01. Importunate

🌷행복한 독서🌷

📍 Korean Disease Control and Prevention Agency, Seoul. 2022

"Infeksi cacar yang disebabkan oleh virus variola mulai menyebar di Korea sejak zaman kerajaan. Pada era Joseon, tercacat sejumlah besar kasus terutama pada paruh abad ke-17 yang menewaskan beberapa anggota kerajaan. Baru setelah ratusan tahun mewabah, virus ini berhasil dieradikasi dan menjadi satu-satunya epidemi yang berhasil dimusnahkan dalam sejarah manusia."

Di atas podium, Hana mengamati para peserta konferensi yang menyimak presentasinya dengan berbagai raut wajah. Mewakili Royal Medical Center, Hana menjadi presenter dalam emergency committee yang diselenggarakan oleh Korean Disease Control and Prevention Agency untuk membahas kasus cacar monyet pertama di Korea Selatan. Proposal yang lolos akan diterbitkan pada Osong Public Health and Research Perspectives.

Sekitar satu minggu yang lalu, dunia medis digemparkan dengan penemuan suspek cacar monyet yang kemudian terkonfirmasi positif. Virus endemik yang mewabah tersebut dikhawatirkan akan menyebabkan epidemi seperti halnya virus corona, terlebih setelah Badan Kesehatan Dunia menaikkan statusnya sebagai darurat kesehatan global. Pertemuan hari ini adalah jembatan yang menghubungkan pihak pemerintah dengan para pakar di bidang kesehatan dan sains sebelum merumuskan kebijakan negara.

"Cacar monyet disebabkan oleh virus mongkeypox dari kelompok orthopoxvirus, genus yang sama dengan variola. Virus ini mulai mewabah sejak tahun 1970, tetapi secara alami terlokalisir di wilayah Afrika. Dengan ditemukannya kasus di negara non-endemik, penyakit cacar monyet kemudian ditetapkan sebagai darurat kesehatan global."

Hana menggeser skrin yang menampilkan slide presentasinya di layar.

"Akan tetapi, berbeda dengan virus corona yang telah menyebabkan pandemi tiga tahun terakhir, mongkeypox merupakan virus DNA yang tidak mudah bermutasi. Penularan melalui kontak langsung serta ketersediaan antivirus dan vaksin sangat mendukung proses pemulihan akibat infeksi."

Riuh-rendah hadirin membuat Hana mengambil jeda dengan menarik napas. Barisan pejabat pemerintah tampak melirik satu sama lain dengan senyum penuh arti, berbeda dengan jejeran para ahli dari berbagai disiplin ilmu yang mulai berbisik. Tidak dapat dipungkiri, benturan kepentingan antara bidang politik dan bidang kesehatan seringkali memicu perselisihan. Hana telah mewanti-wanti hal tersebut.

"Meskipun demikian, mongkeypox adalah penyakit zoonis dengan reservoir alami yang belum teridentifkasi. Penularan dari hewan tidak menutup kemungkinan akan menyebabkan pengingkatan resiko infeksi." Hana tersenyum tipis, berusaha mengurai ketegangan yang membuat tensi di ruang pertemuan tersebut meningkat di beberapa menit terakhir. "Dalam hal ini, Royal Medical Center merancang penelitian case report dan studi retrospektif untuk melakukan pengamatan terhadap kasus yang pernah terjadi di masa lalu."

"Apa itu artinya kita harus kembali ke masa lalu?" Salah-satu staf pemerintah berkelakar dan menunjukkan antipati dengan melipat tangan di depan dada. "Era Joseon?" celetuknya lagi sambil tertawa.

Hana menahan napas sejenak, tidak ingin terpengaruh oleh suara sumbang tersebut. Pejabat pemerintah yang menyela pemaparannya barusan pernah menawarkan kerjasama pada Royal Medical Center untuk mengendalikan stok vaksin, tetapi ayahnya selaku presiden direktur menolak.

"Kembali ke masa lalu lewat analisasi kasus yang sebelumnya pernah dilaporkan akan sangat membantu dalam memetakan faktor resiko." Hana menekankan kata "kembali ke masa lalu" dengan pandangan tertuju pada barisan staf pemerintah.

"Bukankah itu hanya akan membuang-buang waktu? Hal yang mendesak sekarang adalah mempersiapkan stok obat dan vaksin."

