Epilog
Alice kembali membuka matanya dan mendapati langit-langit berwarna putih dan seorang wanita meneriakinya.
“Alice!”
Kini lebih banyak orang yang mengerumuninya. Panca inderanya juga semakin jelas seiring berjalannya waktu. Dan dia pun sadar kalau sekarang tengah berada di rumah sakit. Dengan alat bantu pernapasan dan infus yang terhubung ke tubuhnya.
Pecahan ingatannya akan dunia bernama monochrome itu kembali melayang ke benaknya. Saat Shiroko menyambutnya, dan saat Kurone mendekapnya…
“Kurone! Shiroko!”
Seorang pria berpakaian putih akhirnya mendatanginya dan memeriksanya.
“Kalian siapa? Dimana Kurone dan Shiroko?”
Kerumunan itu hanya dapat melihat Alice dengan tatapan heran dan bingung. Entah siapa yang dia maksud.
“Siapa itu, Alice? Orang yang telah menyebabkan ini padamu?” tanya wanita paruh baya itu. “Akan kujamin mereka mendapatkan akibat yang setimpal!”
“Bukan!” senggah Alice sambil menahan lengan wanita itu. “Memangnya apa yang sudah terjadi padaku?”
“Kau koma setelah mengalami kecelakaan tabrak lari saat hendak pulang setelah kerja. Pelakunya melarikan diri dan sampai sekarang belum ditemukan.”
“Berapa lama aku koma?” tanya Alice penasaran.
“5 bulan.”
“Kami menemukanmu tergeletak di atas penyebrangan dengan posisi tengkurap dan bersimbah darah.”
Semua jadi masuk akal. 5 bulan mewakili 5 hari di Monochrome. Dan hitam putihnya dunia itu karena hal terakhir yang dia lihat adalah lantai bergaris hitam putih.
“Tolong tinggalkan aku sendiri…”
Di dalam ruang sepi itu Alice berpikir keras. Apakah waktu yang dia habiskan di Monochrome itu nyata? Atau hanya khayalan belaka?
Apa sosok Shiroko dan Kurone juga nyata? Atau hanya objek dari imajinasinya?
Alice tidak tahu lagi dan tidak mau tahu lagi. Semua pemikirannya itu membuat kepalanya berdenyut sakit. Mungkin dia harus mengakui kalau semua itu hanyalah efek samping benturan yang dia alami.
Waktu terus berlalu. Kehidupan Alice kembali seperti semula. Monochrome dan isinya hanya menjadi fosil hidup di benak gadis 20 tahun itu. Namun masih segar diingatannya saat Kuone mengatakan bahwa dia akan menemukan Alice lagi.
“Sakuranya indah, ya!” gumam Alice sambil menatap pohon berbunga merah jambu itu saat lewat di bawahnya. Sinar mentari yang menyelinap dari sela-sela bunga itu menerangi sosok Alice yang tersenyum dengan indahnya.
“Oh ya, ini musim semi pertamamu setelah insiden itu ya?” Eve yang berjalan di sisi Alice juga ikut menikmati pemandangan itu. “Siapa kau bilang waktu itu? Kurone dan Shiroko, ya?” Eve melirik Alice yang masih tersenyum mengingat semua imajinasinya. “Tak kusangka kau masih sempat menghayal dalam koma…”
Alice mendongak untuk menyambut birunya langit. Senyuman khasnya itu tidak pudar bahkan setelah dia menerima kalau dunia bernama Monochrome hanyalah efek samping koma yang dia alami. “Mungkin hanya khayalan, tapi itu sangat berharga…”
Senyum itu masih berkembang sampai topi lebarnya disapu angin. “Topi…”
Topi itu melayang rendah dan tiba-tiba berhenti di tangan seseorang.
“Maaf!” Alice pun menghampirinya lalu membungkuk dalam. Saat tubuhnya tegap kembali, alih-alih memperbaiki rambutnya yang berantakan Alice malah menatap pria itu dengan mata terbelalak.
“Yo, Alice!” sahutnya.
Alice menutup mulutnya dengan telapak tangan, tidak percaya dengan siapa yang tengah dia temui. Bulir air mata tak sanggup dia tahan dan akhirnya membanjiri pipinya.
Pemuda itu tidak bisa lagi menahan rasa rindu yang mengikat dirinya. Langsung saja dia mendekap tubuh mungil Alice. Buku usang di tangannya terjatuh dan membuka di halaman terakhir dimana terlihat tulisan tangan yang tidak asing.
Aku akan menemukanmu lagi. Dan lagi. Dan lagi. Mungkin di pertemuan kita selanjutnya akan menambah warna di buku yang sudah usang ini.
Awalnya hanya hitam dan putih. Namun lihatlah saat warna lainnya mengisi hidup kita.
Kuro dan Shiro
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top