Black And White

Mata Alice terbelalak dan mendapati langit-langit kamar yang dia kenal. Dia telah kembali ke kastil milik Daft dan hari kala itu sudah menampakkan mentari. Hari ketiga Alice di Monochrome tepatnya di Nyx.

Alice segera mengambil sebuah gaun dari lemari dan bersiap-siap untuk menyapa Daft. Entah mengapa semua gaun dalam lemari itu bernuansa hitam. Namun Alice tak mau ambil pusing. Segera dia melesat ke ruang baca dimana dia melihat Fili baru saja keluar dari sana.

Dengan langkah ringan dia masuk ke dalam. Daft sedang membaca dokumen-dokumen sembari menghadap jendela. Alice terkikih pelan melihat sang malaikat kegelapan tengah lengah.

“O—“

“Ohayou(selamat pagi), Alice.” Tutur Daft tanpa memandangnya. Dia terlihat masih sibuk dengan kertas-kertas di tangannya. Dengan menyelipkan sebuah senyuman di wajahnya, Daft meluruskan wajah kusutnya. “Hari ini cerah, ya?”

Alice mengerucutkan bibirnya karena kecewa. “Ya, hari yang cerah. Namun tidak dengan wajahmu.” Dia pun memilih untuk menjelajah perpustakaan pribadi Daft dibandingkan menggangu pria itu. Namun jelas sekali Daft sedang kesulitan dengan pekerjaannya. Sesekali dia menghela napas panjang ataupun mengacak surai hitamnya.

Gadis berusia 20 tahun itu akhirnya memunculkan kepalanya dari balik rak buku. “Daft, kau tahu, kau bisa bilang apa yang sedang mengganggu pikiranmu.” Alice mencoba menyembunyikan rona merah di wajahnya dengan buku di tangannya. “Aku kan ada di sini.”

“Sebenarnya,” Daft mulai becerita sementara Alice mengambil tempat di atas karpet bulu. “Beberapa waktu lalu persediaan makanan mulai menipis dan beberapa ladang di Nyx mulai mengering. Kau tahu, Nyx bukanlah tempat yang subur seperti Hemera.”

“Hemera?”

“Aku lupa, kau tidak tahu, ya? Hemera adalah wilayah putih. Berada di sisi lain Monochrome dan berbatasan langsung dengan Nyx.”

Alice ber-oh ria sambil memikirkan sesuatu. “Kenapa kau sibuk sekali dengan urusan pertanian, Daft?”
Tiba-tiba pintu menjeblak terbuka dan menampilkan sosok Fili. “Karena dia adalah pangeran Nyx, orang yang kelak menjadi raja, Prince Daft Oizys ke-XII.”

Alice kembali ber-oh ria. “E-Eh?!?!” Alice tak tahu harus bilang apa. Alhasil dia hanya mampu membisu dan tergagap. “B-B-Be-Betulkah?”
Fili maupun Daft tak menjawab apapun. “Daft-sama, semua persiapan sudah siap.”

“Ah, aku sudah menunggu cukup lama. Fili, belakangan ini kau agak lambat, ya?” Nada bicara Daft berubah total. Bukan lagi Daft yang baik dan lembut namun seperti… seorang sadist? Perubahan total sang pangeran membuat Alice merinding.
“Maafkan keterlambatan saya.” Fili membungkuk sopan. “Tidak akan saya ulangi lagi. Biarkan saya menangani sisanya, tuan…”

“Tidak…”

Seringai lebar muncul di wajah Daft. Dia memutar hilsnya untuk menatap gadis mungil itu. Seolah mengisyaratkan kematian di wajahnya, Alice hanya mampu mematung di tempatnya berdiri. “D-Da-Daft? Apa maksudmu dengan persiapan? Oi, jangan menyeringai begitu, dong! Ngeri tahu!”

“Fili, biarkan aku yang menangani sisanya. Kau siapkan makan malam.”

“Yes, my lord.”