"Ketersediaan antivirus dan vaksin saat ini sudah mencukupi. Cacar monyet bukan penyakit baru. Yang jadi urgensi saat ini adalah penyebarannya meluas ke negara-negara di luar Afrika, " jawab Hana menegaskan. "Bercermin dari kegagalan penanggulangan virus corona di awal pandemi, studi epidemologi harus dilakukan sejak dini untuk memutus rantai penularan. Oleh karena itu, kerjasama antara pemerintah dan para ahli dalam berbagai bidang sangat diperlukan."

Hana mengakhiri presentasenya dengan membungkuk hormat diiringi tepukan meriah. Anak rambut yang jatuh di wajahnya segera diselipkan ke belakang telinga. Gestur sederhana yang mampu menarik atensi beberapa hadirin.

"Daebak!" Seorang peserta laki-laki berbisik pada teman di sebelahnya. "Kim Hana membuat pertemuan ini seperti dalam drama! Dia sangat cantik dan berani!"

"Benar! Apa katanya tadi? Kegagalan?" Satu orang lain menimpali dengan puas. "Kuharap pemerintah tidak lagi melupakan usulan para ahli yang mereka tolak mentah-mentah di awal penemuan suspek virus corona."

Hana melewati sekelompok peserta simposium dengan mengangguk kecil. Hana tahu sedang dibicarakan, maka sebagai 'hukuman', ia melemparkan senyum termanis yang membuat para lelaki di sana kompak bergerak salah tingkah.

"Kim Hana melihat ke arah kita!" Satu di antara tiga laki-laki tersebut melirik bayangannya di lewat layar ponsel. "Aish! Mana rambutku berantakan!"

"Dia tersenyum!" Seorang lagi memegang dadanya. "Bagaimana mungkin dia menjadi ahli farmasi dengan wajah secantik itu? Harusnya dia bergabung dengan para idol!"

"Bukankah itu bagus? Hanya dengan tersenyum saja pasiennya akan sembuh!"

Di balik kursinya, Hana menahan geli. Gunjingan yang mengetuk gendang telinganya barusan adalah argumen paling konyol sedunia. Bila senyumnya bisa menyembuhkan, untuk apa repot-repot kuliah dan melanjutkan profesi?

"Hana-ssi!"

Sebuah seruan membuat Hana memutar kepala tepat sebelum tangannya meraih air mineral yang disediakan di atas meja. Asisten apoteker yang turut hadir di pertemuan tersebut menghampirinya dengan panik.

"Ketua departemen rumah sakit menelepon!"

"Ada apa?" Hana menutup sebelah telinga, meningkahi suara bising ketika pemateri dari rumah sakit lain mulai memaparkan proposalnya.

"Istri walikota dalam keadaan kritis! Kita harus kembali ke rumah sakit!"

🌷🌷🌷

📍Royal Medical Center, Gangnam-gu. 2022

"Tekanan darah turun drastis. Pasien saat ini tidak sadarkan diri."

Hana mendengar penjelasan dari perawat sambil mengecek daftar riwayat pemberian obat di monitor. Sesuai anamnesis dokter dan hasil pemeriksaan penunjang, istri walikota yang datang dengan gejala flu dan sesak napas diperkirakan menderita pneumonia.

"Pneumonia ...." Hana bergumam sambil memicingkan mata. Antibiotik dan obat simptomatik yang diberikan telah sesuai dengan guideline dan rejimen terapi, tetapi suhu tubuh pasien terus meningkat. "Apa hasil kultur darah sudah keluar?"

"Hasil kultur akan keluar besok, Yakssa-nim."

Hana mengangguk singkat, mengabaikan tatapan tidak suka dari dokter Cho yang menyikut residen di sebelahnya. Namun begitu, percakapan mereka masih cukup jelas di telinga Hana.

"Ige mwoya?" Dokter Cho bersungut. "Apa yang dilakukannya di sini? Bukankah dia sedang ada seminar mewakili rumah sakit?"

"Kepala departemen yang merekomendasikan," jawab sang asisten berbisik. "Ini pasien VIP dan Hana yakssa-nim berpengalaman di bidang infeksi."

"Heol! Pasien VIP? Betapa serakahnya dia! Apa terpilih sebagai perwakilan rumah sakit belum cukup baginya?"

Dokter Cho memutar pandangan dengan kesal. Sebelum Hana bergabung di rumah sakit, tim medis terdiri dari dokter dan perawat saja. Hanya karena berstatus sebagai putri presdir dan alumni Harvard, Hana diterima dengan mudah oleh semua orang. Bahkan mulai menggeser popularitasnya.

