Live in Hemera (White Area)

Alice membuka matanya namun ruangan yang dilihatnya sama sekali tidak dia kenal.

“Alice-sama, anda sudah bangun?” muncul seorang wanita dengan kimono putih dari balik pintu. “Perkenalkan saya Lorraine Yukionna. Anda bisa memanggilku Raine.” Di tangan Raine terdapat sebuah basin dengan air hangat dan handuk kecil. Dia segera menghampiri Alice dengan senyum manis di wajahnya.

Pikir Alice malah menjelajah ke saat dia di kastil Daft. “Aku seperti terkena Déjà vu…” Alice membanting tubuhnya kembali ke atas tempat tidur dan membuat kepanikan menyembur di wajah Raine. “Kau tahu… aku seperti pernah mengalami saat-saat seperti ini…”

“Saat di kastil busuk itu, ya?” Tiba-tiba saja Raine menggenggam kuat basin itu dan seketika seluruh airnya membeku. “Dasar makhluk tengik yang tidak tahu menjamu tamu. Sampai-sampai Kurone-sama harus turun tangan.”

“Raine! Airnya membeku! Hiyaa!!”
Setelah mengganti pakaian dengan kimono putih dari Raine, Alice segera dituntun ke arah sebuah paviliun dengan kolam ikan koi di depannya. Tempatnya sangat rindang dengan beberapa pohon berbunga putih menghiasi.

“Nona Alice sudah di sini, tuan.”
Setelah mendengar sahutan dari dalam, Raine menggeser pintu itu dan memperlihatkan sosok penuh wibawa di dalamnya. Matanya terlihat agak sayu namun senyum tipis berkembang di wajahnya. “Nona Alice, dia adalah Raja Hemera, tuan Shui Inari.”

“Maafkan kami kalau mengagetkanmu. Tadi malam baru saja aku mendapat pesan dari Kurone-sama untuk menjagamu selama dia sibuk.” Lagi-lagi Shui memberikan senyum tipis pada Alice. “Kalau begitu, semoga kau nyaman di bentengku, Shirohana. Raine, bawakan berkas-berkas pekerjaanku.”

Berbeda dengan di Nyx, siang terasa cukup lama di Hemera. Alice memutuskan untuk duduk di teras paviliun sambil memandangi pohon berbunga putih dan kolam ikan koi di hadapannya. Sementara Shui sibuk dengan pekerjaannya.

Karena cukup merasa bosan, Alice pun bertanya. “Shui, apa Kurone mengatakan sesuatu padamu?”

“Eh?” Shui tampak kaget dengan pertanyaan gadis mungil itu namun dia meninggalkan semua berkasnya dan duduk di samping Alice seraya menjawab. “Dia bilang akan melindungimu kali ini.”

“Apa maksudnya kali ini?”

“Kau tidak tahu? Seribu tahun yang lalu, ada manusia bernama Alice juga datang ke Monochrome. Dulu dunia ini sangat damai tanpa pertengkaran. Bahkan kami para iblis putih hidup bersama-sama dengan para malaikat kegelapan dalam satu Negara.”

Alice mendengar semua cerita Shui sambil memakan manjuu yang di bawakan Raine. “Namun, selain Alice, rupanya ada manusia lain yang menyusup ke Monochrome. Stephanie namanya. Dia tinggal tepat di perbatasan wilayah dan tumbuh menjadi penyihir jahat yang mulai menyerang pikiran masyarakat.”

“Dan akhirnya terjadi peperangan hebat antar klan. Dan dengan kebencian yang begitu mendalam, Stephanie menyerap kekuatan Shiroko dan Kurone. Alice pun terbunuh dalam insiden itu. Dan dengan kekuatan yang tinggal sedikit, Kurone-sama menyegel Stephanie sang penyihir dan akhirnya mengurung dirinya dalam tubuh Shiroko. Sejak saat itu juga klan Iblis putih dan Malaikat kegelapan memisahkan diri dan tidak pernah akur lagi.”

