[CERPEN] Miki Tri Aryawan - Realisasi Luka
Ada beberapa hal yang disalahpahami kebanyakan orang tentang Miki. Menurut mereka, Miki hanya berandalan cilik pencari perhatian. Di mata mereka, Miki adalah laki-laki yang memakai kekayaan orang tuanya untuk foya-foya. Dan bagi mereka, Miki-lah makhluk paling penuntut yang tidak mengerti arti bersyukur.
Sudah hidup di keluarga kaya raya, setiap hari dihujani uang dengan jumlah tak terbayang, dikelilingi banyak teman, sampai mendapatkan apa pun yang dia mau tanpa masalah. Tapi masih saja bertingkah seperti anak kurang perhatian.
Memang, menghakimi tanpa tahu seluruh permasalahannya terlebih dahulu selalu lebih menarik daripada menutup mulut dan mencari tahu. Dan Miki terlalu malas untuk menjelaskan. Dia pun tidak meminta orang-orang mengerti keadaannya.
Cukup jalani kehidupan masing-masing, tidak perlu saling menyinggung.
Sampai detik ini, Miki masih belum mengerti. Bagian hidupnya yang mana yang dianggap sempurna oleh orang-orang? Mereka saja tidak mengerti bagaimana sakitnya kesepian yang selama ini dia rasakan.
Sudah nyaris tiga puluh menit Miki hanya menatapi dinding yang hanya digantungi satu potret besar keluarganya. Papa, mama, kedua kakaknya, dan terakhir, Miki kecil yang ada di gendongan mama.
Menatapi potret itu hanya mengingatkan Miki pada seberapa sepi rumah yang selama ini dia tinggali. Ruang keluarga yang seharusnya sehangat mentari di pagi hari, malah terasa dingin sampai bisa membekukan belulang Miki. Sepi ... dan menyedihkan. Terkurung seorang diri di penjara megah.
Berkali-kali dia membayangkan andai saja ada satu orang lain yang turut meramaikan rumahnya ... mungkin Miki tidak akan merasa semenyedihkan ini. Rasanya, dia bahkan tidak bisa mengingat kapan terakhir kali bercengkrama dengan papa. Kapan terakhir kali mama membuatkan makan malam untuk keluarga? Kapan dia bermain bersama kedua kakaknya.
Ah, memangnya pernah ada kejadian seperti itu? Yang ada, hanya pikiran Miki yang berkelana jauh membayangkan dia berada di satu tempat yang sama dan melakukan semuanya.
Mengenang semuanya kembali mengingatkan Miki pada sesuatu.
Dulu, Miki masih ingat sekali. Saat dia masih TK, Miki sampai harus menangis bergulingan di teras rumah hanya untuk meminta papa yang sudah berangkat ke kantor untuk pulang dan mengantarnya ke sekolah. Dia tidak mau setiap hari diantar-jemput Pak Karta. Dan yang menyedihkan, bukannya papa yang pulang untuk mengantar Miki ke sekolah, ucapan papa di teleponlah yang membungkam tangis Miki.
"Kalau kamu nggak mau sekolah diantar Pak Karta, nggak usah sekolah sekalian!" Lantas sambungan diputus.
Semenjak itu, Miki tidak pernah lagi merengek meminta ini-itu pada papa. Dia juga tidak berani—enggan—meminta pada mama, tahu jawabannya tidak akan beda jauh dengan papa.
"Papa sama Mama kerja untuk kamu. Makanya, kamu juga ngertiin kesibukan kami, dong." Begitu kata mama suatu hari. Saat itu, Miki sudah sedikit lebih besar. Sudah berseragam merah-putih, jika tidak salah ingat. Miki hanya menanyakan, kenapa tidak ada satu pun dari papa dan mama yang datang ke sekolah untuk mengambil rapornya? Padahal, teman-temannya sudah bergandengan dengan orang tua mereka dengan senyum ceria karena mendapat nilai bagus. Atau ada beberapa temannya yang sedikit menerima omelan karena nilai menurun.
Dan di sudut kelas, hanya ada Miki seorang diri, menatap kebersamaan keluarga yang tidak pernah Miki miliki.
Lantas, memangnya salah jika Miki sedikit meminta perhatian mama dan papa? Berlebihan kalau Miki sekadar bertanya kenapa mereka tidak datang? Miki tidak menyalahkan, dia hanya butuh alasan karena yang bisa memberi jawaban. Tapi apa? Miki malah diceramahi dengan kalimat yang sudah biasa dia dengar.
Papa kerja, cari uang untuk keluarga. Mama harus bantu papa. Kakak kamu saja mengerti, kok kamu susah dibilangi?
Membenarkan kesibukan kerja untuk alasan kealpaan di rumah? Mencari uang untuk keluarga, katanya.
Memangnya yang dibutuhkan Miki hanya uang untuk menunjang hidup? Memangnya Miki yang mau dihujani uang setiap detiknya tapi tidak mendapat perhatian lebih dari papa dan mama?
Cukup. Miki sudah muak. Jika memang itu yang diinginkan mama dan papa, baiklah. Miki akan hidup dengan cara yang mereka minta.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top