Chapter 51 : Pengikut

Author's PoV

Hallow menyeringai seraya menghunuskan pedangnya dan mengarahkannya ke depan Mocca. Tentu saja bukan Hallow yang menginginkan itu terjadi. Ia sedang dikendalikan.

"Akan kubunuh kau dengan pedang Biru ini. Darahmu akan mengotori pedang melati ini dan mengubahmu menjadi kelopak mawar merah, bukan lagi menjadi kelopak bunga melati," kata Hallow kepada Mocca.

Tidak ada yang Mocca ekspresikan. Kedataran menjadi tampang barunya berhadapan dengan Ratu Mona Ferlendian yang sedang merasuki suaminya. Pendirian melalui keyakinannya tidak dapat membuatnya tumbang oleh kenyataan Hallow sedang dikuasai oleh Mona. Selain keyakinan, ia juga berusaha tenang sepenuh mungkin. Menghilangkan rasa getarnya dengan bersikap biasa.

Mocca memegang pedangnya yang masih berada di dalam sarung pedang. Ia mengangkat pedang itu dan menjatuhkannya ke tanah tepat di depan Hallow. Keempat kesatria vampir dan Hallow yang melihat itu tersentak tidak menduga. Mereka pikir Mocca akan melawan sekuat tenaga sampai ajal menjemput. Tapi, Mocca malah melakukan hal yang di luar ekspetasi mereka.

"Terkejut?"

Pertanyaan dari Mocca yang terdengar tenang, membuat Hallow sedikit memundurkan pedangnya. Hallow menggeretakkan giginya dengan rasa kesal.

"Kau menyerah? Atau kah... kau sedang mempermainkanku?" tanya Hallow dengan tatapan mengintimidasi yang tajam.

Mocca menatap heran. "Kenapa kau bertanya? Seharusnya kau tahu apa jawabannya, bukan? Lakukan apa yang kau suka. Terserah. Mau bunuh aku, kan? Silakan."

Sekali lagi Hallow dibuatnya terkejut. Semudah itu Mocca menyerah dengan cara merasuki tubuh Hallow dan menguasainya? Kalau ia tahu akan seperti ini yang terjadi, mungkin ia hanya perlu merasuki Hallow dan membuat Mocca menunduk padanya tanpa menbuang-buang waktu seperti mengadakan perang ke berbagai kerajaan tanpa sebab.

Hallow tersenyum lebar. Ia kembali mengangkat pedangnya yang sempat ia turunkan. Siap untuk menusuk jantung Mocca.

"Dengan amat senang hati, Ratu Mocca!"

Mocca masih menghembus tenang. Ia tidak memejamkan mata. Tatapannya terfokus pada mata Hallow yang berwarna merah. Itu bukanlah mata Hallow, melainkan warna mata Mona Ferlendian. Apa pun akan ia hadapi. Jika ia mati, maka cukup sampai disitu ceritanya. Jika ia hidup, maka ada alasan mengapa ia bisa tetap hidup. Alasannya sederhana, namun sangatlah berharga bagi Mocca.

Hallow.

Pedang Biru itu menodong ke depan dada Mocca. Hallow sudah tidak sabar ingin menusuk Mocca dan melihat Mocca bersimbah darah oleh pedang Hallow. Ia memajukan pedangnya dengan cepat ke arah Mocca.

Dan Mocca pikir, ia akan mati disaat itu juga.

Tangan Hallow berhenti maju tepat pedang itu nyaris menyentuh dada Mocca. Tangan memegang pedang itu terlihat bergetar, seperti ada dua kekuatan dari tangan Hallow yang saling melawan satu sama lain. Hallow meringis dan menggeram seraya berusaha memajukan tangannya untuk menusuk Mocca. Tapi, usahanya hanya memperoleh keringat yang sia-sia.

"Hallow brengsek!!"

Dua kata itu keluar dari mulut Hallow, membuat Mocca mengerti dan tahu kenapa Hallow tidak dapat menusuknya.

Di dalam sana, Hallow Mixolydian sedang melawan Mona Ferlendian yang ternyata tidak sepenuhnya dapat Mona kendalikan dengan baik. Hallow tidak sudi dirasuki oleh Mona, apalagi untuk membuat Mocca mati di tangannya, itu sangat tidak mungkin akan ia lakukan dari keinginan Mona yang seenaknya mengendalikan tubuhnya.

Keempat kesatria vampir ingin membantu ratu mereka membunuh Mocca, namun keempatnya satu per satu dihalangi oleh musuh yang tiba-tiba saja datang menghalangi mereka.

