Chapter 52 : Terakhir

Author's PoV

Serta awalnya tidak percaya. Sekarang, kota tercintanya sedang diserang oleh ribuan pasukan vampir dari kerajaan Ferlendian. 2 tahun berlalu sejak kerajaan Ferlendian pernah mengajak kerajaan Mixolydian berperang dengan alasan yang tidak jelas. Waktu itu, penduduk kota juga menjadi korban dalam perang tersebut. Hanya saja, kali ini lebih banyak memakan korban dibandingkan dulu.

Waktu makan malam di rumahnya bersama anggota keluarga, dibuat hancur begitu ada pasukan vampir masuk ke dalam rumah seenaknya. Serta menyuruh kedua orang tuanya mengikuti pasukan dari kerajaan Mixolydian yang sempat datang untuk mengevakuasi mereka ke istana.

"Kau juga, nak!" kata Ibunya Serta dengan air mata yang sudah berlinang begitu banyak.

Serta menoleh ke arah Ibu dan Ayahnya sambil tersenyum.

"Serta ingin melawan mereka. Sebentar saja, Bu. Serta tidak akan lama," kata Serta kepada Ibunya, lalu menoleh ke arah Ayahnya. "Ayah, jaga Ibu."

"Serta..." Ayah tidak dapat mengatakan apa-apa lagi selain nama putrinya. Ia membiarkan Serta menuruti keinginan.

Setelah Ibu dan Ayah Serta dibawa pergi oleh dua pasukan kerajaan Mixolydian untuk dibawa ke tempat yang aman, Serta kembali menghadap ke pasukan vampir yang semakin banyak di depannya. Kakinya sedikit bergetar karena ada rasa takut tumbuh di dalam dirinya. Tidak pernah ia behadapan dengan musuh sebanyak itu. Ia mulai mengaktifkan sihirnya. Angin kecil datang menghembus rambutnya.

"Wahai pedang Yolanda, keluarlah dari persembunyianmu. Bantulah aku. Aku adalah Serta Yolandian, pemilik pedang Yolanda yang diciptakan pada bulan purnama. Aku membutuhkanmu, pedang Yolanda!"

Pedang Yolanda adalah pedang berwarna hitam dengan beberapa mata kristal hijau yang diletakkan di bagian yang berbeda-beda. Dari segi bentuk, terlihat mengerikan. Tapi, kekuatan pedang tersebut tidak kalah kuatnya dengan pedang darah bangsawan. Dan pedang itu tidak bisa digunakan jika untuk hal-hal yang jahat.

Pedang itu muncul di hadapan Serta yang berasal dari dimensi yang berbeda. Disimpan apik di sana dan dipanggil ke dunia untuk dibutuhkan. Serta menggenggam gagang pedang tersebut dan mengangkatnya. Cahaya yang keluar dari pedang itu, membuat pasukan vampir yang melihatnya merasa kesilauan. Kesempatan Serta untuk melenyapkan mereka pun akhirnya tiba. Tanpa basa-basi lagi, Serta menebas mereka dengan sekali tebas dan semuanya telah mati menjadi daun berwarna hitam.

Serta menebas semua musuh yang menghadangnya. Sampai ia berada di luar rumah, betapa terkejutnya melihat keadaan kota Mejiktorn sekarang.

Kacau.

Tidak sengaja, ia melihat pemandangan seorang penyihir diserang oleh beberapa kelompok vampir dengan cara menghisap darah penyihir itu sampai habis. Mengerikan. Serta langsung mundur dan berlari dengan perasaan takutnya terhadap pemandangan menjijikkan itu.

"Greyina!"

Begitu melihat seorang gadis yang ia kenal, ia langsung berlari ke arah Greyina yang tengah dikepung oleh delapan pasukan vampir. Ia pun segera menebas semua yang mengepung Greyina.

"Serta!" Greyina menghampiri Serta dan memeluknya. Lalu melepaskan pelukan dan melihat Serta bersam pedang yang Serta bawa. "Mereka tidak mempan terhadap sihir dan senjata biasa. Tapi, pedangmu kenapa bisa melenyapkan mereka semudah itu?"

"Ini bukan pedang biasa. Pedang Yolanda ini... sebenarnya bukanlah milikku. Aku pernah menemukannya sejak diriku masih kecil. Di hutan sana, aku mendapatkannya tertancap di dalam sebuah goa. Dengan mudahnya, aku tak percaya bisa mencabutnya. Akhirnya, pedang ini berucap kalau nama pedang ini adalah Hitam atau Yolanda. Karena nama Yolanda lebih bagus, jadi aku memanggilnya Yolanda," jawab Serta menjelaskan.

"Kau tidak merasakan apa-apa saat pedang itu telah menjadi budakmu?" tanya Greyina lagi.

"Merasakan apa? Biasa saja. Cepat! Kita harus segera pergi dari sini!"

