Be Brave In the Attempt

"Kenapa kau tidak bisa mengalah pada adikmu sendiri? Kau sudah cukup besar untuk mengerti, bukan?" tegur Ralph dengan nada tegas.

"Anthony! Harus berapa kubilang untuk tidak melakukan hal seperti itu lagi! Contohlah Sean atau Zac yang sudah melakukan semuanya sesuai aturan dan tidak sepertimu yang tidak pernah mendengarkan!" seru Maria di lain kesempatan.

"Sean sudah bekerja, Zac akan lulus sekolah, dan kau masih di tahun terakhir kuliahmu. Bersabarlah, jika memang sudah waktunya, maka kau akan mendapatkan kendaraanmu sendiri," ujar Ralph di suatu pagi.

"Ambilkan semua perlengkapannya karena kau bertanggung jawab atas adik-adikmu. Kau harus mengerti bahwa kau adalah yang tertua di sini karena Sean tidak ada, maka kau perlu memberi contoh," tukas Maria saat keluarga sedang bersiap untuk melakukan perkemahan di akhir pekan.

Meski saling mengasihi dan menyayangi, tentu saja ada hal yang tidak menyenangkan terjadi. Segala sesuatu bisa berjalan dari bagaimana reaksi dan respon yang kita berikan. Ada yang mengalah, ada yang ingin menang sendiri, ada yang mengeluh, ada juga yang menggerutu, dan ada yang mulai tidak senang.

Seiring berjalannya waktu, suasana dan keadaan akan berubah, demikian pula dengan orang-orang itu sendiri. Meski pada dasarnya, semua orang itu adalah baik, tapi tidak menutup kemungkinan jika semuanya akan berubah pada waktunya.

Naomi sering mendapati Anthony menyendiri di atap rumah dimana kamar Anthony terletak di lantai paling atas yang terhubung dengan atap rumah lewat jendela kamar. Kakak keduanya itu tidak mengeluarkan suara apapun, hanya terdiam dengan tatapan mengarah ke atas untuk melihat langit malam seorang diri.

Naomi sendiri tidak berani bertanya, baik kepada Anthony, ataupun kepada orangtua angkatnya karena merasa tidak sopan. Zac pun terlihat santai dan bersikap seolah tidak ada yang terjadi, namun Naomi tidak bisa mengabaikan hal itu.

Bukankah setiap orang berhak mengeluarkan suara? Bukankah sudah tugas masing-masing untuk membawa peralatannya dan bukan hanya dilimpahkan pada satu orang saja? Bukankah untuk mengalah terus sudah berarti dia menunggu cukup lama, tapi kenapa harus memintanya untuk kembali bersabar? Masih banyak pertanyaan dalam benak Naomi, tapi sekali lagi, dia tidak berani bertanya.

Ralph dan Maria adalah orangtua yang sangat baik. Demikian juga dengan Sean, Anthony, dan Zac adalah kakak beradik yang saling menyayangi dan melindungi dalam segala hal. Naomi merasa senang dengan adanya kedekatan yang terjalin dalam keluarga Griffith. Tapi tidak bisa dipungkiri jika ada banyak hal yang berubah dan tidak seperti dulu, apalagi semenjak mereka bertambah usia dan mereka menjadi mengerti banyak hal.

Meski sikap mereka pada Naomi tidak berubah, masih menyayanginya dengan sepenuh hati, tapi Naomi merasa cemas jika nantinya mereka akan berubah dan selalu bersikap tegas dalam setiap hal yang dilakukan seolah kesalahan sudah menjadi bagian dari dirinya.

"Apa yang kau lakukan di sana, Naomi? Kenapa kau belum tidur?" pertanyaan Anthony membuat Naomi tersentak dan mengerjap cepat sambil menatap Anthony yang sudah masuk kembali ke kamar lewat jendela.

Tidak terasa jika Naomi sudah berdiri cukup lama di kamar Anthony tanpa melakukan apa-apa selain berdiri di ambang pintu yang terbuka. Merasa malu dan sudah ketahuan karena mengintip, Naomi menunduk dengan kedua pipi yang memanas sambil berpikir keras untuk alasan dirinya berada di situ.