Zero, vampir berambut coklat itu akan maju membantu Ratu Mona, tetapi tiba-tiba saja ia dihadapkan dengan pedang yang hampir saja akan menggores dadanya. Dia melihat seorang lelaki bermanik mata biru dan berambut jingga. Lelaki itu memakai kemeja putih berjas hitam dan celana panjang putih. Di lengan kanan bagian atasnya terdapat logo kerajaan Mixolydian.

"Tidak akan kubiarkan kau mengganggu waktu Ratu dengan Raja," ucap lelaki bernama Greethov itu lalu menangkis pedang Zero dan menendang pedang di tangan Zero. Pedang itu lantas terlepas dan jatuh tertancap di tanah.

Greethov menodongkan pedangnya tepat di depan mata Zero. Zero mendengus dan tidak dapat melakukan apa-apa untuk melawan. Dua prajurit dari kerajaan Mixolydian langsung sigap membungkam kedua tangan Zero di belakang.

Dehan dan Lei ingin menyerang Mocca, tetapi tiba-tiba saja sebuah dinding es menghalangi jalan mereka. Di atas dinding es beruncing tajam tersebut berdiri seorang gadis berambut panjang hitam bergelombang dengan corak mata ungu lembayung tengah menatap mereka dari bawah.

"Si-siapa kau? Berani sekali kau menghalangi jalan kami!" teriak Lei seraya mendongakkan wajahnya ke atas untuk melihat gadis itu.

Gadis itu tersenyum manis kepada Dehan dan Lei. Ia menumbuhkan es melalui sihirnya lagi. Sepanjang es itu membentuk anak tangga kecil sampai menuju ke bawah tanah. Ia melangkah anggun menuruni tangga yang ia ciptakan. Gaun hitamnya perlahan berubah warna menjadi biru pastel. Terdapat sedikit corak keping salju di tengah dada gaunnya. Ia mengangkat kedua tangannya dan tumbuhlah dua lapis es tebal mengikat badan Dehan dan Lei.

"Sebut saja aku Violet. Dan aku adalah pendukung kerajaan Mixolydian, karena aku berasal dari kota Mejiktorn. Kalian, bangsa vampir, telah menghancurkan rumah peninggalan kedua orang tuaku. Kalian sudah merusak Akademi Housran. Kalian harus menerima hukuman yang paling kekal."

Keinz murka. Ketiga temannya telah dihentikan. Tinggal ia sendiri yang tidak dihadang oleh siapa pun. Kini, di depan matanya ada Mocca yang masih menghadap Hallow tanpa ada rasa takut. Kapan pun, ia dapat menghabisi Mocca. Tapi anehnya, saat ia melangkah sedikit lagi, ia merasa kepanasan. Entah dari mana, seperti ada api bergejolak di sekitar Mocca. Jika ia mendekat, terbakar menjadi ancamannya.

Sekarang, Mocca hanya harus melakukan apa yang akan menjadi kelemahan Ratu Mona. Sampai di mana Ratu Mona mampu mengendalikan tubuh Hallow, di situlah kelemahan Ratu Mona. Ia akan membiarkan tangannya kosong tanpa senjata dan memberikan kesempatan kepada Ratu Mona untuk membunuhnya. Jika saja Ratu Mona bukan menguasai tubuh Hallow, Ratu Mona tidak akan sesulit ini melenyapkannya.

"Mona, aku tahu kau pasti sedang kesulitan," kata Mocca lirih. "Hallow, aku tahu kau pasti sedang berusaha melawan Mona."

Hallow menjatuhkan pedangnya dan memegang kepalanya. Rasa sakit di kepalanya membuatnya melepaskan mahkota raja dan menghempaskannya ke tanah, kemudian merenggut rambutnya. Mahkota itu menggelinding dan berhenti begitu menabrak ujung kedua kaki Mocca.

Mocca mengambil mahkota milik Hallow dan menyuruh Beethov dan Ai yang sudah sampai di sampingnya menjaga mahkota itu. Beethov menerima mahkota itu ke tangannya dengan hati-hati. Sedangkan Ai menutup mulutnya dengan tangan melihat Hallow kesakitan.

"Ada apa dengan Yang Mulia Raja?" Ai yang tidak tahu apa-apa pun bertanya dengan air mata yang berlinang.

