Chapter 4 : Kamar

Mocca's PoV

Malam Halloween, kota Mejiktorn, istana kerajaan Mixolydian, tepatnya di kamar Raja Hallow.

Saat ini kebingungan melanda pikiranku yang tidak mengerti dengan reaksi Hallow setelah mendengar tentang aku yang tidak pernah bercermin dalam hidupku. Mata birunya menatapku terkejut. Dia terlihat sedikit membuka mulut, seperti ingin mengatakan sesuatu. Aku benar-benar tidak mengerti kenapa dia tampak terkejut sekali dengan hal itu. Diriku yang tidak pernah melihat cermin hanya bersikap biasa saja.

Apa melihat bayangan diri sendiri setiap hari itu penting? Seperti halnya gadis-gadis sekolah yang selalu membawa perlengkapan alat kosmetik yang tidak lupa benda yang paling utama adalah cermin. Mereka selalu melekat pada cermin. Hampir setiap hari mereka yang mementingkan penampilan wajah menggunakan cermin.

Sebelum belajar, bercermin. Sesudah pelajaran olahraga, bercermin. Pulang sekolah, bercermin. Setelah bercermin, bercermin.

Terus saja begitu sampai cermin yang jika bukan benda mati, bisa saja retak alias pecah lantaran stres selalu dipandang dengan durasi hampir setiap detik. Membayangkan pemandangan kelasku terutama murid perempuan sedang bercermin setiap hari saja membuatku muak, apalagi aku sering bertemu dengan mereka di kelas melihat mereka bercermin sambil merias wajah. Rasanya aku mau muntah. Tidak malu dilihat kaum laki-laki? Terserahlah, lagian yang didandan bukan wajahku.

Kepalaku perlahan menjauh dari jidat Hallow yang membuatku risih saja. Aku pikir dia sedang melamun beku alias melamun secara tidak sadar dengan durasi yang akan lama, aku berencana untuk kabur dari kamar ini, namun terlambat karena pergerakanku yang lambat seperti siput dan lengan Hallow yang secepat kilat memaksa tubuhku masuk ke dalam pelukannya, lagi.

Aku memang suka dipeluk, tapi tidak perlu sesering ini, kan? Ini adalah pelukannya yang ketiga sejak pertama aku dipeluk di kereta labu. Kepalaku tenggelam dalam pelukannya yang membungkam tubuhku dengan lengannya. Ini nyaman, tapi .. rasanya ada yang janggal dari Hallow.

Sesekali dada Hallow tersentak-sentak. Ditambah suara isak kecil yang membuatku tahu bahwa Hallow sedang menangis. Apa? Dia menangis lagi? Kali ini apa yang membuatnya menangis aku tidak mengerti.

"Hallow, kenapa kau mena--"

Aku yang ingin melepas diri dari pelukannya, merasakan tubuhku dipeluk lebih erat dari yang tadi. Apa aku harus mengatakan padanya bahwa pelukan itu ada batasnya? Bisa saja aku mati karena kehabisan oksigen!

"Jangan .. melihatku. Aku malu sekali jika ada yang melihatku menangis, apalagi kau. Aku mohon sebentar saja tetaplah seperti ini dulu."

Oke aku menyerah. Terserah pada sang Raja yang berkuasa saja. Yang penting dia tidak akan melakukan hal yang tidak aku inginkan. Kalau hanya pelukan aku tidak keberatan. Selama pelukan ini tidak selamanya lantaran napasku mulai tak menentu wajar. Cepatlah berhenti menangis, Hallow.

Tanganku seakan bergerak sendiri atau ada yang mengendalikan, mendarat di punggung Hallow dan mengelusnya untuk membantunya tenang. Sepertinya ini memang keinginanku sendiri. Aneh juga melihat laki-laki menangis. Namun dia menangis karena suatu hal, bukan? Karena aku tidak pernah bercermin? Kenapa dia bersedih hanya karena hal seperti itu?

Oh iya, karena aku tidak pernah bercermin, aku sama sekali tidak tahu bagaimana dengan penampilan tubuh maupun wajahku. Apa aku cantik ataukah tidak, aku masih tidak tahu apa jawabannya.

"Kau bahkan lebih kesepian dibandingkan diriku." Kata-kata Hallow lantas membuatku terkejut sebentar.

"Kalau iya, memangnya kenapa?" tanyaku sedikit bermain-main, yaa maksudku agar dia segera melepas pelukannya dan berhenti menangis. Aku sudah tak betah lagi jika seperti ini terus. Hhh.

