Chapter 30 : Jahat
Mocca's PoV
“Bunuh mereka semua.”
Perintah dari Hallow cukup membuatku takut, seakan aku juga akan ikut dibunuh. Tapi, Hallow terus memegangiku agar aku tidak dapat disentuh oleh kelima vampir itu. Hallow mengeluarkan sebuah mantra yang tidak aku mengerti. Mantra itu disatukan dengan nama belakang Hallow hingga sebuah pedang emas mengeluarkan cahaya biru yang membuatku silau muncul di tangan Hallow. Aku menengadahkan wajah ke arah Hallow. Dia tersenyum lembut padaku.
“Maafkan aku sudah membuat matamu silau, Mocca. Apa matamu sakit?” Ya ampun pertanyaan yang sangat penting sekali, sampai aku tidak tahu harus menjawab apa. Aku cuma menatapnya datar. Hallow tertawa.
Dia mengayunkan pedangnya ke salah satu vampir berambut hitam. Seingatku namanya Lei. Padahal jarak Hallow dengan Lei sangat jauh. Tapi, aku terkejut melihat setelah pedang itu diayunkan. Sesuatu yang keluar dari pedang itu mengenai Lei, membuat Lei terpental jauh dengan darah yang bersimbah. Ini pertama kali aku melihat pedang sihir bekerja. Keren. Energi sihir yang kuat dan tajam sekali. Kapan aku bisa begitu.
Tiba-tiba Hallow mengalihkan posisi ke belakang. Termasuk aku ikut mengalihkan posisi karena Hallow memegang pinggangku dan merengkuhku. Rupanya vampir berambut ungu itu nyaris mengenai diriku oleh serangannya. Secepat kilat Hallow mengeluarkan energi sihir di pedangnya menuju vampir itu dengan sekali ayunan. Vampir itu melayang jatuh ke atas pohon. Angin. Pedang Hallow mempunyai sihir angin.
Sebelum Hallow menyerang vampir itu, dia menyerang Lei dengan sihir apa? Gelombang sihir yang tajam dan berbahaya jika mengenainya. Itulah yang aku lihat. Apa mungkin itu adalah sihir biasa milik Hallow? Jadi, pedang ini mempunyai beberapa jenis sihir. Tapi, Hallow menambahkan kekuatan pedang itu dengan sihir yang dia miliki. Begitu rupanya.
Selain Hallow, Reo, Beethov, dan Greethov juga punya lawan mereka masing-masing. Reo sedang menyerang Zero dengan pedangnya. Sedangkan Beethov dan Greethov menyerang Aram dan Keinz. Mereka terlihat bersenang-senang, seakan ini hanyalah permainan biasa.
“Wah, sudah lama aku tidak melihat mereka berkelahi seperti ini,” kata Hallow. “Aku sudah melumpuhkan dua vampir. Sisa tiga lagi. Mocca, kau bisa berpegangan di kedua pundakku?”
“Hah? Untuk apa?” kataku balik bertanya.
Hallow tersenyum. “Kita akan menuju udara. Maka, kau harus berpegangan. Kau tidak takut ketinggian, kan?”
“Apa?!”
Hallow tidak menggubrisku lagi. Dia fokus memejamkan mata dan membukanya kembali dengan perubahan yang ada di pupil matanya. Mata biru langit itu menyala biru. Ada gambar kuda emas bersayap dan bermahkota di kedua matanya. Itu logo kerajaan Mixolydian. Secara perlahan, rambutnya yang hitam legam berubah warna menjadi putih. Dan yang terakhir, ada tiga pasang sayap malaikat putih mekar dengan indah di belakang punggungnya. Membuka sayap itu hingga lebar. Siap untuk terbang.
Matanya berhenti menyala. Tapi, logo kerajaan itu masih berada di kedua matanya. Tangan Hallow semakin mengeratkan pegangannya di pinggangku. Aku memegang kuat kedua pundaknya. Ketiga sayapnya mengepak menciptakan angin yang lumayan membuat pepohonan yang ada melambai kuat. Dan tak aku rasa lagi, kakiku sudah tidak menginjak tanah. Aku dan Hallow telah berada di udara.
Perasaanku sedikit takut menerima ketinggian ini meskipun Hallow masih terbang rendah. Membuatku menyembunyikan wajahku dalam rengkuhannya dan memejamkan mata. Aku bisa mendengar Hallow menyebutkan mantra lagi untuk membantu Reo, Beethov, dan Greethov menyerang ketiga vampir yang tersisa.
Saat mataku lama memejam, dengan mudahnya aku sudah berada di dunia ini lagi. Dunia yang mempertemukanku dengan sisiku yang lain. Ini menyebalkan. Kenapa aku harus ke sini lagi. Hallow sedang melindungiku sedangkan aku tertidur dengan nyamannya di dalam rengkuhannya.