"Dia dikuasai oleh jiwa Ratu Mona," jawab Mocca sambil menoleh ke arah Hallow yang masih merintih kesakitan. Lalu ia kembali melihat kedua pelayan istana itu. "Aku perlu bantuan kalian. Dan semuanya. Aku ingin Hallow tidur untuk beberapa lama agar Hallow bisa melawan Mona tanpa tidak adanya gangguan. Kalian bisa melaksanakan perintah itu?"

"Tapi, bagaimana caranya, Wahai Ratu? Kami tidak tahu cara membuat Yang Mulia Raja tidur. Apa Anda punya cara?" tanya Beethov kepada Mocca.

Mocca memandang sendu ke arah Hallow.

"Aku tahu caranya."

Violet melihat Mocca dengan senyum manisnya yang menenangkan. Ia tidak tahu bahwa sebenarnya ratu di kerajaan Mixolydian yang memimpin kota Mejiktorn itu adalah teman sekelasnya. Dan ia juga baru tahu rajanya selama ini adalah Hallow. Selain terkejut, ia merasa senang melihat kedua sejoli itu baik-baik saja.

"Kalian, todongkan senjata kalian padaku. Buatlah diri kalian seperti ingin membunuhku di depan Hallow. Tidak ada pertanyaan. Laksanakan perintahku tanpa bertanya!"

Sesuai perintah, Beethov, Greethov, Violet, dan Ai lantas mengangkat senjata mereka ke arah Mocca. Violet membuat pedangnya dari sihir esnya. Ai menggunakan ketiga pisau di sela-sela jemarinya. Beethov dan Greethov mengangkat pedang mereka ke arah Mocca.

Mata Hallow membelalak begitu melihat pemandangan Mocca sedang dikepung oleh empat senjata. Seolah-olah Mocca akan segera dibunuh dengan empat serangan sekaligus. Kepalanya terasa semakin berat. Penglihatannya mulai mengabur. Melihat Hallow mulai sempoyongan, Mocca menyuruh Beethov, Greethov, Violet, dan Ai untuk mendekatkan senjata mereka lagi. Mereka berempat menenggak saliva masing-masing dengan susah payah dan segera melangkah maju. Keempat senjata itu telah sampai di depan sekeliling leher Mocca.

Hallow mulai setengah sadar. Matanya menutup perlahan meski masih berusaha untuk bertahan. Melihat pemandangan Mocca sedang ditodong banyak senjata, Ratu Mona yang masih menguasai tubuh Hallow merasa tidak tahan melihat pemandangan seperti itu. Padahal ia bukanlah Hallow. Ada rasa ingin menyelamatkan saat melihat Mocca dikepung senjata. Dan rasa menyebalkan itu pasti dari Hallow. Setelah melihat Mocca dan tetap saja tidak bisa membunuh Mocca, ia tergeletak jatuh ke tanah dengan keadaan pingsan.

Beethov, Greethov, Violet, dan Ai menurunkan dan menjauhkan senjata dari ratu mereka. Mocca berlari cepat ke arah Hallow diikuti oleh mereka berempat.

"Hallow." Mocca mengangkat kepala Hallow ke pangkuannya. Ia mengusut sebelah pipi Hallow dan air mata jatuh dari matanya. "Ai, di mana Reo?"

Ai tersentak.

"Reo..."

"Dia ada di istana. Lukanya cukup parah tapi dia tidak apa-apa karena Ai sudah mengobatinya, Yang Mulia," jawab Violet refleks menggantikan Ai yang terlihat ragu untuk menjawab.

Mocca mendongak untuk melihat Violet. Bibirnya menggurat senyum tipis.

"Kau baik-baik saja. Syukurlah."

Kata-kata Mocca membuat Violet tertegun dan terisak. Ia melesat memeluk Mocca sambil menangis tersedu-sedu.

"Mocca juga baik-baik saja. Aku... aku sangat bersyukur. Teman sekelasku... masih ada yang bertahan. Aku senang sekali."

Kedua tangan Mocca membalas pelukan Violet dengan lembut.

"Aku harap, kau tidak merasa rugi karena sudah mengenalku dan sudah tahu siapa diriku. Termasuk Hallow. Dan Reo."

Violet menggeleng-geleng kuat. Tangisannya tidak kunjung berhenti. Mocca masih memeluk Violet sambil mengelus-elus punggung Violet. Mereka pun mengakhiri pelukan. Mocca mengusap air mata Violet dan kembali tersenyum.

