Chapter 9 : Tangga

Mocca's PoV

Masih di malam Halloween yang tidak terduga bahwa aku bisa terdampar di istana megah milik keluarga Mixolydian.

Tidak, bukan terdampar, bukan juga kebetulan, melainkan hanya mengiyakan ajakan pemilik istana ini, Raja Hallow. Lagi pula aku juga tidak punya tujuan lain.

Dia memang Raja sekaligus memimpin kota Mejiktorn. Tapi, sejak aku telah mengenal beberapa hal yang aku tahu dari sifat dan sikapnya, aku rasa lebih enaknya jika aku memanggil namanya saja. Selama ini aku memanggilnya tanpa sebutan 'Raja'. Dan sepertinya dia tidak keberatan dengan hal itu. Namun, aku masih ragu.

Kami tidak kembali masuk ke dalam istana. Setelah kejar-kejaran tidak jelas, Hallow mengajakku duduk di sebuah tangga luar yang menghubungkan ke lantai atas istana yang entah menuju ke ruang apa.

"Hei, kau tidak keberatan jika aku tidak bicara formal padamu? Yaa formal seperti aku memanggilmu dengan sebutan 'Raja'?" tanyaku mulai mengisi kesunyian lantaran tidak ada yang dibahas.

"Sama sekali tidak. Kau boleh panggil dengan namaku saja agar mudah," jawab Hallow tanpa menoleh padaku, asik melihat ke atas langit.

"Baiklah kalau itu jawabanmu aku akan memilih cara yang mudah," ujarku lagi.

Kami diam. Kembali hening. Hallow terlihat masih betah memandang langit malam. Sedangkan aku malah bosan lantaran tak ada yang bisa aku lakukan.

"Hei, kenapa kau mengganti jasmu dengan warna merah?" tanyaku lagi menanyakan hal yang sebenarnya tidak begitu penting. Dari pada diam terus.

Mendengar pertanyaanku, dia melihat badannya yang terpakaikan jas merah, lalu menoleh padaku.

"Oh, satu jam yang lalu saat aku mencarimu, ada tamu datang ke istana. Rupanya yang datang adalah para perusuh yang seenaknya mampir ke sini tanpa diundang. Mereka mengataiku bahwa jas hitam tidak cocok untukku. Colla mengambilkanku jas merah ini. Mereka terlalu banyak komentar dan berisik. Aku lebih suka keheningan dibandingkan mendengar cerocosan mereka yang membuatku sakit kepala," jawab Hallow yang tidak seperti biasanya memasang wajah datar tanpa secercah senyum. Aku mengernyitkan alis karena heran.

"Memangnya siapa yang kau maksud? Oh! Kau lebih memilih keheningan? Oke, artinya, kau juga tidak suka jika ada yang bicara padamu?? Baik, aku akan diam."

Aku membuang pandangan dan mengalihkan kepala ke depan, memandang pepohonan yang tumbuh dan rumput bergoyang karena perbuatan angin yang berlalu dan lumayan membuatku dingin. Halaman belakang istana yang dipenuhi oleh tumbuhan hijau.

Tiba-tiba saja sesuatu dari kain yang lumayan tebal dan hangat menutup kedua pundak termasuk punggungku. Aku kembali menoleh pada Hallow. Dia tidak memakai jas merahnya lagi. Jasnya itu kini dia pakaikan padaku.

"Aku memang suka keheningan, namun bukan berarti aku menyuruhmu untuk diam," balas Hallow sambil memakaikan jasnya padaku. "Mereka gadis-gadis pengetuk pintu yang meminta seember permen. Di hari Halloween maupun hari biasa, mereka sering sekali ke sini untuk menggangguku. Aku menyuruh mereka pulang lantaran sudah hampir tengah malam. Namun mereka masih betah duduk-duduk di ruang tengah. Padahal aku sudah memberikan mereka banyak permen."

Tubuhku terasa hangat karena jas yang diberikan Hallow. Aku memegang kerah jas dengan arti menerima jas itu melindungi tubuhku yang memang mulai kedinginan oleh angin malam.

Setelah menerima jasnya yang menutup tubuhku, aneh sekali aroma tubuh Hallow malah begitu melekat ke indra penciumanku. Aroma yang menenangkan.

Mulutku diam tak membalas kata-kata Hallow. Membisu sambil memikirkan apa lagi yang harus aku bicarakan. Keheningan lagi-lagi menyerang. Tak lama kemudian suara Hallow kembali mengisi.

"Sepertinya aku salah memilih tempat duduk di sini. Duh, betapa bodohnya aku. Kau kedinginan. Sebaiknya kita masuk ke dalam sebelum kau kena masuk angin," kata Hallow bangkit dari posisi duduknya.

Hallow berjalan menuruni tangga. Bukannya mengikuti dia beranjak dan turun tangga, aku malah tetap duduk di tangga.

Melihatnya turun dari tangga dan membalikkan badan, dia melihatku masih ada di tempat dengan mata yang terbelalak heran.

"Kau saja yang masuk. Aku tetap di sini saja," ungkapku.

"Kau yakin? Anginnya terlalu dingin untuk dinikmati. Lagi pula ini hampir jam dua belas malam. Sebaiknya kau tidur. Aku akan menyuruh pelayanku untuk mengusir para perusuh itu," balas Hallow masih berdiri di bawah tangga.