Dengan tangannya itu, Daft menjambak rambut Alice dan menariknya keluar dari ruang baca. “KYAAAA!!” Rasa sakitnya tidak tertahankan. Helai-helai rambut Alice rasanya bisa dicabut dengan kekuatan Daft. “Hentikan!”

Tubuh Alice diseret menuju ruang bawah tanah yang gelap. Tidak peduli dengan tangga-tangga, Daft terus menyeret Alice dengan menarik rambutnya. Meninggalkan gadis itu mengerang kesakitan.

Daft memposisikan Alice di atas meja dan memborgol kedua tangan serta kakinya. Seringai itu tak henti-hentinya terpancar di wajah Daft. Di samping Alice banyak terdapat pisau bedah serta benda-benda tajam lainnya.

“DAFT, HENTIKAN!! APA YANG MAU KAU LAKUKAN?”

Daft menarik sehelai kain putih dan mengikatnya di mulut Alice untuk membungkamnya. “Tentu saja membunuhmu, Alice~” Daft mengambil sebuah pisau dan memutar benda itu di tangannya. “Kau tahu, Steph-sama bilang kalau aku bisa membunuhmu, dia akan menjadikanku raja selanjutnya.”

“Hmmph?” Alice mengingat perkataan Shiroko sebelumnya. Memanggil namanya jika ada masalah. “HHMMPHH!!!” Sial, tak ada satu pun kata yang benar keluar dari mulut Alice. Bagaimana dia bisa memanggil nama Shiroko?

“Aku bisa jadi raja~ dengan darahmu~ Setiap liternya membawaku ke atas… SINGGASANA!!”

Dikatup matanya rapat-rapat sembari berteriak dalam hati. Memanggil nama Shiroko dengan segenap kekuatan hatinya mungkin bisa saja menolongnya. ‘Shiroko! Shiroko! Shiroko! Tolong aku!!’

Tiba-tiba setitik cahaya muncul di sudut ruangan. Cahayanya lama kelamaan memijar makin terang. Membuat Daft dan Alice memandang cahaya itu seksama. Sebuah  jemari perlahan muncul dari sana. “Abbys Chain!” Dengan satu jentikan jari itu, beberapa rantai menjulur keluar dari cahaya itu dan mengikat Daft.

“S-Siapa kau? Berani-beraninya menghalangiku!!”

Sosok itu akhirnya keluar sepenuhnya dari dalam cahaya. Memperlihatkan sosok berbaju hitam dan wajah yang dikenal Alice. “Hmmph?”

Ya, itu Shiroko dengan tuxedo hitam.

“Alice, sudah lama aku menunggumu. Maafkan Shiroko karena terlalu banyak bermain-main.” Dia menjentikkan jari lagi dan kini borgol yang mengikat Alice telah terlepas. Namun karena shock-nya, Alice yang mencoba untuk berdiri malah terjatuh. Shiroko langsung mengambil inisiatif untuk mengangkat Alice bridal style.

“Kurone…” tanpa sadar, kata itu keluar dari mulut Alice. Dan pria berpakaian serba hitam itu langsung tersenyum tipis. Diperkuat pegangannya terhadap pria itu, Alice merasa tidak ingin turun dari sana.

“Akhirnya kau ingat juga, Alice.”

Suara gemericik rantai terdengar memenuhi ruangan. Rupanya Daft sedang mencoba melepaskan diri dari Abbys Chain milik Kurone. Dan di lain sisi, muncul Fili dengan kapak di tangannya. Wajahnya mengisyaratkan dendam yang mendalam.

“Apa yang sudah kau lakukan pada Daft-sama?”

Alice mengenggelamkan wajahnya di lengan Kurone sembari menggenggam kuat serat kainnya. Jelas sekali dia sudah muak dengan semua yang sudah terjadi padanya. Kurone juga tidak menghiraukan Fili dan malah menatap Daft lekat-lekat.
“Stephanie bilang apa soal darah itu?” tanyanya dengan wajah datar. Namun Fili yang sudah naik darah langsung mencoba menebas Kurone dengan kapak di tangannya.