"Ikutlah dengan kami ke istana Mixolydian. Kau akan menjadi bagian dari keluarga kami. Kekuatanmu membawa kedamaian kerajaan Mixolydian dan kota Mejiktorn. Aku berharap kau tidak menolak ajakan ini," kata Mocca kepada Violet.

Keluarga.

Beethov, Greethov, dan Ai merasa hati mereka tersentuh mendengar kata-kata Mocca. Mereka bukan hanya menjadi pelayan saja. Tapi, mereka sudah dianggap menjadi anggota penting di keluarga Mixolydian yang awalnya kosong dan hampa.

"Saya tidak akan menolak ajakan Anda, Queen." Violet mundur dan membungkuk di hadapan Mocca.

Mocca tersenyum. Ia lalu beralih melihat Beethov.

"Beethov, bawa Hallow ke istana dan baringkan dia di tempat yang nyaman dan aman. Jaga dia," titah Mocca kepada Beethov yang lantas langsung membungkuk hormat.

"Baik, Yang Mulia Ratu." Beethov segera mengangkat Hallow dan membawanya pergi dengan cepat ke istana. Dan dengan hati-hati masih membawa mahkota milik rajanya melalui sihirnya, sehingga mahkota itu terbang di sampingnya.

"Greethov, Ai, tahan keempat vampir itu. Terserah bagaimana cara kalian menyiksanya, aku tidak peduli," titah Mocca sedikit tak acuh. "Dan pastikan mereka menyesal karena sudah membangkitkan ratu sialan mereka itu."

"Baik," jawab Greethov dan Ai seraya membungkuk hormat kepada Mocca dan segera menyihir keempat vampir itu dengan mengikat mereka dengan sekali mantra. Sebelumnya, Violet sudah mencairkan es yang membekukan tubuh Dehan dan Lei dengan sihirnya dan secepatnya Ai memberi mantra ikat kepada kedua vampir itu. Greethov dan Ai pun menyeret keempatnya yang dibantu oleh beberapa prajurit yang ada.

Dan sekarang, satu lagi yang harus Mocca selesaikan di kota ini sebelum ia akan melihat Hallow kembali di istana.

Tampang datar terpasang sempurna begitu ada empat penyihir yang datang ke hadapannya dan berlutut hormat padanya.

"Yang Mulia Ratu Mocca Mixoydian, kami siap menjadi bagian dari pasukan Anda."

Begitulah yang terucap jelas dari keempat penyihir itu. Dua perempuan dan dua laki-laki. Mocca mengenal mereka. Sangat mengenali mereka.

"Ashtan Hergydian."

Lelaki berambut kuning pastel itu mengangkat wajah begitu mendengar Mocca memanggil namanya. Lalu kembali menunduk. Mocca menoleh ke samping Ashtan.

"Mocciyato Zertidian."

Nama itu membuat lelaki di samping Ashtan yang juga sedang berlutut, mendongak melihat Mocca menatapnya. Ia kembali menunduk dan berucap.

"Secara pribadi, saya terkejut melihat Anda sebenarnya adalah ratu kerajaan Mixolydian, Mocca Lixadian. Kerajaan Ferlendian telah menghancurkan rumah keluarga saya. Tapi, Tuhan masih memberikan umur panjang kepada anggota keluarga saya. Keinginan saya untuk sekarang adalah menghancurkan balik kerajaan Ferlendian. Saya ingin menjadi bawahan yang bisa menyerang dan melindungi Anda dan Yang Mulia Raja," ucap Mocciyato.

Mocca berjalan ke arah Ashtan dan Mocciyato. Ia menepuk sebelah pundak mereka, membuat mereka penasaran dan setengah takut kalau-kalau Mocca akan menghukum mereka.

"Kak Ashtan tetap sebagai kakak kelasku di sekolah. Dan penjaga perpustakaan. Mocci adalah teman kelas sebelahku yang baru. Kita tetap masih berteman, bukan? Aku kira kau tidak mengingatku lagi. Senangnya melihat kalian sehat-sehat saja. Kalian harus ikut dengan kami. Tolong kami, untuk kedamaian kerajaan dan kembalinya kota Mejiktorn seperti semula."

Kata-kata Mocca membuat mereka berdua mengangkat wajah. Mereka sangat bersyukur memiliki seorang ratu seperti Mocca.

"Nyawa pun akan kami taruhkan untuk kedamaian kerajaan dan kota. Kami akan setia sampai titik darah penghabisan," kata Ashtan berapi-api.

