Chapter 56 : Damai

Hallow's PoV

"Ah! Kau kembali, tampan. Aku tanya, sudah bertemu dengan istrimu? Bagaimana kabarnya? Apa dia baik?"

Tak ada jawaban untuk semua pertanyaan omong kosongnya. Dia berada di atas sebuah jam pasir raksasa berpasir merah. Sedang duduk di sana dengan kedua kaki yang diayunkan.

Tanpa melihatku, ternyata dia bisa merasakan keberadaanku.

Aku harus mengusirnya dari tubuhku. Dan aku tahu bagaimana cara agar dia bisa kembali ke neraka. Hanya saja, aku perlu sedikit waktu untuk itu.

"Apa kau tidak bosan berada di dalam tubuh seseorang? Apa kau menyukai hidupmu yang seperti ini?" tanyaku.

Dia berhenti mengayunkan kakinya. Keheningan melanda dan membuatku jengkel. Aku bingung kenapa aku harus berurusan dengan makhluk seperti dia.

"Aku tidak pernah mengenal kata itu dalam hidupku, karena dunia adalah papan permainanku. Sedangkan orang-orang adalah buah caturku. Aku bisa menguasai mereka sesuka hatiku. Mereka bisa menjadi bagian dari prajuritku. Dan kau tahu, aku melakukan ini semua karena mengasyikkan."

Jawaban yang mengerikan.

"Permainanmu itu sudah game over. Jadi sebaiknya kau pergi saja dari kehidupan kami dan lanjutkan hari-harimu di neraka," tuturku kesal.

Gadis bernama Mona Ferlendian itu tertawa kencang. Astaga. Aku sedang berurusan dengan orang yang tidak waras. Dan mungkin kabar mengenai kehilangan kewarasannya itu adalah fakta.

"Aku telah meng-reset permainanku. Kau tahu, aku benci jika sudah game over," balas Mona membuatku semakin memandangnya tidak suka.

"Aku akan menghancurkan permainanmu itu."

"Kau ingin menghancurkannya? Bagaimana caranya?"

Mona melompat turun dari atas jam pasir. Ia berjalan mendekat dan sampai di hadapanku.

"Dengan cara membuatmu mengakhiri permainan yang kau buat selama ini," jawabku sambil mengarahkan tanganku ke samping, segera memanggil pedang yang sudah kubawa dari dalam diriku. "Pedang Hitam, aku memanggilmu atas namaku, Hallow Mixolydian. Datanglah kepadaku."

Sebuah pedang berwarna hitam keluar atas panggilanku. Pedang yang kupinjam dari pemilik pedang Hitam yang sekarang. Aku tidak tahu di mana gadis bernama Serta itu bisa mendapatkan pedang ini. Tapi untuk masalah sekarang, aku harus menyelesaikannya dengan senjata ini.

Mona melangkah mundur sebanyak tiga kali tatkala melihat pedang Hitam telah ada di genggamanku. Pedang ini terkutuk jika disentuh oleh bangsa vampir. Pedang yang pernah dimiliki oleh seorang raja penguasa kegelapan pada 237 tahun yang lalu. Aku tahu sejarah itu karena aku pernah membaca buku mengenai sejarah kerajaan yang sudah punah.

Aku merentangkan tanganku yang satunya. Aku ingin mengeluarkan pedang Emas milikku untuk menyatukan pedang Hitam dengan pedang Emas.

"Aku Hallow Mixolydian, sang raja pemilik dari pedang Emas. Aku perintahkan pedang Emas untuk bersatu dengan pedang Hitam."

Mata biru langitku mulai menyala biru. Aku yakin mataku telah tergambar kuda emas bersayap dan bermahkota yang dapat diartikan adalah logo kerajaan Mixolydian. Rambut hitamku telah berubah warna menjadi putih seperti salju.

Sebuah pedang Emas telah berada di tangan kiriku. Kekuatan sihirku bereaksi ketika kedua pedang di tanganku didekatkan. Cahaya sihir membuat Mona kesilauan dan memegang dadanya yang sesak karena keberadaan kekuatan pedang Hitam yang semakin kuat akibat bergabungnya dengan pedang Emasku.

Agar pedang ini semakin lebih kuat dan dapat melenyapkan Mona tanpa ada yang tersisa, aku menambahkan kekuatannya dengan menyebutkan mantra-mantra yang berfungsi memperkuat dan mempertahankan energi sihirnya agar tidak terlepas dan terbelah.