Tentu saja, Kurone menghindar. Walau dengan Alice di tangannya, dia mampu mengeluarkan Abbys Chain lagi untuk membelenggu Fili. “Atau kalian mau tinggal di Abbys selamanya?

“Kumohon jangan bawa kami kesana. Kumohon!” Wajah Daft dan Fili jelas-jelas menampakkan ketakutan yang mendalam. “Akan kukatakan! Steph-sama bilang kalau Alice sekali lagi akan datang ke dunia ini. Dan jika aku membunuhnya dia bisa menjadikanku raja selanjutnya.”

Kurone hanya diam membisu. Dia pun memutar hilsnya dan menghampiri cahaya tempatnya muncul. “Rantai itu akan hilang dalam 6 jam.”tuturnya lalu kembali melanjutkan langkahnya.

Selama perjalanan di dalam cahaya itu, Kurone sadar kalau Alice benar-benar gemetar. “Alice, sudah tidak apa-apa. Kau akan baik-baik saja. Ada aku di sini.” Kurone merasakan sakit di dadanya. Kepingan masa lalu itu masih teringat jelas di benaknya. “Aku akan melindungimu… selalu.”

Akhirnya mereka sampai di ruang Aether. Di sana sudah duduk seorang pria yang tak lain merupakan Shiroko. Seringai anehnya itu terpampang di wajah putihnya. Kurone lantas mengabaikannya dan meletakkan Alice yang sudah tertidur di atas sofa empuk.

“Kau pasti sedang marah padaku, ya, Kurone?”

“Kenapa?” tanya Kurone. Dia masih memandang wajah Alice yang dengan polosnya tertidur. “Kita sudah sepakat untuk tidak menyeret manusia kemari lagi. Kenapa kau malah sengaja mencelakai Alice?”

“Karena aku rindu pada Alice. Aku ingin dia menghabiskan seluruh waktunya disini bersama kita. Membacakan cerita menarik padaku, minum teh bersama, aku rindu semua itu. Maka itu aku sengaja membuat permainan bodoh ini agar dia salah menjawab dan tinggal selamanya di sini.”

Kurone mencengkram kuat serat kain kemejanya saat perlahan rasa sakit menghantam dadanya. “Sudah seribu tahun sejak saat itu, ya?”

“Tidak seperti kita, Alice akhirnya bisa bereinkarnasi. Tapi aku tidak sadar ternyata wanita itu sudah bangun dari hibernasinya. Sial, aku benar-benar lengah.” Shiroko melepaskan senyum tipis di wajahnya. “Lalu, apa yang akan kau lakukan selanjutnya Kurone? Stephanie sepertinya sedang menyulut api pada kita.”

Kurone pun berdiri namun pandangannya masih menjurus pada Alice yang dengan nyamannya berdiam di sana. “Aku akan melindungi Alice.”

“Aku tahu soal itu! Maksudnya untuk menangani Steph!”

“Akan kukirim Alice ke Hemera. Dia mungkin bisa berlindung di sana. Sudah seribu tahun aku memperketat perlindunganku di Hemera, tidak seperti kau yang cuma main-main di Nyx.”

“Heh? Seribu tahun ini aku mencari Alice, loh! Jangan bilang kalau aku main-main!”

“Buktinya sampai si Steph itu bisa menyusup ke Nyx itu bukan masalah sepele. Dengar Shiroko, perang besar-besaran sepertinya akan terjadi di Monochrome dalam waktu dekat. Bersiaplah.”

Mungkin mereka tidak sadar kalau Alice mendengar semua perkataan mereka. Dan entah mengapa, Alice mulai merasakan kehangatan di dadanya. Perasaan nostalgia yang sepertinya pernah dia rasakan. Dan tanpa sadarnya, senyum berkembang di wajahnya tidak pudar sampai di terbangun.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top