20 : Message

"Taylooorrrr! Kenapa diam saja? Come on! Beri kami rincian tentang kencanmu dengan Mr. O'Pry!"

Taylor memutar bola mata mendengar rengekkan rekan-rekan satu divisinya yang sedari Taylor sampai di kantor sudah dibombardir oleh mereka. Lebih tepatnya oleh Megan dan juga Stephanie yang merupakan rekan kantor paling dekat dengannya.

"Sungguh, aku masih tak mengerti dengan apa yang terjadi denganmu. Kau tahu sendiri siapa itu Sean O'Pry. Jika dia ikut casting, mungkin dia akan langsung terpilih untuk memainkan sosok Christian Grey di Fifty Shades of Grey karena tanpa akting-pun, sikapnya beda tipis dengan Grey!" Ucap Megan didukung oleh anggukkan kepala Stephanie.

Taylor terkekeh geli mendengar pikiran bodoh kedua rekan kerjanya. Taylor akhirnya memutuskan untuk berhenti mengerjakan tugas rutin dan memutar kursi, menghadap dua gadis yang benar-benar sudah sangat penasaran dengan kencan Taylor dan Sean—meski sungguh, itu bukan kencan.

Megan tersenyum lebar dan berbisik cukup keras, "Mr. O'Pry tengah meeting di luar. Setelah makan siang akan kembali. Kau bisa menceritakan apapun, Taylor."

"Aku. Tidak. Berkencan. Dengan. Mr. O'Pry."

Taylor menekankan tiap kata yang diucapkannya. Megan memutar bola matanya.

"Tidak berkencan? Kau bercanda. Pergi berdua menonton Coldplay kaupikir bukan berkencan? Duh, Taylor." Megan kembali menuntut sementara Stephanie hanya menjadi penyimak.

"Serius, aku tak berkencan dengannya dan kalian harus tahu jika aku bertemu dengan..dia." Senyuman di bibir Taylor mengembang.

Megan dan Stephanie saling tatap dengan bingung.

"Dia? Siapa?" Tanya Stephanie dengan polosnya.

Jika Megan adalah gadis yang sangat cerewet dengan pikiran liar, maka Stephanie adalah kebalikan dari Megan meski, sedikit demi sedikit dia sudah tercemar karena berteman dengan Megan yang mengajaknya menonton film Fifty Shades of Grey di saat mereka harus lembur berdua.

Taylor memutar bola matanya sebelum menunjuk figura foto yang sudah berada di meja kerja gadis itu sejak awal dia bekerja di sana. Megan mengangan ketika Stephanie hanya mengerutkan kening.

"Maksudmu—dia? Pria yang pergi meninggalkanmu begitu saja sejak empat tahun lalu dan tak memberi kabar apapun?" Pertanyaan Megan membuat Taylor tersentak dan terdiam.

Taylor menahan napas. Sial. Benar juga. Kenapa Taylor sangat bahagia walaupun semalam dia hanya sempat melihat punggung pemuda itu, tanpa bertatapan langsung dan bicara dengannya? Pria itu bahkan tak melihatnya dan mungkin tak akan tahu jika Taylor berada di sana. Kecuali jika Liam memberitahu Harry tentang Taylor karena Liam-lah yang Taylor temui, bukan Harry.

"Apa dia sudah menghubungimu lagi dan menjelaskan segalanya? Menceritakan semua yang dia lalui selama empat tahun sebelum akhirnya bertemu denganmu lagi?" Lagi, Megan bertanya sesuatu yang membuat Taylor mencelos.

Stephanie menepuk bahu Megan dan memberi isyarat agar Megan berhenti ketika ekspresi wajah Taylor yang semula sangat ceria berubah menjadi muram, sangat muram.

"Taylor, hei, jangan dengarkan Megan, okay? Menurutku, tak salah untuk berharap. Tapi seharusnya sebelum berharap kau pikirkan dulu baik-baik sehingga, kau siap menerima apapun hasil dari harapanmu tersebut dan sekarang, kau belum gagal. Belum sama sekali gagal."

Setidaknya, Stephanie memberi secercah cahaya ketenangan untuk semua kesuraman Taylor.

*****

"Apa kau akan tetap menatap layar ponselmu tanpa menghubungi gadis itu? Padahal susah payah aku meminta nomor ponselnya. Kau tahu sendiri aku tidak menyukainya."

Harry Styles mendongak menatap Liam Payne yang baru saja ke luar dari kamar mandi, hanya mengenakan bathrobe yang dengan bodohnya berwarna merah muda. Jika Harry tidak sedang dalam mode serius, mungkin Harry akan menggoda sahabatnya itu habis-habisan.

