Chapter 55 : Jangan

Author's PoV

Di belakang istana.

"Jadi?"

Greethov menoleh ke arah Ai yang berdiri di sampingnya.

"Apa?"

Ai menghela napas. Ia menatap malas ke arah mata biru milik Greethov.

"Kenapa malah balik bertanya? Kau pasti tahu apa yang aku maksud!" Ai merasa jengkel.

Greethov tetap datar. Ia berjalan ke hadapan Keinz yang masih terikat oleh sihir ikatnya. Tangan kanannya merenggut rambut putih Keinz sampai membuat wajah Keinz mendongak menghadap wajah Greethov.

"Menurutmu?" Greethov tersenyum dingin. "Bagaimana kalau kalian berempat kami kubur hidup-hidup saja?"

Ai melototkan matanya. "Jangan!"

"Kenapa? Kau merasa kasihan pada mereka?" tanya Greethov, melepaskan rambut Keinz dari renggutannya membuat Keinz jatuh tersungkur tak berdaya.

Ai tertawa. "Kenapa kau bertanya seperti itu? Hukumanmu terlalu ringan! Seharusnya hukuman mereka lebih berat lagi! Agar mereka tahu kalau penderitaan itu sama sekali tidaklah nyaman!"

Ai marah. Ia tidak terima melihat penderitaan kerajaan dan kota. Apalagi melihat adiknya menangis serta Raja dan Ratunya juga dilanda kesedihan yang bisa saja akan berakhir dengan keputusasaan.

Dari tampang Greethov yang pendiam dan datar, ia bukanlah orang yang tidak tahu perasaan orang lain. Ia tahu bagaimana perasaan Ai saat ini begitu melihat ekspresi marah Ai.

"Kalau kau? Hukuman apa yang ingin kau berikan kepada mereka?" Greethov mengganti pertanyaan.

"Aku ingin hukuman mereka adalah menderita untuk selamanya," jawab Ai penuh kebencian. "Aku pikir seorang pelayan adalah yang paling rendah. Ternyata, ada yang lebih rendah lagi dibandingkan seorang pelayan sepertiku, yaitu MEREKA!"

"Ai." Greethov menghampiri Ai dan meraih sebelah lengannya. "Kau boleh marah, tapi jangan sampai kemarahanmu membuat dirimu tersakiti."

Ai melepaskan dengan kasar tangan Greethov yang memegang lengannya, membuat Greethov kaget. "Aku sudah tersakiti, Greethov! Bahkan sudah terluka!!"

Greethov menggeleng. "Jangan."

Ai mengangkat wajahnya menatap mata Greethov dengan mata yang berkaca-kaca. "Jangan apa?"

Greethov mengarahkan tangan kanannya menyentuh sebelah wajah Ai, membuat Ai terdiam tidak mengerti. Ia melangkah lagi mendekati Ai dan membawanya ke dalam rengkuhannya.

"Jangan lupakan orang-orang yang masih ada di dekatmu."

Ai menangis. "Hah?! A-aku tidak akan melupakan orang-orang yang masih ada di dekatku! Ka-karena, karena mereka selalu menemani hidupku. Termasuk Lof."

Greethov mengetahui Ai menangis dari gerakan tubuh Ai yang sedang sesegukkan. Ia mengelus kepala dan punggung Ai.

"Kalau kau tidak lupa, itu artinya kau bisa menyembuhkan lukamu itu."

Ai tertegun.

"Bagaimana caranya?"

Ai tidak mengetahui kalau Greethov sedang tersenyum lembut karena Greethov masih memeluknya. Dan ia tidak membalas pelukan, karena ia berpikir itu tidak perlu. Tapi, dari dalam hatinya, ia ingin membalas pelukan Greethov meski hanya sebentar.

"Kau akan tahu sendiri."

Ai langsung berhenti menangis. Ia mendorong Greethov dan menatap tajam kepada Greethov yang menatap datar padanya.

"Kenapa jawabanmu seperti itu?"

"Karena jawabanku seperti itu."

Ai mulai kesal. "Jangan membuatku marah padamu, Greethov!"

"Terserah." Greethov melangkah mundur kembali berjarak normal. "Aku hanya tidak mau melihatmu marah. Kau membuatku merinding."

"Apa?!" Ai meledakkan pekikannya. "Kalau kau tidak mau melihatku marah, sana pergi! Jauh-jauh dariku! Lagi pula kenapa aku bisa sampai bersama lelaki tanpa ekspresi seperti dirimu? Kau berbeda sekali dengan kembaranmu yang periang itu."