Beberapa menit aku memutuskan menunggu respon dari Hallow atas pertanyaanku yang tak begitu aku seriuskan. Tak ada jawaban. Seketika ruangan ini hening. Satu suara yang aku dengar hanyalah detak jantung Hallow karena kepalaku menyentuh dadanya yang berdatar pria pada umumnya. Aku tak mengharapkan dia harus mempunyai tubuh yang bagus, namun aku merasa kalau tubuhnya kurus sekali. Sepertinya dia memiliki jadwal makan yang tidak teratur, bisa dibilang dia jarang makan.

Benar-benar sama sekali tak ada jawaban. Isak tangis kecilnya yang seperti tikus itu juga sudah sirna. Lengannya yang memelukku masih tetap kencang namun perlahan mulai melonggar.

Aku mendongak, mengecek keadaan sang Raja. Setelah aku tahu kenapa dia diam, aku menghela napas. Kedua mata yang tertutup rapat nan damai dan suara napas kecil orang tidur yang memberikan kesan ketenangan tersendiri.

"Yang benar saja! Rupanya ketiduran!!" kesalku dengan suara yang dipelankan agar dia tidak bangun lantaran bisa mendengarku.

Susah payah aku mengeluarkan diriku secara perlahan dan selembut yang aku bisa dari pelukan Hallow. Berhasil bebas, aku bertujuan untuk keluar dari kamarnya dan ingin sekadar berkeliling istana. Sebelum keluar, aku memutuskan memperbaiki posisi tidur Hallow dengan sedikit mengangkat tubuhnya itu ke dalam posisi tidur yang benar, kepala di atas bantal, dan menyelimuti setengah tubuhnya.

"Tubuhnya bahkan seringan itu. Sampai aku merasa bisa menggendongnya dengan kedua lenganku yang tak berotot ini," cerocosku lagi dengan pelan tentunya.

Jangan-jangan dia pingsan lantaran terlalu banyak menangis sepertiku, mengalami hal yang sama beberapa jam yang lalu? Tidak mungkin. Aku lihat ekspresinya sedang tidur pulas. Dia sedang tidur, bukan pingsan.

Setelah geleng-geleng kepala untuk menghilangkan pikiran tadi, aku berjalan berjingkat-jingkat ke arah pintu kamar. Sampainya aku membuka pintu dan setengah diriku keluar dari kamar, aku mendengar Hallow mengigau.

"Ayah .. Ibu .. Mocca .."

Ternyata aku juga disebut. Kira-kira dia mimpi apa, ya? Hmm.

Bodoh! Aku harus segera keluar dari sini sebelum ada yang menyebutku lancang karena aku berada di kamar Raja yang terhormat.

Sampainya aku di luar kamar, aku yang sedang menutup pintu dengan perlahan, tiba-tiba saja ada yang menepuk pundakku. Hampir saja aku akan menjerit, untung tanganku peka membungkam mulutku sendiri, takut Hallow akan bangun.

Aku membalikkan badan setelah menutup pintu tanpa mengeluarkan suara sedikit pun. Mataku mendapati seorang wanita berwajah datar alias tak ada ekspresi, berpakaian pelayan wanita, bukan Hella, melainkan yang lain. Pakaiannya memang pelayan, tapi ... dua buah dada itu tampak besar sekali. Astaga ternyata Hallow punya pelayan wanita bertubuh seksi?!

"Nona Mocca rupanya Anda di sini. Sebelum Anda sadar, Raja Hallow meminta saya untuk mengganti pakaian Anda dengan gaun yang baru setelah Anda sadar. Mari ikuti saya ke ruangan saya, Nona."

Kalau dia tidak mengatakan itu secepatnya, mungkin aku sudah melantunkan kata 'KAU SALAH PAHAM AKU TAK MELAKUKAN APA-APA PADA RAJA HALLOW!!!' Untunglah. Fyuh.

Aku menurut tanpa ada basa-basi yang membuat waktuku terbuang percuma. Berjalan mengekor di sampingnya sambil melirik dua buah payudara miliknya yang sedikit memantul seperti balon berisi air saat dia sedang berjalan sekarang. Melihat dua ukuran payudaraku sendiri, rasanya jauh berbeda dari miliknya yang berukuran menakjubkan. Entah kenapa perasaanku sungguh kecewa mendapatkan ukuran sederhana. Ahh tidak. Masih bagus dari pada tidak punya payudara sama sekali. Oke, berhenti melirik miliknya. Menyedihkan.

Tidak lama langkah kami pun berhenti di depan sebuah pintu berwarna coklat.

"Kita sudah sampai di ruangan saya. Di sini, Anda akan memilih pakaian yang Anda inginkan." Wanita berwajah datar berambut panjang hitam itu membukakan pintu ruangannya untukku. "Silahkan masuk, Nona."

🎃TO BE CONTINUE ...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top