"Tidak semudah itu, Liam. Apa kau tak ingat? Aku tidak menghubunginya selama empat tahun. Jika aku menghubunginya lagi, apa alasanku? Lagipula, bukankah kau sendiri yang mengatakan jika dia bersama pria lain?"

Sejujurnya, ada sesuatu yang aneh dalam hati Harry ketika Liam bercerita jika dia bertemu Taylor dengan pria lain setelah selesai menonton konser Coldplay. Pantas saja Harry tak begitu menikmati konser kemarin, padahal Harry sangat bersemangat memesan tiket.

Liam duduk di sofa yang ada di dekatnya. "Mereka bukan siapa-siapa. Si pirang juga terlihat risih saat pria itu ada di dekatnya."

"Bagaimana kau bisa menyimpulkan hal itu? Maksudmu, mereka tidak berpacaran? Taylor tak menyukainya? Damn, aku yang penasaran dengan gadis itu dan kau yang pertama menemukannya!"

Liam memutar bola matanya. "Styles, untuk apa aku belajar ilmu Psikologi selama empat tahun jika membaca raut wajah seseorang saja aku tak bisa? Sungguh, mereka tak berpacaran. Tapi pria itu terlihat sangat menyukai si pirang."

"Her name is Taylor. Berhenti memanggilnya pirang, Payne walaupun, warna rambutnya benar-benar pirang." Komentar Harry dan Liam hanya terkekeh kecil.

Harry menatap lagi layar ponselnya mendapati adanya pesan masuk di sana. Dari rekan satu timnya, Mark.

"Hari ketiga dan markas mereka masih kosong. Bagaimana menurutmu, Liam?" Harry bertanya dan Liam terdiam sejenak.

"Bukankah sudah pernah kusampaikan? Menangkap Jafar justru salah satu hal paling buruk. Pasalnya, pasti berita penangkapan Jafar akan tersebar dan membuat anggota Black Snake lainnya menjadi wanti-wanti dan lebih berhati-hati. Kalau begitu, tugas kita pasti akan diperpanjang menjadi berbulan-bulan."

"Itu bagus. Lebih banyak waktu yang bisa kurencanakan untuk dihabiskan bersama Taylor."

"Damn it, Styles."

*****

Hei. Apa kabar?

Taylor mengernyitkan dahi membaca pesan sangat singkat yang masuk ke ponselnya sejak satu jam lalu. Selama bekerja, Taylor jarang sekali memeriksa ponsel dan dia baru membuka ponselnya ketika jam makan siang. Sekarang, dia tengah makan siang bersama Megan dan Stephanie.

"Apa kau akan terus menatap ponselmu dan tak menghabiskan makan siangmu? Tak dengar kata Mr. O'Pry tadi? Kau harus makan yang banyak supaya tidak mudah sakit, Sayang."

Taylor mengernyit jijik mendengar Megan memanggilnya sayang sementara, Stephanie hanya tertawa kecil. Taylor mulai melingkarkan spaghetti pesanannya pada garpu.

"Ada nomor asing yang menghubungiku. Menanyakan kabarku. Menurutmu siapa?" Taylor bertanya sebelum menyuap spaghetti-nya.

Megan dan Stephanie saling tatap sebelum mengedikkan bahu bersamaan pula. Taylor selalu curiga jika sebenarnya mereka saudara kembar beda segalanya.

"Kenapa tak bertanya saja jika penasaran?" Megan menyarankan.

Stephanie menggelengkan kepala. "Tidak. Abaikan saja. Bagaimana jika itu pesan dari orang jahat?"

Megan memicingkan mata menatap Stephanie yang duduk di sampingnya. "Bagaimana kau tahu jika yang mengirim pesan itu orang jahat? Tak boleh berpikiran negatif, Steph."

Stephanie menggaruk tengkuk lehernya yang tak gatal. "Benar juga, ya? Ya, sudahlah. Tanya saja, siapa dia, Taylor."

Taylor terkekeh mendengar saran dari Stephanie maupun Megan. Megan yang keras kepala dan Stephanie yang terlalu polos. Taylor tak mengerti kenapa perusahaannya mempekerjakan pegawai seperti dua orang ini.

Taylor baru ingin melakukan saran dari Megan dan Stephanie tadi saat ponselnya kembali bergetar dan pesan dari nomor asing yang sama baru saja masuk.

Ini aku Harry Styles. Apa kau sibuk?

Mata Taylor membulat membaca pesan masuk tersebut.

----
Aku stuck. Kayaknya mau di unpublish yg satu ini. Entar diganti sama yg baru kalo ada ide.-.v
Thanks yg udah mau baca :)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top