Mocca melangkah kecil dan berhenti di depan dua gadis yang juga sedang berlutut hormat padanya. Baju tidur menjadi busana kedua gadis itu sejak awal dimulainya pasukan vampir menyerang. Ashtan dan Mocciyato juga sama.

"Greyina Derhone. Serta Yolandian."

Greyina tidak berani mengangkat wajah. Ia malu. Benar-benar malu mempertemukan matanya dengan mata Mocca. Ia menginginkan hukuman dari Mocca. Saat ini, dirinya ditimpa setumpuk penyesalan. Kalau saja rambutnya panjang, ia bisa menyembunyikan wajahnya secara samar-samar seperti Serta.

Tetapi, Serta memberanikan dirinya mengangkat wajah. Mempertemukan matanya dengan mata nila milik Mocca. Orang yang bertahun-tahun ia hina, disiksa, dicampakkan, dianggap sampah, ternyata adalah seorang bangsawan yang mutlak dihormati, tunduk, dan seorang ratu impian semua orang karena kebaikan yang orang itu teladani sepanjang masa. Mocca Lixadian. Air mata yang begitu deras keluar dari mata Serta. Ia juga menginginkan hukuman. Ia berpikir, lebih baik ia mati saja. Dan ia ingin dimatikan dengan cara hukuman dari Mocca.

Tapi, Mocca tidak pernah akan berpikir memberikan hukuman mati. Tak ada hukuman. Ia mau Serta dan Greyina menjadi bagian dari keluarganya juga. Ia ingin melihat mereka bahagia bersama orang-orang yang ia kenal di istana. Dan pasti itu sangatlah menyenangkan jika itu terjadi.

"Kami tidak pantas menjadi pengikut Anda, Yang Mulia!" kata Serta kepada Mocca dengan lantang.

Mocca menatap sendu. "Kenapa?"

"Anda sudah pasti tahu apa jawabannya, Ratu," kata Greyina, membuat Mocca menoleh ke arahnya. "Kami... sering berbuat tidak baik kepada Anda. Kami jahat. Sangat jahat kepada Anda. Dan kami... kami ingin menjadi baik. Tetapi, hukuman haruslah kami terima dari Anda, karena kami sudah lancang. Penyihir laknat seperti kami tidak boleh diampuni! KAMI INGIN HUKUMAN!"

Mocca menghela napas dan tersenyum miris.

"Untuk apa? Agar kalian jera? Aku bukanlah Hallow yang selalu memberikan hukuman kepada orang yang membuatnya marah atas kesalahan yang dilakukan oleh orang itu. Aku adalah Mocca. Meski namaku sudah menjadi Mocca Mixoydian, aku tidak akan bisa memberikan hukuman, karena kalian sudah kumaafkan," balas Mocca.

"Tapi Ratu—"

GREB!!

Serta ingin membantah perkataan Mocca, namun tiba-tiba saja Mocca menghentikan Serta berbicara dengan memeluknya dan Greyina. Mocca berjongkok dan memeluk kedua gadis itu atas keinginannya sendiri.

"Aku tidak akan sebodoh itu membiarkan orang-orang berhargaku menangis. Jangan menangis. Jangan takut. Jangan meminta hukuman. Aku mohon. Ikutlah denganku. Greyina. Serta. Kalian dengar aku, kan? Kalian tahu, aku sangat menyayangi kalian, karena kalian adalah temanku."

Serta semakin menangis menjadi-jadi. Sedangkan Greyina baru saja menangis setelah mendengar permintaan Mocca.

"Maafkan kami, Mocca. Maafkan kami. Maafkan kami. Maafkan kami. Maaf. Maaf. Maaf."

Entah berapa kali Greyina dan Serta mengatakan maaf, Mocca yang mendengar itu jadi ikut menangis. Ia melepas pelukannya dan menopang kedua tangannya ke wajah Serta dan Greyina yang dipenuhi air mata. Mocca tersenyum.

"Syukurlah kalian baik-baik saja sampai sekarang ini." Ucapan Mocca membuat hati Serta dan Greyina tenang dan damai.

"Ratu, saya ingin memberitahukan sesuatu kepada Anda," kata Serta kepada Mocca.

"Apa itu, Serta?" tanya Mocca penasaran.

Air mata Serta kembali menetes.

"Sebelumnya... saya bertemu dengan orang tua Anda. Orang tua Anda telah menyelamatkan saya. Mereka menitipkan pesan kepada saya untuk disampaikan kepada Anda, Ratu."

🎃TO BE CONTINUE ...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top