Serta menarik tangan Greyina berlari menelusuri jalan. Di sekeliling mereka, rumah-rumah sedang mengalami kebakaran. Banyak pasukan vampir menyerang mereka dan langsung dilenyapkan oleh Serta. Bertarung sendirian menjadi rintangannya sekarang. Hampir saja tangannya digigit oleh salah satu vampir. Untung Greyina melihat vampir itu dan segera menariknya menjauh dari Serta menabrak salah satu tiang lampu.

Serta yang melihat itu sempat ternganga.

"Wah, apa tadi itu? Kekuatan fisikmu bagus juga," puji Serta.

Greyina menghela napas. "Tadi itu aku memakai sihirku, kok."

Serta tertawa. "Aku pikir kau tidak memakai sihir. Ayo kita kembali jalan."

Mereka kembali bergegas. Asap dari kebakaran mengepung mereka hingga mereka terpisah. Serta dan Greyina saling memanggil satu sama lain. Mereka saling mendengar, namun tidak kunjung bertemu. Serta terbatuk-batuk dan matanya terasa pedih. Kefokusannya terhadap sekitar menjadi buyar. Tidak tahunya, seorang vampir akan segera menyerang Serta dari belakang. Pedang itu sudah berada di atas Serta, siap menebas Serta. Tapi, seseorang di belakang vampir itu menahan tangan vampir itu menyerang.

"Minggir dari sana!!"

Seorang wanita seperti menyuruhnya menghindar dari sesuatu. Ia membuka matanya dan melihat seorang wanita berambut pirang sedang berusaha menahan serangan vampir di belakangnya. Warna rambut itu terlihat tidak asing untuk Serta. Ah! Serta tahu siapa wanita ini!

Nethany Lixadian, Ibunya Mocca.

Keadaan Nethany tidak baik-baik saja. Lengan, kaki, dan leher dilumuri oleh darah. Dan pasti luka-luka itu berasal dari serangan vampir yang menyerangnya.

"T-Tante!" Serta tidak tahu harus bagaimana. Jika ia menebas vampir di dekat Nethany, ia takut pedangnya juga akan mengenai Nethany, karena wanita itu berada di belakang vampir tersebut.

"Tebas saja, nak! Tidak apa-apa! Yakinkan dirimu!" kata Nethany kepada Serta yang bimbang ingin menebas atau tidak.

Air mata Serta menetes. Kedua tangannya yang memegang pedang bergetar hebat. Bagaimana kalau Nethany juga terkena serangannya? Ia tidak menginginkan itu sama sekali. Tidak mau.

"Ta-tapi-"

"Nak," kata Nethany, membuat Serta tersentak. "Siapa namamu?"

Serta menurunkan pedangnya. Keringat membanjirinya saat ini. Ia sedang berbicara dengan Ibu Mocca. Entah kenapa, ada rasa bersalah mengingat cara ia berteman dengan Mocca ketika melihat Nethany nyaris mirip dengan Mocca.

"Serta Yolandian," jawab Serta.

"Serta temannya Mocca?"

Serta mengangguk tanpa menatap Nethany. Nethany tersenyum.

"Kalau kau bertemu dengannya, katakan padanya, bahwa aku sangat merindukannya. Aku menyayanginya. Selamanya. Dan teruslah hidup bahagia. Demi Ibu... dan Ayahnya. Juga Chino."

Serta kembali melihat mata hitan Nethany yang berkaca-kaca. Beberapa tetes air mata turun dari mata Nethany yang bersamaan dengan darah menetes turun dari mulutnya. Serta menangis. Terlalu sedih untuk ia rasakan. Ia mengangkat pedangnya, bersiap menebas vampir yang Nethany tahan di belakang. Matanya sengaja dipejamkan dengan kuat.

"Maafkan saya, Tante."

SSTTH!!

Pedang Serta berhasil menebas vampir yang Nethany tahan. Termasuk Nethany. Vampir itu telah menjadi dedaunan hitam. Sebelum Nethany lenyap, ia sempat tersenyum kepada Serta.

Dengan rasa penuh bersalah, penyesalan, dan dosa, Serta menjatuhkan pedangnya. Ia terduduk lemas begitu saja. Ia menangis keras bersamaan angin kencang berlalu melenyapkan asap yang mengepung dan dedaunan hitam itu pergi tersapu angin.

"Serta!!"

Serta berhenti menangis mendengar teriakan Greyina memanggilnya. Ia kembali berdiri dan mengambil pedangnya tanpa sempat menghapus air matanya. Ia berlari mencari keberadaan Greyina. Namun, ia tidak dapat menemukan Greyina. Ia tidak menyerah dan tetap mencari. Sampai akhirnya, ia melihat punggung Greyina sedang duduk di dekat seorang pria dewasa yang terbaring lemas.

"Greyina!" kata Serta langsung melesat ke arah Greyina. "Ah, astaga!"

Serta terkejut melihat keadaan pria dewasa tersebut. Tebasan dari pedang yang begitu dalam dan lebar, membuat pendarahan yang sangat besar. Dan mata berwarna nila yang pria itu punya, membuat Serta mengingat mata milik Mocca. Apa mungkin pria ini adalah Ayahnya Mocca?

Greyina langsung memeluk Serta dengan tangisan yang kencang. Ia tidak sanggup melihat orang sekarat. Serta tahu itu dan segera membalas pelukan seraya mengelus punggung Greyina.

