Chapter 40 : Kenapa
Author's PoV
Ting! Ting!!
Suara tak berirama dari dua pedang yang saling beradu memperebutkan kemenangan terdengar dari depan istana kerajaan Mixolydian.
Di sana ada Hallow dan Keinz tengah bertarung dengan senjata masing-masing.
Sebelum itu, saat kereta kuda kerajaan Mixolydian sampai di depan istana, tak diketahui ternyata lima kesatria vampir dari kerajaan Ferlendian masih mau saja menyerang kerajaan Mixolydian. Dan yang paling utama dalam tujuan lima kesatria vampir jauh-jauh ke istana Mixolydian adalah membunuh Raja dan calon Ratu Mixolydian.
Mocca Lixadian, calon Ratu Mixolydian tengah dilindungi oleh tiga pelindung sekaligus, yakni Reo, Beethov, dan Greethov setia mendampingi dengan tujuan melindungi ratu mereka dari bahaya.
Dehan, Zero, dan Aram melawan ketiga penjaga Ratu Mixolydian. Ketiga vampir itu berusaha keras menyentuh Mocca, namun ketiga penjaga ratu tidak akan mau kalah dengan mereka.
Mocca berusaha mencairkan ketakutannya terhadap lima kesatria yang menginginkan nyawanya melayang. Napasnya memburu tak teratur. Ia ingin Hallow berada di sampingnya, melindunginya dari vampir itu.
"Tenang, Ratu. Kami akan melindungi Anda. Mereka tidak akan bisa menyentuh Anda sedikit saja. Percayakan kepada kami," kata Beethov menyadari getaran di kaki Mocca.
Mocca tersenyum miris, namun ia bersyukur mereka bisa berdiri melindunginya dari musuh.
Ting!!!
Mocca menolehkan kepalanya ke arah di mana dua pedang itu masih saja beradu sengit. Matanya menangkap sosok Hallow serta Keinz dan Dehan.
Astaga, rupanya suara dentingan pedang itu tercipta oleh tiga buah pedang. Tambahan pedang dari Dehan. Tetapi Hallow tetap tangguh mempertahankan kekuatan. Tanpa sihir, ia mampu menahan dua pedang sekaligus.
JLEB!
"Argh!!" rintihan keras dari Zero membuat semua pasang mata menuju ke arahnya.
Zero terkena pisau dapur di tangan kanannya, entah dari mana. Namun, Mocca tahu siapa yang melempar pisau itu ke Zero. Ia melihat orang yang menyerang Zero sedang berdiri seimbang di atas puncak gerbang istana, membuat Mocca harus menengadah.
"Izinkan saya membantu Anda melenyapkan mereka, Yang Mulia Raja dan Ratu."
Colla, seorang pelayan di istana kerajaan Mixolydian yang dikenal akan baju buatannya yang bagus dan berkualitas.
"Aku, Raja Hallow Mixolydian, mengizinkan kau bergabung ke dalam perang. Hancurkan mereka," titah Hallow mengizinkan Colla ikut bertarung.
Colla turun dari puncak gerbang seperti ninja. Membungkuk hormat dan berkata.
"Laksanakan, Yang Mulia."
Colla kembali berdiri tegak dengan senjata berupa beberapa bilah pisau dan garpu di sela-sela jarinya.
Tidak hanya Colla. Hella, Ai, Lof, Chino, dan pelayan lainnya juga para pasukan keluar dari istana untuk membantu membinasakan lima kesatria vampir.
Keinz mendecih. Ia memerintahkan teman-temannya untuk mundur. Lantas mereka menjeda pertarungan dengan berlari. Saat dikejar oleh puluhan prajurit, jejak mereka tidak dapat ditemukan. Mereka berhasil kabur.
"Ck. Vampir pengecut," Hallow menyimpan pedang ke sarung pedangnya dengan gerakan cepat lalu segera menghampiri Mocca.
"Lah, kabur. Tidak menyenangkan sekali. Bahkan tidak ada satu pun dari mereka yang mati," keluh Beethov juga ikut menyimpan pedangnya, lalu ia menoleh ke arah Colla yang masih siaga. "Tapi, Colla tadi hebat sekali dapat melukai tangan vampir sialan itu!"
"Meskipun begitu, kita harus tetap waspada. Kapan saja mereka bisa menyerang lagi," balas Colla datar.
"Tapi, kok mereka pengecut begitu? Disaat banyak lawan yang harus mereka habisi, mereka malah kabur dengan mudahnya seperti hilangnya sapi-sapi di kandang," cerocos Beethov. "What is the banci man!"
Beethov ingin mencerocos lagi, namun tangan seseorang telah membungkam mulutnya dengan rapat.