“Kau sudah lihat sendiri, kan? Kau lemah.” Gadis yang mirip denganku itu terdengar di belakangku. Aku membalikkan badan. Tidak ada siapa-siapa di belakangku.
Aku merenggut kepalaku sendiri. Kepalaku terasa sangat pusing. Seluruh sekitarku yang dipenuhi oleh banyak cermin persegi panjang yang mengelilingi diriku. Menampakkan bayanganku yang sedang menahan rasa sakit di kepalaku. Suara tawa dari sisi lainku menambah rasa sakit kepalaku yang tidak tertahankan. Aku berteriak kencang. Mengatakan untuk berhenti menggangguku.
“Kau menderita karena kau lemah. Kau adalah aku dan aku adalah kau. Kita sama. Tapi, ada satu yang membuat kita terbelah menjadi dua.”
Semua cermin tiba-tiba pecah begitu saja. Mengeluarkan suara pecah yang kencang, membuatku harus menutup kedua daun telingaku dan berusaha untuk tidak menangis. Ini hanya mimpi. Jika mimpi ini bisa aku lewati, maka ini tidak akan bertahan lama. Aku harus bisa bertahan, agar aku tidak dikatakan sebagai orang lemah lagi oleh sisi lainku sendiri.
Ternyata, tidak semua cerminnya pecah. Ada satu cermin lagi yang tidak pecah, yaitu cermin yang kini ada di hadapanku. Aku berdiri dari jongkokkanku. Mengamati bayangan diriku sendiri hingga bayangan itu tidak mengikuti pergerakanku sama sekali. Ini bukan bayanganku. Melainkan, ini bayangan milik sisi lainku. Mulutnya bergerak mengeluarkan suara.
“Yaitu, dari warna yang diciptakan. Kau melambangkan biru. Sedangkan aku melambangkan merah. Itulah perbedaan dari kedua sisimu, Mocca. Jika kau terus merasakan keputusasaan dan ketakutan akan darah, maka sisi birumu akan berganti dengan sisi merahmu, yaitu aku, Mocca Lixadian.”
“BERISIK! DASAR BRENGSEK! KAU BUKAN DIRIKU! KAU BUKAN MOCCA LIXADIAN! AKULAH MOCCA LIXADIAN! MOCCA DARI RATU MIXOLYDIAN! KAU BUKANLAH DIRIKU! BUKAN!!!”
Tanganku mengepal dan mengarahkan tanganku ke arah cermin itu. Memukul cermin itu sampai retak. Belum puas, aku memukul cermin itu lagi karena aku masih melihat gadis itu menyeringai di depanku. Beberapa pukulan aku lontarkan hingga cermin itu pun pecah berkeping-keping menjadi serpihan cermin yang tidak berarti. Darah segar menetes dari jemariku.
Tak ada ketakutan pada diriku. Juga keputusasaan. Bahkan aku tak akan takut dengan darah. Cairan merah itu sama sekali tidak menggetarkan diriku. Aku sudah terbiasa melihat darah, karena aku adalah murid Akademi Housran yang mengikuti ekskul kedokteran. Aku ingin menjadi dokter yang dapat diandalkan semua orang. Dan yang pasti, darah bukanlah penghalang. Melainkan, darah adalah lambang keberanianku untuk tidak merasa takut jika aku menghadapi luka separah apapun untuk aku obati.
“Kau adalah sisi lainku, tapi aku tidak akan biarkan kau menguasai tubuhku. AKULAH YANG AKAN MENGUASAI SISI LAINKU SENDIRI!”
“HAHAHAHAHA!”
Dia menertawakanku. Kurang ajar. Sebuah tangan yang dingin memegang pundakku. Aku menoleh dan rupanya dia yang berada di belakangku. Tak sempat menghindar, aku mengenai pukulannya di wajahku hingga aku terpental membentur jam pasir raksasa yang masih menjalankan pasirnya ke bawah.
Aku ingin bangkit. Tapi dia sudah ada saja di depanku. Mengangkat diriku dengan satu tangan mencengkeram kerah bajuku. Aku memegang lengannya merasakan leherku tercekik. “B-beraninya kau ...”
“Kaulah yang berani padaku, Ratu yang terhormat! Kau lemah! Bahkan kau tidak mampu melawan sisi lainmu sendiri. Itu artinya, KAU LEMAH!”
“BERHENTI MEMANGGILKU LEMAH!!”
Dia melemparku begitu jauh. Aku jatuh beberapa kali sampai aku tersungkur tak berdaya. Energiku seakan sudah habis diresap olehnya. Langkahnya terdengar mendekat padaku. Aku berusaha bangkit untuk membalas perbuatan kasarnya ini. Tapi, payah sekali aku terjatuh setelah aku berhasil berdiri.