Sebuah belaian ringan mendarat di atas kepalanya, dan itu membuat Naomi mendongak untuk mendapati Anthony sedang tersenyum di sana.

"It's okay, aku tidak marah. Aku tahu kau selalu berada di sini jika aku sedang kesal. Tidak apa-apa, aku baik-baik saja," ujarnya menenangkan.

Naomi semakin tidak enak hati dan memutuskan untuk mengambil satu langkah, lalu memeluk perut Anthony dengan erat. Kakaknya itu sangat tinggi dan Naomi hanya mencapai batas antara dada dan perutnya.

"Aku tidak ingin kau sendirian," ucap Naomi kemudian.

Anthony memeluk Naomi sambil mengangguk. "Aku tahu, tapi kau membiarkanku duduk sendirian dan berdiri di sini."

Naomi melepas pelukan dan menatap Anthony dengan ekspresi bersalah. "Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan. Aku takut mengganggumu."

"Ingin mencoba duduk di atas sana?" tanya Anthony sambil menunjuk ke jendela kamar yang belum ditutup.

Naomi mengangguk sebagai jawaban dan membiarkan Anthony mengarahkan jalan, kemudian memandunya untuk bisa duduk di atap rumah dengan hati-hati. Ini adalah pertama kalinya Naomi merasakan duduk di atap rumah sambil melihat langit malam bertabur bintang-bintang yang tampak cantik di sana. Menyenangkan, itu adalah yang Naomi rasakan.

"Apa kau suka duduk di sini?" tanya Anthony yang sudah duduk bersebelahan dengan Naomi.

Naomi mengangguk dan menoleh pada Anthony sambil tersenyum. "Tidak heran jika kau menghabiskan waktu cukup lama di sini."

"Sangat menyenangkan," balas Anthony sambil terkekeh dan melepas sweater-nya untuk memakaikannya pada Naomi. "Hanya saja, angin malam cukup dingin, jangan sampai kau sakit."

"Terima kasih," ucap Naomi senang.

Keduanya terdiam sambil menatap ke atas dengan pikiran masing-masing. Naomi tidak tahu apa yang harus dibicarakan, tapi dengan diam dan tenang adalah cara yang bisa dilakukan untuk menemani kakaknya yang terlihat masih termenung di situ.

"Bertanyalah jika kau ingin, Naomi," ujar Anthony tiba-tiba, lalu menoleh pada Naomi yang terlihat memperhatikannya dengan penuh arti.

"Aku takut," ucap Naomi jujur.

Anthony tersenyum sambil menggelengkan kepala. "Tidak apa-apa, aku tidak akan marah."

"Apa kau bahagia?" tanya Naomi langsung.

Anthony terdiam sejenak, terlihat berpikir, lalu tersenyum hambar di sana. "Aku tidak tahu apa arti bahagia, tapi aku bisa bilang jika aku senang karena ditemani olehmu saat ini."

Naomi melihat Anthony dengan penuh tanya sekarang. Bagaimana mungkin seseorang bisa tidak tahu arti bahagia? Apakah itu mungkin?

"Tapi kau selalu tertawa dan ceria," ucap Naomi.

"Itu adalah caraku untuk merespon dan bereaksi untuk apa yang ada di depanku. Saat kau besar nanti, kau akan mengerti apa maksud dari ucapanku, Naomi. Tidak semua apa yang kau lihat menceritakan semuanya, seperti saat kau tertawa, itu tidak berarti kau sedang bahagia, bisa jadi kau berusaha untuk membuat dirimu senang dan berharap tawa yang kau keluarkan memberi kesenangan bagi orang lain."

"Itu berarti tidak hanya untuk diri sendiri tapi orang lain?" tanya Naomi dan Anthony mengangguk.

"Tidak semua bisa ditampilkan ke semua orang karena itu bukan hal penting. Ada kalanya kau harus menyembunyikan atau menahan emosi demi kebaikan bersama. Seperti itulah cara masing-masing orang menghargai nilai dirinya sendiri lewat penguasaan diri yang baik."

Naomi mengangguk dan mengingat apa yang diucapkan Anthony padanya. Sedikit banyak, Anthony banyak mengajarkan hal baru padanya. Caranya dalam menjelaskan sangat mudah dimengerti oleh Naomi.