"Dia... dia Ayahnya Mocca. Dia sudah menyelamatkanku dari vampir yang hampir saja membunuhku. Aku tidak sanggup melihat ini, Serta! Seharusnya aku mati saja! Aku tidak suka dilindungi! HARUSNYA AKU MATI!!"

"GREYINA! JANGAN KATAKAN ITU!! DIA SUDAH MENYELAMATKANMU DAN KAU MALAH TIDAK MENGHARGAI PENGORBANANNYA!!"

Greyina terhenyak. Ia baru sadar akan hal itu. Tangisannya semakin keras dan Serta berusaha mengabaikan sebelah telinganya yang mulai berdengung. Ia melihat pria yang memang Ayahnya Mocca. Pria itu sedang tersenyum padanya. Dan sekali lagi, air mata Serta turun.

"Nak," kata Zein, Ayahnya Mocca lirih nyaris tak terdengar. "Aku tahu kau pasti mengenal Mocca, kan? Kau bisa sampaikan ini padanya? Katakan padanya kalau aku... menya... menyayanginya. Maafkan Ayah, Mocca. Ayah... Ayah tidak pantas... menjadi Ayahmu. Tapi, Ayah... sayang padamu, Mocca. Dan juga adikmu, Chino. Ayah dan Ibu... menyayangi kalian. Sangat."

Setelah mengucapkan itu, matanya perlahan-lahan memejam dan menghembuskan napas terakhirnya.

"TIDAK!!"

Serta tidak dapat membayangkan, apa reaksi Mocca ketika melihat kedua orang tuanya meninggal? Ketika ia melihat dengan matanya sendiri saja, rasanya sudah menyakitkan. Apalagi jika orang tuanya sendiri yang meninggal di hadapannya. Teramat sedih dan menyakitkan.

Ia harus menemui Mocca dan mengatakan pesan terakhir Nethany dan Zein kepada Mocca. Harus.

🎃

Mocca menangis dalam diam. Kesedihan menyerangnya bertubi-tubi. Mulai dari ia kehilangan adiknya, Hallow dikuasai oleh Ratu Mona, dan kedua orang tuanya yang sudah ikut pergi bersama adiknya meninggalkannya di dunia ini.

"Terima kasih sudah memberitahukan pesan terakhir mereka kepadaku, Serta. Greyina, berhentilah menangis," kata Mocca sambil menepuk pundak Serta dan mengusap air mata Greyina.

Kisah yang diceritakan oleh Serta juga ikut didengar oleh Violet, Ashtan, dan Mocciyato. Violet sudah menumpahkan air mata. Sedangkan Ashtan dan Mocciyato menahan air mata mereka agar tidak keluar. Tapi, satu tetes air mata lolos dari mata Mocciyato.

Mocca kembali berdiri dari jongkokan seraya mengajak Serta dan Greyina ikut berdiri. Lalu menolehkan kepalanya ke arah Ashtan.

"Kak Ashtan, sekarang sudah jam berapa?" tanya Mocca kepada Ashtan.

Ashtan buru-buru menyingsing sedikit lengan baju panjangnya dan segera melihat arloji yang ia pakai di pergelangan tangan kirinya.

"Jam 3 pagi, Yang Mulia," jawab Ashtan.

Mocca mengangguk.

"Keluarkan sebuah kereta kuda untuk kita menuju istana. Kita harus cepat sampai di sana," titah Mocca.

"Baik, Yang Mulia. Saya akan mengucapkan sebuah mantra yang dapat lebih cepat menciptakan sebuah kereta kuda," kata Mocciyato seraya membungkuk.

Mocciyato segera mengayunkan tangan kanannya. Sementara Mocca, Ashtan, Violet, Serta, dan Greyina melangkah mundur. Mocciyato pun mengucapkan mantra yang dimaksud.

"Labuelda!"

Beberapa detik kemudian, sebuah kereta labu muncul di hadapan Mocciyato.

Mata Mocca melebar melihat kereta itu. Ia mengenal mantra itu. Mantra yang pernah ia dengar dari Hallow. Sebuah mantra sederhana yang membuatnya kaget dan kagum. Mendengar mantra itu dan kereta labu, ia jadi teringat Hallow saat baru bertemu. Saat itu, pada malam Halloween dan pada hari ulang tahunnya. Sudah lama hari itu berlalu dan ia merasa kejadian itu baru terjadi kemarin. Ia tersenyum sambil berjalan masuk lebih dulu ke dalam kereta kuda. Setelah Mocca, giliran Violet, Serta, Greyina, Ashtan, kemudian Mocchiyato. Begitu semua sudah masuk, penunggang kuda yang menjalankan kereta labu segera menyuruh kedua kudanya berjalan.

Hallow, aku harap kau dapat melawan Mona agar Mona segera mungkin keluar dari tubuhmu. Jangan biarkan dia menguasaimu. Kalahkan dia, Hallow, batin Mocca seraya mencakupkan kedua tangannya.

🎃TO BE CONTINUE ...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top