[PENGENALAN]: Frieska Tatyana
Frieska berdiri di balkon kamarnya sambil menatap ke arah taman belakang rumahnya yang sedang didekorasi untuk mengadakan upacara besar Maung Bodas. Malam nanti, Frieska akan menggantikan ayahnya menjadi pimpinan mafia terbesar di Bandung.
Sambil menimang-nimang pisau lipat kesayangannya, Frieska tengah memikirkan banyak hal. Tentang ibunya, kedua kakaknya dan juga tentang masa depannya.
“Non Frieska, sudah ditunggu oleh tuan di bawah.” Frieska menoleh saat tiga orang berbadan tegap memasuki kamarnya.
Frieska dengan blazer hitam dipadu dengan kemeja dengan warna senada, melangkah mengikuti ketiga orang itu. Mereka langsung menuju ruang kerja milik ayah Frieska, yang beberapa waktu kedepan akan ditempati olehnya.
Di dalam ruangan sudah ada beberapa petinggi Maung Bodas. Mereka masih mengupayakan agar Damar—ayah Frieska tidak turun dari jabatannya. Karena saat ini kondisi Maung Bodas sedang berada di masa kejayaan. Para petinggi ketakutan jika nanti Damar turun, Maung Bodas akan kehilangan taringnya.
“Saya sudah membulatkan tekad untuk mundur. Kalian tahu ‘kan. Dua tahun lalu saat terjadi penggerebekan di gudang Industri. Saat saya harus kehilangan Tara, dan sejak saat itu saya mulai sudah tidak berambisi lagi.”
“Tapi, apakah Non Frieska adalah sosok yang tepat?” tanya salah satu petinggi.
“Jangan meragukan DNA Damar. Siapapun orang itu, selama dia adalah darah daging saya. Sudah dipastikan dia akan menjadi pemimpin yang hebat untuk Maung Bodas.”
“Tapi, Non Frieska baru saja duduk di bangku kelas satu SMA. Apakah tidak akan mengganggu?”
“Biarkan Frieska yang mengurus itu, Tuan-tuan.” Frieska ikut masuk ke dalam pembicaraan mereka.
Frieska sudah cukup mendengarkan ketakutan-ketakutan para petinggi. Meskipun dalam dirinya ia juga belum begitu yakin. Tapi ia akan berusaha, demi ayahnya, satu-satunya keluarga yang ia miliki saat ini.
~~~
Saat purnama bersinar dengan sangat terangnya. Di atas singgasana yang sudah disiapkan duduk seorang pria dewasa yang sebantar lagi akan turun dari jabatannya. Damar dengan jubah hitam bergambarkan macan putih di bagian punggungnya berdiri dan memberikan kata-kata sambutan dan juga pidato terakhirnya sebagai kepala Maung Bodas.
“Kalian jangan ragukan Frieska. Dia adalah pilihan dari Tuan Sadikin, pendiri sekaligus mafia yang paling disegani di kota ini. Dan di dalam tubuh Frieska mengalir darah seorang Damar. Maka percayalah, gadis yang akan segera beranjak dewasa ini akan menjadi sosok yang paling tepat menggantikan saya.” Tepuk tangan dari seluruh anggota Maung Bodas bergema di taman belakang rumah milik Damar.
“Nona Muda Frieska Tatyana. Dipersilakan menaiki singgasana.” Frieska langsung berdiri dari tempatnya duduk lalu mendekati ayahnya yang masih berdiri di depan singgasana.
“Icha, Ayah percaya Icha bisa!” Damar menepuk pundak Frieska lalu melepas jubahnya dan memakaikannya ke Frieska.
Malam ini disaksikan oleh petinggi, kolega dan tukang pukul Maung Bodas. Frieska resmi diangkat menjadi kepala Maung Bodas. Gadis berusia lima belas tahun itu menjadi ketua ke tiga setelah Tuan Sadikin dan Damar.
“Hari ini di hadapan kalian, di saksikan oleh purnama. Saya, Frieska Tatyana berjanji, akan membawa Maung Bodas menjadi jaringan mafia terkuat dan terbesar, bukan hanya di Kota ini saja.”
“Hidup Nona Muda Frieska!” Semua orang yang menghadiri acara itu mengelu-elukan nama Frieska.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top