"Bisakah aku bilang jika kau sedang sedih?" tanya Naomi dengan nada hati-hati.

Anthony tersenyum lagi. "Aku sudah terbiasa, tapi ada kalanya aku merasa lelah, seperti saat ini."

"Apa karena kau selalu disalahkan?" tanya Naomi lagi.

"Karena menjadi anak kedua," jawab Anthony getir. "Sean menjadi kesayangan karena dia adalah anak pertama, sementara Zac menjadi pusat perhatian karena dia adalah anak bungsu."

"Aku tidak mengerti," ucap Naomi.

"Setiap orangtua sudah pasti akan mempersiapkan segala sesuatu untuk kelahiran anak pertama, oleh karena kehadiran anak itu sangat diharapkan. Sementara untuk anak bungsu, sederhananya karena mereka adalah yang terkecil dan dianggap masih belum mengerti."

"Bagaimana dengan anak kedua? Bukankah harus diperhatikan dan dikasihi setara dengan yang lainnya?" tanya Naomi lagi.

"Seharusnya," jawab Anthony langsung. "Tapi aku mendapati bahwa mereka cenderung harus menetapkan aturan tentang keharusan untuk terus mengerti. Seperti kepada kakak, harus menuruti dan mengikuti apa katanya. Dan kepada adik, harus mengalah dan memakluminya. Terkadang hal itu membuatku merasa tidak ada ruang yang pas untukku, tidak ada jeda untukku, tapi aku sudah terbiasa, sampai mati rasa."

Naomi terdiam dan spontan mendekati diri pada Anthony untuk memeluknya. Meski cara penyampaiannya terdengar santai tapi ada kesan sedih dari sorot matanya.

"Menurutku, kau adalah orang yang sangat pengertian dan bijak. Kata guru agamaku, Mrs. Deborah, kita semua diberi hikmat untuk menilai apa yang terjadi dan itulah yang menguatkan kita. Nantinya, kita akan memiliki kekuatan ekstra untuk menghadapi segalanya di masa depan," ujar Naomi kemudian.

Anthony tertawa pelan dan mengangguk menyetujui.

"Kau sangat cerdas, Naomi. Saat pertama kali aku melihatmu, aku merasakan gejolak amarah yang asing dalam hati oleh karena dirimu yang sangat lucu tapi disia-siakan. Lihatlah kau sekarang, tumbuh menjadi anak yang manis, penuh perhatian, dan jenius. Aku sangat bangga padamu. Tidak heran jika kami sangat senang memiliki adik perempuan oleh karena kau yang sensitif dan bisa merasakan apa yang tidak biasa diantara setumpuk apa yang sudah biasa," tukas Anthony sambil membetulkan poni rambut Naomi yang sediki berantakan karena tertiup angin.

"Aku tidak merasa disia-siakan," balas Naomi dengan mata yang berkaca-kaca. "Aku memang sedih saat mengetahui hal itu, tapi aku merasa diberkati sejak mengenal kalian. Jika hal itu tidak terjadi, mungkin aku tidak akan memiliki orangtua dan kakak-kakak luar biasa dalam keluarga ini."

"Kau benar sekali, Anak Manis."

"Maka dari itu, kuharap kau bisa melihat hal baik dari apa yang terjadi, Anthony. Bukan tanpa alasan, kau mengalami keadaan seperti ini. Mungkin kita memiliki porsi masing-masing yang diberi lebih. Seperti lebih banyak sabarnya, atau lebih banyak sedihnya, juga lebih banyak harus belajar untuk menerima, karena dari semua itu, kita berlatih untuk sesuatu yang lebih besar nantinya," ucap Naomi kemudian.

Anthony menatapnya tercengang, lalu tertawa hambar sambil mengusap wajahnya sendiri. "Aku tidak percaya jika aku akan diberi nasihat oleh anak SD sepertimu," gumam Anthony.

"Aku yang dinilai berbeda oleh kebanyakan orang lokal, membuatku harus menerima dan mengerti tentang keadaan. Aku banyak menghabiskan waktu dengan Mrs. Deborah untuk belajar tentang penerimaan diri dan penguasaan diri," balas Naomi dengan tatapan menerawang.