"Aku tidak mengantuk. Lagi pula aku juga suka keheningan di sini. Kau pergi saja dan lakukan pekerjaanmu sebagai seorang Raja. Aku tak akan mengganggu aktivitasmu."

"Tidak," balas Hallow kembali menaiki anak tangga dan sampai di anak tangga yang ke sembilan, tepat pada bagian yang aku duduki, dia duduk di sampingku. "Kalau kau tidak mau masuk, aku juga tak akan mau masuk."

Aku mengangkat kedua alis dan memutar kedua bola mata tak peduli. Dia Raja yang aneh.

"Terserah kau saja."

"Hei, bolehkah aku bertanya?"

"Kau baru saja bertanya."

Seketika Hallow tertawa mendengar balasanku. Sedangkan aku menatapnya bingung sekaligus heran. Memang benar kan tadi dia tanya.

"Hoahahaha, oke kau pintar. Aku yang bodoh. Aku harus banyak belajar beberapa hal darimu. Jadi pas sekali aku ingin menanyakan pertanyaan ini. Kemarin, aku dapat sebuah kata-kata dari dalam novelku yang entah judulnya apa aku lupa. 'Cinta itu buta.' Kau tahu apa maksudnya?"

"Mungkin, katanya cinta itu buta karena dia mencintai seseorang bukan dari melihat fisik, baik itu wajah maupun kelebihan atau kekurangan. Baginya, cinta datang dari hati. Bukan dari kelebihan yang dimiliki walaupun orang yang dia sukai terdapat banyak kekurangan, menurutku," jawabku sambil menggaruk kepala karena bingung sendiri dengan jawabanku. "Hei, rupanya kau suka baca buku fiksi, ya?"

"Tentu saja! Buku-buku itu sangat membantuku menghilangkan rasa bosan. Tapi, aku mulai bosan dengan semua buku-buku itu karena sudah semuanya aku baca sampai selesai. Apa kau suka membaca buku?"

"Aku tidak terlalu suka membaca buku. Aku lebih suka jika cerita itu diceritakan oleh orang lain atau menontonnya dalam sebuah pertunjukkan drama."

"Kau lebih suka diceritakan, ya? Oke, aku akan menceritakan sesuatu padamu. Buku pertama yang pernah aku baca. Ceritanya seru, lho! Mau dengar?" Hallow sedikit menggeser dirinya mendekatiku, matanya berbinar antusias.

Aku mengangguk setuju dan tertawa melihat keantusiasannya itu. Konyol.

Lama Hallow bercerita seru tentang buku yang dibacanya, pada awal cerita aku antusias mendengarkan setiap kata yang dia ucapkan. Aku selalu membayangkan semua ciri tokoh dan jalan ceritanya yang sering berubah-ubah tempat.

Masih pada pertengahan cerita, sudah seru-serunya, rasa kantuk mulai menyerang mata. Sambil tetap mendengarkan, aku berusaha menahan rasa kantukku.

Disaat aku menguap, Hallow berhenti bersuara. Memutuskan ceritanya yang belum selesai.

"Mocca, kau mengantuk. Sebaiknya kita masuk ke dalam dan segera tidur. Yang lain pasti sudah tidur. Aku tidak mau kau mengantuk di pagi hari," kata Hallow mengakhiri cerita.

"Hei, padahal kau belum selesai bercerita," keluhku kecewa.

"Aku akan ceritakan lanjutannya besok. Kau suka ceritanya?" Hallow menarik kedua tanganku untuk segera berdiri.

"Sangat! Saat tokoh Elis mengikuti kelinci itu masuk ke dalam sebuah lubang di bawah pohon, dia telah masuk ke dalam dunia yang berbeda. Dia menemukan banyak orang yang unik dan sedikit gila. Dunia yang aneh tapi terlihat menyenangkan," jawabku menerima kedua uluran tangan Hallow untuk segera berdiri. Mataku semakin berat karena rasa kantukku sudah sangat serius menyerangku.

Mendadak pikiranku mengarah ke arah lain. "Tunggu. Memangnya aku akan tidur di mana? Di kamarmu itu?"

Hallow mengangguk polos. "Ya tentu saja di kamarku. Kau akan tidur bersamaku. Lagi pula kasurku muat untuk dua orang. Tidak ada kamar kosong lagi karena sudah dimuat oleh orang-orang yang bekerja di sini. Hei, kenapa kau melangkah mundur dariku? Kau bisa jatuh!"

"A-aku tidak mau tidur sekamar denganmu!! Apa lagi di kamarmu! AKU TIDAK MAU!!"

Aku menuruni tangga tanpa melihat ke belakang, lebih tepatnya tidak mengarah ke depan bawah tangga. Ini memang berisiko yang jika salah langkah sedikit saja, aku bisa terjatuh.

Hallow ikut melangkah turun untuk meraihku agar tidak melanjutkan turun tangga dengan langkah mundur. Melihatnya mengejar, aku panik dan tidak sengaja sebelah kakiku salah langkah. Kedua mataku menutup takut tak ingin melihat kejadian selanjutnya.

"HALLOW!"

Aku akan jatuh.

BUK!

🎃TO BE CONTINUE ...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top