"Diam."
Greethov membungkam mulut Beethov seraya menyeret kembarannya itu masuk ke dalam istana, tidak mempedulikan Beethov yang terus-terusan memukul tangannya.
"Mocca, syukurlah mereka dapat diandalkan dalam melindungimu. Ayo kita masuk ke dalam. Hari akan mulai berganti malam sebentar lagi," ajak Hallow seraya memegang tangan Mocca yang berkeringat dingin.
"Mereka ... mereka tetap saja mau membunuhmu dan diriku, itu artinya ada kemungkinan Ratu Mona masih hidup," kata Mocca tanpa menatap Hallow, hanya memusatkan mata pada tanah di bawahnya.
Hallow terkejut. Ia tidak menyangka Mocca akan berangan-angan seperti itu. Kenyataannya, Ratu Mona Ferlendian sudah meninggal.
Hallow mengangkat tangan kanan Mocca dan mencium punggung tangan Mocca.
Mocca yang merasakan punggung tangannya dikecup akhirnya mengarahkan matanya ke mata Hallow.
Hallow tersenyum menenangkan, membuat Mocca merasakan betapa pentingnya Hallow baginya.
"Percayalah, Ratu Mona sudah tiada. Mereka menyerang kita karena Ratu Mona pasti meninggalkan wasiat untuk mereka laksanakan. Mereka tidak akan menyerah. Kapan saja mereka bisa menyerang kembali. Siang maupun itu malam, aku akan tetap melindungimu, menjauhkanmu dari ancaman."
Walaupun Hallow sudah mengatakan itu, Mocca tetap merasa kecemasannya masih ada. Kadang, matanya melihat sekitar. Mendadak juga ia membalikkan badan. Namun tak ada apa-apa. Hanya para pelayan dan prajurit di sekitarnya.
"Aku ... aku tidak mau kau terus berhadapan dengan bahaya. Kau melindungiku, namun risikonya kau yang akan terancam," kata Mocca.
Hallow mengendikkan bahu. "Begitulah kenyatannya, seorang pria akan melakukan apa saja untuk wanita tersayangnya. Melindungimu meski taruhannya adalah nyawa sekali pun. Tapi yang pasti, aku tidak akan mudah dikalahkan oleh vampir seperti mereka. Mereka terlalu meremehkanku."
"Kalau begitu, aku punya permintaan." Mocca menundukkan kepalanya.
Hallow mencoba mengintip wajah Mocca, namun rambut panjang milik Mocca membuatnya tidak dapat melihat wajah Mocca.
"Ya? Permintaan apakah itu, Yang Mulia Ratu?" tanya Hallow sedikit menggoda.
"Jika kau ingin melindungiku, maka lindungi aku dengan menggunakan dirimu, bukan dengan menggunakan pelayanmu sebagai tamengku. Aku ingin melihat kesetiaanmu padaku."
Mocca kembali mengangkat wajahnya setelah berkata. Matanya membelalak seketika melihat wajah Hallow kini sangat dekat dengan wajahnya. Semburat merah duluan menyahut di kedua pipi Hallow. Sedangkan Mocca berhasil menahan rasa malunya dan berpegang teguh pada ekspresi yang datar.
Menyadari Raja dan Ratu mereka perlu waktu untuk berdua saja, semua pelayan dan prajurit yang masih berada di luar dengan perasaan yang peka, berjalan masuk ke dalam istana tanpa mengeluarkan suara gaduh.
Angin bertiup damai. Matahari tetap melaksanakan acara tenggelamnya yang indah.
Satu keinginan Hallow sebelum masuk ke dalam istana untuk memberantas pekerjaannya di meja kerjanya, adalah ciuman dari Mocca.
Tapi, ia tidak sanggup menghadapi ini, entah kenapa rasa malunya hari ini benar-benar luar biasa.
Hallow menjauhkan wajahnya dengan cepat. Menutup wajahnya yang panas dengan kedua tangannya seraya memuji keindahan yang Mocca miliki.
Mocca yang melihat tingkah laku Hallow hanya diam dengan tanda tanya. Ada apa dengan raja yang satu ini?
Kenapa dia? batin Mocca.
Akhh!! Ya Tuhan, ampuni semua dosa-dosaku!!! batin Hallow.
* * *
Malam hari yang cukup menggigilkan tubuh. Selimut dan pakaian tebal cocok untuk menikmati malam yang didampingi oleh suara hujan yang beradu dengan atap dan tanah.
"Hujan lagi, ya," gumam Ai melihat jendela persegi panjang yang berjarak cukup dekat dengan pekerjaannya di depan kompor.