"Kau sudah terlalu lama mendapat perlakuan bully dari anak-anak iseng itu, yah? Apa mereka masih melakukan hal itu? Jika ya, aku berani bersumpah akan membuat mereka menelan air kolam ikan kita sampai habis," ucap Anthony serius dan terdengar tidak senang.

"Easy, Brother, mereka bahkan tidak berani berserobok denganku, apalagi bertatap muka. Sebaliknya, aku dijauhi dan dianggap seperti sumber penyakit oleh mereka. Dimana ada aku, maka mereka akan langsung beranjak dan pergi," sahut Naomi lirih.

"Itu sangat bagus sekali, artinya mereka mendengarkan pernyataan serius kami," celetuk Anthony yang membuat Naomi menggelengkan kepala.

"Itu tidak bagus," timpal Naomi langsung. "Karena itu tidak alamiah. Pada dasarnya, mereka akan tetap mengganggu jika perubahan tidak terjadi dalam diri. Lagi pula, mungkin saja aku akan mendapat perlakuan yang sama jika pindah sekolah atau ke tempat baru."

"Dan hal yang sama juga akan kami lakukan untuk membelamu," balas Anthony tanpa ragu.

"Bukankah dengan terus dibela maka tidak ada pelajaran yang bisa diambil selain menjadi manja?" tanya Naomi getir. "Aku lebih memilih merasakan kesakitan daripada perawatan yang akan membuatku tidak bisa melakukan apa-apa."

Lagi. Anthony tercengang sambil menatap Naomi lekat. Tidak menyangka jika gadis kecil seperti Naomi bisa berpikir terlalu jauh seperti itu.

"Aku akan baik-baik saja. Menjadi terbuang tidak membuatku lemah atau merasa dikucilkan. Lihat aku sekarang? Aku selalu berada di tempat dan waktu yang tepat. Aku hidup dan masih bertahan sampai hari ini. Untuk itu kuharap kau tidak berkecil hati sebab ada aku yang akan berjuang bersamamu," ujar Naomi sambil memamerkan senyuman lebar pada Anthony yang sudah ikut tersenyum.

Anthony merangkul bahu Naomi dan membawanya ke dalam pelukan yang lebih erat. "Terima kasih sudah hadir dalam keluarga kami dan memberi kehangatan seperti ini, Naomi. Kau tidak terbuang, kau adalah istimewa."

Naomi mengeratkan pelukan dengan menenggelamkan diri pada tubuh besar kakaknya dan melanjutkan perbincangan sambil menatap langit malam bersama. Keduanya sama-sama tidak menyadari jika ada Maria yang sedaritadi berdiri di dekat jendela dan mendengar pembicaraan itu. Cukup lama, sampai Maria tersenyum dan menatap punggung kedua anaknya dengan sorot mata penuh kasih dan hati yang penuh dengan rasa syukur.




🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷



Not to judge, tapi memang sebagai anak tengah itu bebannya lebih berat dibandingkan yang lain. 🙈

Tapi percaya deh, segala sesuatu yang terjadi, yang sepertinya lebih berat untuk dipikul, lebih banyak untuk diembani, lebih tidak adil dalam perlakuan, termasuk yang selalu dibandingkan, justru menghasilkan kekuatan yang nggak terduga buat kita menghadapi dunia di masa depan.

Pada intinya, jangan berfokus pada apa yang nggak baik, apa yang membuat kita merasa down, dan masih banyak lagi.
Jalani saja hidupnya, pelajari dan lihat sekelilingmu, imani dan resapi bahwa kamu akan menjadi lebih kuat dari sebelumnya.

Hari inilah yang membentuk kamu
di masa depan.
Hari ini jugalah yang akan membuat kamu berterima kasih lewat apa yang terjadi, maka ada kamu yang sekarang.

Tentunya itu berdasarkan dari reaksi dan respon yang kamu beri.
Jangan lupa yang terpenting, yaitu menyukai prosesnya dan menikmati berbagai macam emosi.

I purple you. 💜

31.01.23 (09.45 AM)




Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top