Mendengar cerita Shui, Alice jadi sedikit lega karena akhirnya mengetahui asal-usulnya. Mereka berdua pun menjadi akrab dan membagi keluh kesah bersama-sama. Namun tiba-tiba kejadian lucu terjadi. Sepasang kuping aneh dan ekor rubah muncul di tubuh Shui membuat Alice tergelak.

Shui jadi panik dan berusaha menyembunyikannya. “Maafkan aku, sebenarnya aku tak ingin memperlihatkan wujudku sebagai Inari di hadapan Alice.”

“Tidak apa-apa. Shui ya Shui. Jadi kau harus lebih percaya diri dengan wujudmu.” Alice pun menyeringai lebar. “Tapi Shui sangat imut dengan kuping dan ekor itu. Aku jadi gemas.”

Tiba-tiba Shui membeku. Kuping rubahnya bergerak-gerak seperti mencari sebuah sumber suara. “Tch…” Shui langsung berdiri dan menatap langit. “Marshall!!”

Alice tercengang saat seekor tengu(youkai berbentuk burung, biasanya gagak) melayang turun. Pakaiannya bak seorang samurai gagah dengan sayap putih menjuntai dari punggungnya. Siapapun yang melihatnya pasti menganga lebar.

“Shui-sama, mereka benar-benar datang kemari. Deklarasi perang sudah dinyatakan. Pemimpinnya adalah pangeran Daft sendiri.”

“Persiapan perang, Jendral Marshall. Bawa tentara terbaikmu.” Perintah Shui. “Lorraine Yukionna! Persiapkan baju zirah untukku. Liz Nekomata! Bawa Alice ke ruang penyucian, mereka tak akan bisa masuk ke sana.”

Seorang lagi dengan ekor ganda mendatangiku. Dari namanya pasti dia seekor kucing. “Tunggu! Aku tidak terima! Shui sendiri bagaimana? Kau mau ikut perang?” Alice mencoba menahan Shui. Namun pria itu hanya menatapnya dengan keseriusan amat mendalam.

“Kurone-sama juga sekarang pasti sedang bertarung habis-habisan dengan Stephanie. Sampai ketegangan ini berakhir, akan kupegang erat janjiku pada Kurone-sama untuk melindungimu.”
Raine datang membawa baju zirah dan langsung dikenakan Shui. “Liz, jangan biarkan Alice keluar dari sana walau hanya selangkah.”

“Yes, my lord.” Liz mencoba membawa Alice, namun gadis itu benar-benar keras kepala.

“Shui! Kurone dan Shiroko berada di sana, kan? Bawa aku kesana!” pintanya namun hanya dibalas decakkan sang Inari. Ya, malam dimana Kurone menyelamatkannya, Alice mendengar semua percakapan mereka. “Aku tak ingin kehilangan mereka lagi!”

Tiba-tiba sebuah objek hitam melayang di ujung langit. Membuat semua mata menyaksikannya dengan seksama. Objek itu lantas menghantam kolam ikan di depan paviliun.

“Kurone!!”

“Kurone-sama!!”

Kurone pun berdiri dengan sisa kekuatannya. Terlihat banyak lebam dan luka-luka segar di kulit pucatnya. Namun dewa berpakaian hitam itu tetap berusaha menatap langit.

“Kurone!” pekik Alice yang tengah meronta di tengah cengkraman tangan Shui yang menahannya.

“A… lice?” matanya terbelalak saat melihat sosok gadis mungil itu. “Apa yang kalian lakukan?! Cepat bawa dia ke tempat aman!”

“Kurone!” Shiroko dengan pedang silvernya lalu terbang turun menemui pria berbaju hitam itu. “Mereka membantai masyarakat sekitar! Kita harus cepat! Alice tunggu saja di situ. Kami akan kembali membawa kemenangan untukmu, kok!”