"Kau juga tidak sama dengan kembaranmu. Bahkan sangat tidak sama, karena kau punya perbedaan yang mengunikkan."

"Perbedaan yang mengunikkan? Kata-kata macam apa itu?" Ai tertawa mengulangi kata-kata Greethov.

"Ya." Greethov menyebutkan sebuah mantra. Sebuah sel penjara yang sangat kuat dan ketat mengurung keempat kesatria vampir yang sudah tidak dapat melawan. Ai sedikit terkejut melihat sihir itu. Ia baru tahu bahwa Greethov sebenarnya memiliki sihir biasa. "Kau berbeda. Dan itu membuatku merinding."

"Kau aneh sekali! Kenapa kau selalu mengatakan dirimu merinding karena diriku??" Ai berjalan menghadap Greethov. "Coba lihat mataku lekat-lekat. Apa kau masih merasa merinding? Hah?"

Greethov menatap mata Ai lekat-lekat. Ai juga melakukan hal yang sama. Beberapa menit berlalu, Greethov yang tidak tahan lagi menutup mulutnya dengan lengan. Ia sedang menahan tawa. Wajahnya memerah jika sedang menahan tawa. Ai melihat itu dan ia kembali kesal.

"Kau ingin menertawakanku? Greethov! Kau menyebalkan!" Ai tidak percaya, kalau Greethov juga bisa tertawa. Dan cara Greethov menahan tawa terbilang unik baginya.

"Aku memang ingin tertawa, tapi aku menahannya. Dan," dia menyentuh bagian dadanya. "jantungku ... berpacu lebih cepat dari biasanya. Apa ini tidak apa-apa?"

"Hah?" Ai melongo. Ia terpikir sesuatu, tapi langsung ditepisnya dengan gelengan. "Menurutku itu hal yang biasa. Itu terjadi tergantung dari situasi dan perasaanmu bagaimana. Seperti itulah."

Greethov menanggapi dengan anggukkan kecil. Mereka pun berjalan pergi dari belakang istana meninggalkan keempat kesatria vampir yang terkurung. Mereka tidak tahu harus memberi hukuman apa. Jadi,Greethov hanya mengurung keempatnya dan sepertinya Ai setuju dengan hukuman itu. Kurungan itu selamanya akan terus mengunci sampai keempat vampir itu mati karena racun yang ada di besi-besi kurungan penjara tersebut.

🎃

Beethov melangkah sambil waspada. Wilayah istana sudah tidak terlalu aman. Mungkin masih ada prajurit vampir yang tersisa. Tapi, sesampainya ia di tujuannya, ia tidak menemukan satu pun musuh. Itu artinya, lorong istana yang ia lewati aman.

Mocca memerintahkan Beethov untuk menemani Lof. Mocca merasa Lof adalah orang yang sangat sedih atas kepergian adiknya yang tiba-tiba. Tentu saja, ia juga sedih karena Chino adalah adiknya. Mungkin Lof dan Chino sudah berteman dekat. Dan perpisahan di antara mereka membuat Lof terpukul.

Beethov masuk ke dalam kamar selesai ia mengetuk pintu dan menunggu balasan. Tidak ada balasan dari dalam. Jadi, ia membuka pintu kamar yang ternyata tidak terkunci. Ia melihat Lof sedang duduk di atas kasur dengan ekspresi bersedih yang membuat Beethov ingin sekali membuat Lof kembali tersenyum.

"Hai, Lof! Kau sedang apa? Waw! Kenapa rambut coklatmu mendadak kuning? Dan ... sayap itu! Aku saja belum bisa mengeluarkan sihir terdalam sampai dapat membuat sayap seperti itu. Keren!" Beethov mencerocos seraya melangkah mendekati Lof.

Lof mendongak. Ia melihat sosok Beethov berjalan mendekatinya. Ia mendadak berdiri, membuat Beethov langsung menyetop langkah. Beethov takut Lof akan marah padanya karena sudah mengganggu waktu pribadinya. Ia mengalihkan pandangan ke bawah dengan cepat.

"D-dengar ini, Lof! Aku diperintahkan oleh Ratu Mocca untuk--"

"BEETHOV!!"

Beethov pikir, ia telah melakukan suatu kesalahan karena telah datang ke sini.

Lof melesat ke arah Beethov dan memeluknya. Pelukan Lof yang begitu erat sampai mengejutkan Beethov dan tidak tahu apa yang harus ia lakukan sekarang.

"K-kenapa, Lof?" tanya Beethov dengan hati-hati.

Lof menggeleng sambil masih memeluk Beethov. "Aku ... hanya ingin memeluk seseorang agar diriku membaik. Haha, aku manja sekali, ya?"

