk memeriksa keadaan. Tapi yang kami temukan hanya kau yang berbaring menyandar pada pintu, tak sadarkan diri. Tak ada Taylor di ruangannya."

Pemuda berambut kecokelatan itu bangkit dari posisi duduknya, berdiri tegap seraya mengulurkan tangan di hadapan Mark yang tadi berjongkok menghadapnya. Mark meraih uluran tangan Harry dan ikut bangkit berdiri.

"Apa yang akan kau lakukan sekarang?"

"Aku akan melapor ke pusat untuk segera dibuatkan surat tugas penyergapan. Aku tahu di mana markas mereka yang sekarang."

*****

"Aku tak memberitahu apapun!"

Taylor membentak pria bertubuh tegap yang berdiri di hadapannya. Gadis itu menatap si pria dengan mata berair. Tubuhnya benar-benar diikat di kursi kayu oleh pria itu.

"Taylor, Taylor dan Taylor. Jangan berbohong, Cantik. Kita bahkan sudah tahu jelas jika Harry dapat membaca pikiran dan dia menyentuhmu berulang kali. Kau pikir, aku bodoh dan tak menyadari hal itu, hah?!" Pria itu mencengkram dagu Taylor, membuat gadis itu meringis kesakitan.

Tak lama, si pria menjauhkan tangannya dari dagu gadis itu. "Kau dan Ayahmu. Sama-sama tak berguna. Swift memang tak berguna."

"Beraninya kau menghina keluargaku!" Taylor membentak.

Si pria tersenyum sinis. "Memang keluargamu hina, bukan?"

Kali ini, Taylor memilih untuk diam meski, amarahnya sudah sangat menggebu-gebu.

"Jika bukan karena Sean, sudah pasti aku akan mengirimmu ke neraka. Saat ini juga."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top