“APA?!?!” kini giliran amarah sang Inari yang memuncak. “Jendral Marshall! Kita harus cepat.”

Alice dan beberapa pelayan Shui ditinggal di sana. Dan tentu saja Alice langsung di bawa ke tempat penyucian yang sudah dikatakan.

“Ti… dak… ma… u!” Alice berpegang teguh di pilar paviliun. “Biarkan aku bertemu mereka berdua!!”

“Saya tidak bisa membantah perintah tuan saya apalagi dewa saya, nona Alice.” Tutur Liz sambil menarik kaki Alice. “Tolong jangan keras kepala!”

“Baiklah.” Alice pun melepas cengkramannya dan membuat Liz memancarkan raut lega di wajahnya. “Itu kan, yang mau kau dengar?” Alice langsung menarik salah satu ekor Liz dan menggigitnya.
Sang Nekomata yang tak kuat menahan sakit pun hanya dapat meringkuh di lantai.

Inilah kesempatan bagi Alice!
Si gadis berusia 20 tahun itu langsung melesat keluar benteng dan mendapati kerusuhan besar-besaran telah terjadi.

“Kurone! Shiroko!”

Rintihan kesakitan di mana-mana. Alice bisa saja bersimpati pada mereka namun dia hanya ingin bertemu dengan kedua dewa yang telah membawanya kemari.

Langkah kakinya terus menapak di tanah yang dingin. Matanya melihat kesana kemari mencari kedua sosok itu. Perlahan ingatan dari Alice pertama mengalir ke dalam pikirnya.

Saat pertama kali kedua Alice itu sampai ke Monochrome, di selamatkan Kurone, bercanda dengan Shiroko. Semua ingatannya bercampur dan membuat Alice menitihkan air matanya.

Ya, di sana-lah kedua kesatrianya berada. Di medan perang sambil memegang bilah pedang masing-masing.

Namun pemandangan indah yang dia bayangkan tidak dapat terealisasikan. Kedua pria itu tidak dapat menandingi kekuatan penyihir di hadapan mereka.

“Alice?!”

“Ini semua karena kau, Alice! Karenamu yang amat spesial itu membuatku dibuang oleh mereka!” pekik Steph sambil menunjuk Kurone dan Shiroko yang sudah kehabisan tenaga dan kembali menatap Alice. “Aku di tinggalkan di gua kecil yang kumuh sementara kau hidup nyaman bersama mereka!”

“Stephanie! Jangan berani sentuh Alice!” ujar Shiroko. “Ini semua salahku karena membawa Alice kemari lagi.”

“Menjijikkan! Kalian semua menjijikkan! Akan kumusnahkan daratan ini bersama-sama dengan kalian semua!!”

“Memang sudah seharusnya begini…” Kurone dan Shiroko kompak memegang kedua tangan Alice. “Teleport!”

Pandangan Alice menjadi terang dan seketika mereka bertiga sudah berada di ruang Aether yang letaknya beribu kaki di atas permukaan.

“Alice!” Shiroko melambai pelan sambil mengambil tempat di hadapannya. “Maaf, ya! Jadi kacau semua!”

“Padahal aku setuju dengan rencanamu, Shiroko.” Kali ini giliran Kurone yang berdiri di hadapannya. Kedua tangan Alice juga masih digenggam mereka.

“Kalian bodoh!” Alice langsung menenggelamkan mereka dalam pelukan. Tak kuasa lagi dia menahan air mata melihat dua orang itu sampai harus babak belur. “Kalau kalian sampai mati bagaimana? Siapa yang repot?”

Kurone dan Shiroko saling memandang sebelum akhirnya tertawa. “Terima kasih, Alice.”

“Jangan berterima kasih! Duduklah dan renungkan perbuatan kalian!”

“Memangnya kau ini ibu kami, ya?” tanya Shiroko sambil menyembunyikan seringainya. “Alice tidak berubah, ya! Walau sudah bereinkarnasi.”