Beethov terdiam tidak menjawab. Tapi, ia mengangkat kedua tangannya untuk membalas pelukan Lof. Ia melingkarkan kedua tangan dan memeluk Lof memberikan kehangatan.

"Kau gadis yang kuat."

Sebuah kalimat dari Beethov membuat Lof tersenyum di dalam pelukan. Lof mengeratkan pelukannya dan Beethov merasa dipeluk terlalu erat.

"Jangan tinggalkan aku."

DEG!

"Tidak akan." Beethov melepaskan pelukan untuk melihat wajah Lof. Ia menyentuh halus wajah Lof. "Tenanglah. Aku ada di sini menemanimu. Jangan sedih lagi. Oke?"

Lof mengangguk dan tersenyum. Rambutnya perlahan berubah warna kembali seperti semula, coklat terang. Sayap di punggungnya berangsur-angsur lenyap tak meninggalkan apa pun. Dan itu disaksikan oleh Beethov.

"Beethov."

"Ya?"

"Aku lelah."

Setelah mengatakan itu, ia menjatuhkan dirinya dan segera ditangkap oleh Beethov karena memang kelelahan. Beethov menggendong Lof dan meletakkan Lof ke tempat tidur dan menyelimutinya.

"Beristirahatlah, Lof. Aku akan menemanimu. Ini memang perintah Ratu, tapi diriku juga ingin menemanimu yang tengah dilanda kedukaan ini. Aku tidak suka melihatmu bersedih." Beethov membelai rambut Lof dan tersenyum. Ia senang bisa melihat Lof dari jarak yang dekat. "Pantas saja aku suka padamu, Lof. Kau adalah gadis yang sangat berbeda."

Ia tidak akan khawatir atas ucapannya, karena Lof sudah benar-benar tidur. Beethov mengecup kening Lof dan mengelus kembali rambut Lof.

🎃

"Apa yang harus kami lakukan sekarang?"

Terdengar putus asa Mocca menanyakan itu kepada Hallow yang sedang terbaring tak berdaya.

Hella tidak dapat menahan air matanya. Ia menangis di dalam pelukan Violet. Ashtan dan Mocciyato hanya bisa menunduk diam. Greyina dan Serta saling menggenggam tangan.

Mereka semua berharap, keadaan Raja Hallow kembali seperti semula.

Hallow melihat sesuatu berwarna hitam di gengaman tangan kanan Serta. Ia mendadak menarik tangan Mocca dan mengukir huruf demi huruf. Mocca terkejut dan berusaha memahami.

"Apa yang gadis itu pegang?"

Mocca tidak tahu gadis mana yang Hallow maksud. Jadi, ia mengarahkan matanya tepat Hallow melihat ke arah yang dituju. Dan ternyata Hallow menanyakan Serta.

"Dia Serta, temanku," Kata-kata Mocca membuat Serta yang mendengarnya terkejut. "Di tangan kirinya ada pedang. Itu senjatanya. Memangnya kenapa?"

Hallow mengukir lagi di atas tangan Mocca.

"Aku ingin melihat pedangnya."

Mocca mengangguk mengerti.

"Serta, Raja ingin melihat pedangmu. Tunjukkanlah padanya," kata Mocca kepada Serta.

"Baik!" Serta mengangkat pedang hitamnya. Hallow membelalak begitu melihat pedang itu.

Hallow merasa pedang itu tidak asing. Ia pernah melihat pedang itu. Ia pikir pedang itu sudah hancur.

Ia mengangkat tangannya ke arah pedang itu. Serta mengerti dan mengizinkan Hallow meminjam pedangnya. Ketika Hallow berhasil memegang pedang itu, ia meletakkan jarinya di atas telapak tangan Serta dan menuliskan kata-katanya.

"Bolehkah aku meminjamnya sebentar?"

"Tentu saja, Yang Mulia."

Hallow membaringkan pedang milik Serta ke atas tubuhnya. Kedua tangannya memegang erat gagang pedangnya dan segera memejamkan mata. Sebelum itu, ia sempat memberikan kata-kata di tangan Mocca.

"Aku akan segera mengakhiri ini sebelum matahari terbit. Jadi, jangan menangis."

Mocca mengangguk dan mengusap air matanya. Ia percaya kepada Hallow. Ia terus berdo'a untuk keselamatan Hallow. Dan semoga Hallow benar-benar akan mengakhiri Ratu Mona dan membawa kemenangan dalam perang ini.

Kau pasti bisa mengalahkannya, Hallow, batin Mocca.

🎃TO BE CONTINUE ...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top