"Setiap malam pasti turun hujan," imbuh Lof sambil mematikan kompor yang ia pakai tadi untuk memasak nasi goreng. "Kak, mari kita makan."
"Chino mana?" tanya Ai.
"Dia sudah makan duluan dan pergi tidur karena kelelahan, katanya," jawab Lof.
Ai mengangguk. Sepasang penyihir kembar itu duduk di kursi mereka dan mulai menyantap makan malam yang mereka masak bersama.
"Omong-omong, limhoa vompior itu sololu mungusuk Roju dan Rotu kitu, yo?" tanya Lof disela kunyahan makanannya.
"Kunyah dan telan dulu baru bicara," kata Ai lalu kembali menyuap suapannya dengan datar.
Lof nyengir dan segera menyelesaikan kunyahan lalu menelan makanan di dalam mulutnya setelah terasa cukup lunak.
"Omong-omong, lima vampir itu selalu mengusik Raja dan Ratu kita, ya?" ulang Lof dengan pertanyaan yang sama.
"Bisa dibilang begitu. Vampir dari kerajaan Ferlendian yang letaknya cukup jauh dari sini. Mereka terlalu setia pada Ratu mereka yang telah meninggalkan mereka," jawab Ai. "Sebentar lagi, mereka pasti akan menyesal sudah terlalu setia dengan atasan mereka yang gila itu."
"Hush! Jangan sebut dia begitu! Bisa-bisa arwahnya tidak dapat tenang di alam baka sana," kata Lof seraya melekatkan sendoknya ke bibir Ai.
Ai dengan wajah datar menjauhkan sendok Lof dari mulutnya.
"Jorok!!"
* * *
Mocca langsung mencium aroma bunga lily dan melihat ternyata ia benar-benar menghirup bunga lily dari Hallow.
Dia membuka pintu kamar dan mendapati Hallow menyodorkan seikat bunga lily di depannya. Ia pikir, yang mengetuk pintu adalah seorang pelayan.
"Untukmu."
Satu kata itu telah menjelaskan kalau Hallow memberikan bunga itu untuknya simpan.
Mocca menerima bunga itu dengan tatapan menyelidik dan heran.
"Tumben."
Satu kata itu telah menjelaskan bahwa tingkah laku Hallow memang patut diherankan. "Malam-malam kasih aku bunga. Hm, mau disimpan di vas sekarang?"
"Biar Reo saja yang mengurusnya. Sini," jawab Hallow meminta bunga itu kembali ke tangannya.
Mocca hanya menuruti perkataan Hallow, memberikan bunga itu pada Hallow kembali. Setelah itu, Hallow ingin berlalu, namun sebelum itu ia berkata.
"Se-selamat malam."
Mocca mengangguk. "Selamat malam juga. Jangan terlalu larut malam. Kalau mengantuk, langsung ke kamar dan tidur saja."
Hallow pun berlenggang pergi dari hadapan Mocca. Berjalan santai, lalu perlahan-lahan langkahnya cepat, semakin cepat, dan akhirnya dengan kecepatan maksimum.
"Hm, hari ini Hallow malu-malu gitu. Terlihat semakin bego saja, hihi! Tapi, dia kenapa?"
* * *
Hallow telah sampai di ruang kerjanya dengan napas yang tersenggal-senggal. Cuaca yang dingin kini tidak berpengaruh padanya. Keringat membanjiri dirinya setelah tahu ia tidak sanggup menghadapi masalah yang satu ini.
"Bagaimana, Yang Mulia? Apa Anda berhasil?" tanya Reo, pelayannya seraya menyeka peluh dijidat Hallow dengan sapu tangan.
"Saya sekali, aku kurang siap untuk ini," jawab Hallow dengan rasa kecewanya sampai berlutut menjatuhkan diri ke lantai.
Aduh, Yang Mulia kembali dramatis lagi, keluh Reo di dalam hati sambil menggelengkan kepala.
"Anda tidak boleh menyerah! Saya yakin Anda pasti bisa!" kata Reo berapi-api memberikan semangat untuk rajanya.
"Tapi, Reo, besok kan harinya tiba! Aku belum sama sekali memberitahukannya. Bagaimana ini??" Hallow menggigit ujung kukunya.
"Kalau begitu, besok saja beritahu Ratu," jawab Reo tepat ia mendapatkan bola lampu di atas kepalanya.
Hallow mengangguk.
"Baiklah, besok saja. Reo, tolong bawakan surat-surat itu ke mejaku. Aku harus membantai semuanya agar aku bisa tidur dengan Mocca secepatnya."
"Baik, Yang Mulia."
🎃 TO BE CONTINUE ...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top