Kurone mengangguk tanda setuju dengan perkataan Shiroko. “Alice kita memang ternyata hanya dia. Shiroko, ayo selesaikan ini.”

“Yeah.” Shiroko pun menarik napas dalam. “Bagaimana, tuan putri? Tantangan hidup di Monochrome bukankah sesuatu yang menyenangkan? Aku, Shiroko van Kurone selaku penyelenggara, mengucapkan banyak terima kasih pada tamu kita kali ini! Maaf karena kesalahan teknis seharusnya yang 7 hari jadi 5 hari saja.”

“Begitu juga denganku, Kurone van Shiroko, merasa terhormat dapat melihat wajahmu lagi, putri Alice.”

“Kalian ini!” Alice menyeka air matanya lalu tersenyum pada mereka.

“Seperti yang sudah dijanjikan! Sesi pertanyaan berada di akhir acara!” seru Shiroko dengan senyuman palsu yang selalu dia tunjukkan. “Pilihlah salah satu antara hitam atau putih!”

“Kalau aku salah menjawab, aku harus tinggal di sini selamanya, kan?” tanya Alice dan langsung dijawab satu anggukkan mantap dari mereka berdua.

“Kalau begitu, apakah yang akan dipilih putri Alice kita?”

Alice menaruh kepalan tangannya di dada seraya merasakan kehangatan yang menjalar di sana. Dia harus menjawab yang salah. Agar dia bisa bersama kedua orang itu selamanya. Itulah yang dia pikirkan.

“Aku pilih… abu-abu…”

“E-Eh?” Shiroko memekik namun di sisi matanya sudah tersemat bulir air mata. Dia amat mengerti mengapa Alice memilih abu-abu.

“Aku ingin bersama dengan kalian. Hitam dan putih. Aku tak bisa memilih satu. Jadi kenapa tak kupilih keduanya?”

Kurone memandang Alice yang mulai terisak. Sementara Shiroko langsung bersembunyi dalam diri Kurone, menunggu sang sisi hitam menjawab pilihan Alice tersebut.

“Alice…” Kurone mengangkat dagu gadis itu agar dapat melihat dengan jelas matanya.

‘Kurone, kusisakan bagian perpisahannya padamu! Aku butuh istirahat. Sampaikan salamku pada Alice, ya!’

‘Dasar tsun-tsun. Bilang saja kalau tidak mau Alice melihat air matamu.’

Kurone membuka matanya dan menyadari kalau pipi Alice sudah diguyur air mata. Membuat pria itu langsung mendekapnya. “Jangan menangis… jawabanmu benar…”

Mata Alice terbelalak. Bukan itu yang dia inginkan! Namun saat hendak mendorong Kurone, pria itu malah mempererat dekapnya dan membuat Alice tak bisa melakukan apa pun.

“Ti… dak…” Tangis Alice makin menjadi-jadi. “Aku tak mau pergi!”

Rencana Kurone dan Shiroko sukses besar. “Sekarang aku akan mengembalikanmu ke dunia yang seharusnya.”

“Tidak!”

“Ada banyak orang menantimu. Kau pasti tidak sabar. Teman-teman, keluarga, mereka pasti menunggumu disana.”

“Tidak!” Alice menenggelamkan wajahnya di bahu Kurone. “Aku hanya ingin kalian berdua!”

“Sayangnya, ini sudah kesepakatan kita. Kau menjawab benar, jadi akan kuberikan hadiahnya.” Dibelainya surai hitam Alice agar dia mengingat betul perasaan ini selamanya.

“Kami mencintaimu, Alice! Terima kasih sudah jadi bagian dalam hidup kami. Aku pasti akan menemukanmu lagi. Dan lagi. Dan lagi. Sampai kemana pun pasti akan kutemukan lagi….”

“Sampai jumpa… Alice…”

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top