Mona menutup kedua telinganya saat aku menyebutkan mantra-mantraku. Dia mengerang kesakitan karena kekuatan yang kukeluarkan. Rangkaian huruf mantra tersusun rapi dan saling berbaris mengelilingi dua pedang yang telah bersatu. Begitu terasa energi sihir telah cukup, mulutku berhenti mengeluarkan mantra. Aku sudah siap untuk membuatnya pergi dari sini.

Mona yang tidak memiliki senjata apa pun hanya bisa berdiri dalam getaran tubuhnya. Air mata darahnya menandakan dia sedang tersiksa oleh keberadaan pedang Hitam yang bersatu dengan pedang Emas. Dia benar-benar sedang tersiksa.

Aku akan membebaskannya dari siksaannya.

ZLEB!!

Pedangku langsung menusuk tepat di jantung Mona. Tak ada kata-kata terakhir yang sempat diucapkan. Dia terbunuh olehku dengan air mata darah yang berlinang.

Dan jiwanya berubah menjadi debu glitter berwarna merah.

Aku menghilangkan keberadaan kedua pedang di tanganku yang masih bersatu. Napasku sedikit terengah-engah karena energi sihirku lumayan terkuras banyak.

Sebelum aku kembali membuka mataku, aku melihat sebuah bayangan dua orang yang pernah kutemui.

Mona Ferlendian. Dia tersenyum kepada seorang lelaki di sampingnya. Seseorang yang dulu adalah tunangan Mona. Dia sudah meninggal tepat pada hari pernikahan mereka. Dia dibunuh oleh sihir panah terkutuk Nenek Sihir. Panah itu tepat mengenai jantungnya. Mona sangat tertekan dengan kematian tunangannya dan akhirnya dia mengalami gangguan jiwa.

Nenek Sihir adalah si penyihir terkutuk yang meresahkan semua penyihir atas keberadaannya yang tidak bisa dideteksi dengan cara sihir apapun, karena penyihir itu terkutuk untuk selama-lamanya. Dia membunuh, karena kutukan yang telah membuat penyihir itu menjadi tidak waras. Menjadi buruk rupa dan dijauhi oleh semua penyihir. Itulah yang membuat penyihir itu menjadi kehilangan akal sehat.

Hampir mirip dengan kasus Mona, ya? Hampir. Tidak mirip.

Di mata Mona, aku adalah wajah tunangannya. Tapi, dia memanggil namaku karena mungkin dia tidak ingin memanggil nama tunangannya itu lagi. Tunangan Mona adalah orang yang sangat rendah hati dan tulus. Jika saja dia masih hidup, aku masih bisa melihatnya bahagia dengan Mona. Tapi sayang sekali, takdir tidak semanis yang diharapkan.

Lelaki itu menggenggam tangan Mona. Mereka saling melempar senyum dan berjalan lurus sampai mereka menghilang dari penglihatanku.

Karena Mona meninggal dalam keadaan tidak waras, sepertinya Tuhan memberikan surga dan mempertemukan jodohnya di sana. Neraka tidak dapat berlaku untuknya. Orang yang dia cintai telah menunggu kepulangan Mona.

Aku sudah melenyapkan jiwa jahatnya. Sisanya, Mona akan bahagia di sana. Bersama orang yang dia kasihi.

Dan tugasku sekarang adalah melanjutkan hidupku.

🎃

4 tahun kemudian.

Hai, Mocca.

Hanya satu namamu, kau membuat hidupku berubah pesat.

Dulu, aku terkurung dalam kegelapan karena dendamku kepada Nenek Sihir. Dia yang telah membunuh kedua orang tuaku 6 tahun yang lalu.

Sejak kau datang, kau membuat mataku hanya ingin melihatmu. Aku melupakan dendamku dan membiarkan Nenek Sihir itu hidup. Tapi, aku masih bertekat ingin membunuhnya.

Kau mengobati lengan kiriku yang tertusuk oleh panah Nenek Sihir yang kudapat saat aku berburu selama 3 hari di hutan. Aku benar-benar lupa waktu.

Semakin aku menjalani waktu bersamamu, aku semakin suka padamu. Ya, aku sangat berhasrat ingin menikahimu.

Tapi, kau ingin sekolah dulu. Baiklah. Aku juga akan ikut sekolah denganmu. Dan pasti itu akan terasa menyenangkan.