“Hahaha ... kau ingin mengatakan bahwa dirimu kuat? Kau lemah, Mocca. Kau tidak—”
“Tutup mulutmu itu! Aku muak mendengar semua hinaan yang kau berikan padaku! Ya, aku lemah. Mungkin benar aku lemah. Meskipun lemah, aku akan tetap hidup tenang.”
“Pff .. hahaha! Apa? Tenang?! Kau bercanda?”
“Kaulah yang sedang bercanda padaku.” Aku kembali berdiri. Menahan sakit di sekujur tubuhku. Mataku menatap tajam. “Kau kuat, tapi kau harus memastikan apa hatimu kuat ataukah lemah.”
Dia mengerutkan alis. “Apa maksudmu?”
“Lihat? Bahkan kau tidak mengerti maksudku. Padahal sudah jelas apa yang aku maksudkan padamu. Cinta. Aku lemah, tapi kasih sayangku tidak akan melemah, karena mereka adalah keluargaku. Aku lemah dari kekuatan, tapi tidak untuk kesetiaan hatiku.”
“Argh!” Tiba-tiba dia merintih sakit sambil mencengkeram baju di depan dadanya. “A-apa yang kau lakukan padaku??! AAA!!!”
Aku hanya diam memandang dirinya sedang kesakitan. Dia mengacak-acak rambutnya sendiri dan mencengkeram bajunya. Tiba-tiba kedua tangannya mengeluarkan sihir api. Membuatku harus berjalan mundur agar tidak mengenai apinya. Dia seperti sedang tersiksa akan sesuatu. Mulutnya menyumpah-nyumpah dengan darah segar keluar dari mulut dan matanya. Melihatnya seperti itu membuatku seperti melihat diriku sendiri. Sisi lain yang buruk. Aku tahu sekarang.
Aku adalah sisi baik. Sedangkan dia adalah sisi jahatku yang aku sembunyikan di dalam diriku. Aku tidak ingin menjadi jahat. Namun, sisi jahatku hidup di dalam diriku dan sekarang aku melihatnya sedang tersiksa. Api mengelilingi dirinya. Memisahkanku darinya yang terkepung oleh sihirnya sendiri. Aku menatapnya sedih.
Apa aku harus menyelamatkannya? Tapi, dia adalah sisi jahatku. Apa benar menyelamatkan sisi jahatku sendiri adalah pilihan yang tepat? Kalau aku ingin menyelamatkannya, bagaimana caranya?
Semua sisi baik mengandung kebaikan. Itu artinya, aku punya sihir lain selain mengobati orang lain. Ya, aku yakin diriku punya sihir lain. Seperti dia. Tapi apa?
Tiba-tiba tanganku menjadi terasa basah. Aku membuka kedua telapak tanganku. Betapa terkejutnya kedua tanganku mengeluarkan air. Aku tahu sekarang. Sihir sisi baik adalah air. Ini dia.
Aku mengangkat tanganku ke udara lalu mengarahkannya ke arah sisi lainku terduduk menahan sakit dengan sekali gerakan tangan. Mengeluarkan air ke arahnya. Melenyapkan semua api yang berada di sekelilingnya tanpa memerlukan mantra. Setelah itu, aku melihat dirinya basah kuyup oleh airku. Aku menertawakannya dan itu membuatnya merengut.
Kakiku berjalan menghampiri. Duduk di depannya dan meraih kedua tangannya yang basah oleh airku. “Kau sisi lainku, tetapi kau tidak bisa menghina sisi lainmu sendiri, karena itu akan menyakiti dirimu sendiri. Dan itu juga akan menyakiti diriku. Aku menyayangimu sebagai diriku. Kau sisi lainku. Aku harap kau bisa bersatu denganku kembali. Jangan terpisah seperti ini.”
Dia diam. Tidak membalas ucapanku dengan tundukan. Aku lantas memeluk dirinya yang basah. Meyakini kalau dia tidak akan bersikap kasar padaku lagi. Tapi, keyakinanku sirna saat aku mendengar dia tertawa kecil.
ZLEB!
Tangannya menusukku. Bagian perutku mengenai tusukan tangannya sampai aku bisa merasakan dia berhasil menembus perutku. Mulutku memuntahkan banyak darah. Rasa sakit menjalar ke seluruh tubuhku. Aku tidak percaya ini. Dia membunuh dirinya sendiri. Sisi lainnya sendiri.
“Ups! Maaf, aku menusukmu terlalu dalam sampai tanganku keluar. Aku akan menarik tanganku kembali,” katanya di samping telingaku.
CRAST!
“ARGH!!”
Hallow. Bangunkan aku. Hallow, dengarkan aku. Kau harus bangunkan aku agar sisi baikku tidak akan lenyap di dalam diriku. Hallow, aku mohon. Tidak.
“Selamat tidur, My Lady.”
🎃 TO BE CONTINUE ...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top