"Siapa yang butuh pengalaman bila rejimen terapinya sudah jelas?" desis dokter Cho mengerutkan wajah.

Itu dia masalahnya! Rejimen terapi sudah jelas tapi kondisi pasien semakin menurun! Karena itu aku di sini! Hana mengomel dalam hati. Ia berkendara di atas kelajuan rata-rata untuk membantu tim medis yang bertanggungjawab terhadap istri walikota, tetapi dokter Cho seakan menganggap keberadaannya tidak berguna.

"Penurunan kesadaran pasien kemungkinan besar disebabkan oleh syok sepsis." Kepala departemen mengelus dagu.

"Antibiotik spektrum luas telah diberikan sebagai profilaksis." Dokter Cho melirik Hana yang masih berkutat di depan monitor. Sebelah alis terangkat diiringi satu tarikan senyum. Ia akan membuktikan bila keberadaan Hana tidak akan membantu apa-apa. "Dosis antibiotik perlu ditingkatkan."

"Jamkkanmanyo!" Hana mengangkat wajah dengan alis bertaut. "Di rekam medis tertulis bila pasien mengeluhkan sakit kepala. Apa tidak ada tindak lanjut untuk gejala ini?"

Dokter Cho mendecakkan lidah. "Sakit kepala adalah gejala yang umum, terutama untuk pasien dengan flu dan infeksi. Apa sekarang kau meragukan diagnosa dokter?"

"Bukan begitu," tukas Hana bangkit dari kursinya. "Tetapi menilai kondisi pasien sekarang, ada kemungkinan infeksi telah menyebar ke otak sebelum pasien datang ke rumah sakit."

"Mworago?" Dokter Cho merungus kasar. "Kim Hana-ssi, bila harus kuingatkan, membuat anamnesis bukan bagian dari profesimu. Jangan terlalu jauh melangkah!"

"Mempertimbangkan pemberian obat adalah tugas apoteker!" Hana menahan diri untuk tidak mematahkan pulpen dalam genggamannya. "Bila infeksi berasal dari otak, pasien perlu diberi antibiotik yang larut dalam lemak!"

Residen yang menjadi asisten dokter Cho mengerjap cepat. Ia sempat memperingatkan hal tersebut kepada dokter Cho, tetapi seniornya tidak menghiraukan.

Dokter Cho meneguk sebentar kemudian memasang posisi defensif dengan menyilangkan tangan di depan dada. "Pasien sudah diberi terlalu banyak antibiotik. Kita tidak bisa memutuskan pemberian obat tanpa pemeriksaan yang jelas!"

"Menunggu pemeriksaan pungsi lumbal akan memakan waktu! "

Hana tetap bersikukuh sementara kepala departemen mulai melerai perdebatan. Bersamaan dengan itu, seorang co-assistant masuk ke dalam ruangan dengan wajah pucat.

"Gyosu-nim! Suhu tubuh pasien semakin menurun setelah resusitasi cairan!"

Dokter Cho terhenyak di tempat. Dalam hati ia mulai mempertimbangkan pendapat Hana yang memang ada benarnya. Namun, egonya berkata lain. Bila benar infeksi berasal dari otak, maka diagnosanya akan menjadi sorotan dalam rapat interdisipliner.

"Kita harus memberi injeksi sefotaksim. segera!" Hana berusaha meyakinkan timnya.

"Apa kau berani bertanggungjawab bila terjadi sesuatu yang buruk?" Dokter Cho menyela dengan gusar. Segala keputusannya saat ini berakhir pada sesuatu yang buruk. "Jangan karena kau ...."

"Aku ahli farmasi!" Hana menyela dengan cepat. Ia tahu maksud dokter Cho, tetapi meladeninya hanya akan membuang-buang waktu. Hana memejam erat sebentar sebelum membuka mata dengan yakin. "Apa pun yang terjadi terkait pemberian obat akan menjadi tanggungjawabku!"

다음에

Dear Readers, karena cerita ini gabungan dari Saeguk dan Medical, beberapa bagian mungkin terasa berat. Tapi kuharap kalian tetap menikmati ceritanya.

Fyi, Joseon Witchdoctor memang khusus untuk penggemar fiksi sejarah dan tema kedokteran. Bagi kalian yang tidak menggemari dua unsur ini, tidak ada paksaan untuk membaca.

Fully love, Kireiskye ❤

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top