Hari-hari sekolah kau jalankan dengan riang gembira. Kau membuka buku tulis dan penamu. Kau menyuruhku untuk tidak tidur di dalam kelas dan selalu memperhatikan pelajaran yang disampaikan di depan kelas.

Kau disakiti dan dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak tahu malu, tapi kau tetap bersikap kuat dan tersenyum seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Kau berusaha menutupi masalahmu dariku. Menurutku, kau terlalu baik untuk mereka.

Aku tidak sempat memberi mereka pelajaran. Tapi, orang-orang yang menyakitimu telah menjadi pengikutmu begitu mereka melihat siapa dirimu yang sebenarnya.

Musuhku membuatmu terus berduka atas kematian anggota keluargamu. Aku juga sangat sedih atas kematian mereka. Aku berharap mereka bahagia di sana. Ya, di atas sana. Berkumpul di surga bersama kedua orang tuaku.

Kau menangis melihatku terluka. Tapi, kau tetap percaya dengan apa yang aku katakan dan aku janjikan. Akhir yang memuaskan, aku berhasil membuatmu kembali tersenyum. Kau terlihat sangat bahagia ketika mendengar suaraku kembali. Kau memelukku dan mengatakan terima kasih yang begitu banyak.

Sekarang, semua kembali seperti biasa. Kota Mejiktorn sudah disihir kembali oleh semua sihir yang dimiliki penduduk Mejiktorn termasuk sihirku dan sihir pelayan-pelayanku membantu mereka memperbaiki kota. Sedangkan istana sengaja tidak diperbaiki dengan sihir. Aku memerintahkan pelayan-pelayanku memperbaiki semua kekacauan istana. Dan mereka tampak bersemangat sekali. Senang melihat mereka seperti itu.

Mocca, berkat dirimu, aku dan semuanya sangat bahagia. Kedamaian telah kembali pulang membahagiakan semua orang.

Oh iya, kerajaan Phrygian dan kota Phrygistron sama kasusnya dengan kota Mejiktorn. Berantakan. Dan mereka menggunakan cara yang sama untuk memperbaiki semua kerusakan.

Syukurlah, Jeky dan tunangannya tidak apa-apa. Raja Tentoi dan Ratu Deola juga sehat-sehat saja.

Mocca, selain kebahagiaanku yang akan selalu abadi, kau juga membahagiakan semua orang. Mereka semua memandangmu sebagai pahlawan dan ratu Mixolydian yang terhormat. Namamu akan diingat oleh semua orang yang mengenal baik dirimu.

Aku menc—

"Hei, apa yang sedang kau tulis itu? Berikan padaku!"

Mocca tiba-tiba datang padaku yang sedang sibuk menulis. Dia mengambil kertas yang sejak tadi sedang kutulis dengan senang hati. Tulisan curhatku hampir selesai dan Mocca malah menghentikan tulisanku dengan hanya sekali tarikan.

"K-kembalikan! Kau tidak boleh membacanya!" kataku beranjak dari kursiku dan menghampirinya untuk mengambil kertas itu kembali.

Mocca menatap tajam padaku.

"Kenapa aku tidak boleh membacanya? Apa ini catatan harianmu? Seharusnya kau tulis di sebuah buku yang tidak akan bisa dilihat oleh siapa saja kecuali dirimu. Dan, karena kertas ini sudah ada padaku, maka ini waktunya aku LARI!" Mocca berlari kencang meninggalkan ruanganku.

"Y-yang benar saja! Itu memalukan! T-tunggu!" Aku berlari mengejar Mocca. "Aku mohon kembalikan kertas itu padaku!"

"Tidak, sesudah aku membaca semua isinya!"

Ya ampun! Dari dulu sikapnya sama saja! Kecepatan larinya juga masih cepat seperti biasanya.

Aku menghentikan lariku dan membiarkan Mocca lepas bersama catatanku.

Ah sudahlah. Biarkan saja dia membaca sepuas-puasnya. Kalau sudah tahu isi catatan itu, untuk apa aku cemas? Toh, dia sudah jadi milikku dan kami sudah lama menikah. Tidak ada rasa lain lagi yang bisa membuat kami gelisah.

Oh iya, tentu saja, cerita Mocca dan Hallow tidak berhenti sampai di sini saja. Masalah baru telah menjadi tantangan hidupku dengan Mocca. Seharusnya, itu tidak perlu menjadi masalah. Tapi, kami selalu membesar-besarkan masalah. Hingga perdebatan selalu saja terjadi.

🎃TO BE CONTINUE ...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top