Chapter 19 : Perpustakaan

Hallow's PoV

Aku keluar dari kelas 2-3. Berlari mencari sosok Mocca menelusuri koridor, melewati kantin, lapangan sepak bola, dan berhenti di depan sebuah pintu lebar yang lumayan tinggi, sehingga membuatku menengadah sebentar untuk melihat seluruh pintu dan mundur beberapa langkah. Di sana, terukir tulisan.

Ruang perpustakaan.

Seketika mataku berbinar takjub. Aku yang sangat suka sekali membaca buku begitu bersemangat mendengar kosakata yang berkaitan dengan buku. Ruang perpustakaan, yaitu sebuah ruangan luas yang berisikan ratusan sampai ribuan buku yang disusun secara rapi dan simetris di rak-rak buku tinggi maupun pendek. Tentu saja, ruangan ini adalah tempat favoritku, karena di dalamnya terdapat banyak macam buku. Aku tak menyangka rupanya sekolah juga punya perpustakaan selain di istanaku.

Aku ingin masuk ke dalam, namun teringat tujuanku mencari Mocca, aku menghela napas. Oh iya, mungkin saja Mocca bersembunyi di dalam perpustakaan. Hampir semua tempat aku kunjungi. Dan sisanya adalah perpustakaan dan toilet wanita yang belum aku kunjungi.

Tanganku melekat ke dua daun pintu itu dan mendorongnya agar terbuka lebar. Aku berseru kecil melihat pemandangan indah yang aku lihat sekarang. Perpustakaan sekolah tidak kalah banyak dan harumnya dengan perpustakaan milikku. Di dalam, terdapat dua tangga meliuk yang menghubungkan ke lantai atas. Di sana juga terdapat banyak buku berjejer rapi. Sudah lama aku tidak melihat pemandangan seperti ini.

Baru beberapa langkah aku masuk ke dalam, seseorang berdeham di dekatku. Aku menoleh ke arah sumber suara dan rupanya yang berdeham ke arahku adalah penjaga perpustakaan. Sepertinya dia juga seorang murid. Dia laki-laki.

"Kau anak baru di sini? Di perpustakaan Housran, ada beberapa peraturan yang harus kau patuhi. Pertama, masuk ke dalam perpustakaan kau harus mencatat namamu di buku daftar pengunjung ini. Kedua, jika ingin meminjam buku kau harus membawa kartu perpustakaanmu untuk meminjam. Dan yang ketiga, jangan berisik," ucap murid lelaki itu memberitahukan peraturan perpustakaan seraya menampilkan sebuah buku bersegi panjang dan menyodorkan sebuah pena bulu angsa.

Aku berjalan menuju mejanya berada. Di meja tebal ini diisi beberapa barang yang dia gunakan. Seperti tanda nama sebagai penjaga perpustakaan, tinta pena, satu buku daftar pengunjung, dan stempel. Aku menerima pena bulu angsanya, mencelupkan sedikit tinta, dan mulai menuliskan namaku.

"Hallow? Nama yang unik," komentarnya selesai aku menuliskan namaku. "Karena kau anak baru, hari ini juga aku akan mengurus kartu perpustakaanmu. Sekarang, tuliskan identitasmu di kertas ini. Isi semua kolom yang wajib diisi."

Sebelum aku menerima kertas formulir itu, aku melihat tulisan di atas namaku. Aku tersenyum membaca nama itu ada di sana. Ternyata dia juga tengah berkunjung ke perpustakaan.

Mocca Lixadian.

Keluarga Lixadian? Oh, jadi itu nama keluarga Mocca. Aku akan mengingat itu di dalam memoriku.

Aku menerima kertas itu dan mengisi semua yang harus dilengkapi. Sesudah itu, aku memberikan kertas itu pada penjaga perpustakaan itu kembali. Dia begitu mengamati hasil pengisianku.

"Mixolydian itu bukannya keluarga dari sebuah kerajaan?" tebaknya membuatku terkejut, bagaimana dia bisa tahu?? "Aku mengetahui itu dari membaca buku tua milik Nenekku di rumah. Di buku itu terdapat banyak sekali nama-nama kerajaan yang masih bertahan maupun punah. Aku lebih suka membaca buku lawas dibandingkan yang baru-baru sekarang."

"Kalau benar, memangnya kenapa?" tanyaku padanya. "Kau telah mengetahui asalku, yaitu dari kerajaan Mixolydian. Aku harap kau bukan orang yang suka menyebarkan berita baru untuk meriuhkan semua penghuni sekolah."

"Kalau benar, tidak apa-apa, biasa saja. Ya, aku ingat nama Raja dan Ratu terdahulu, Raja Dargan dan Ratu Ween. Mereka berdua meninggal karena suatu insiden. Kemudian, digantikan oleh Putra mahkota Mixolydian menggantikan Raja dan Ratu yang telah tiada. Oh, apa itu adalah kau? Kau menjadi Raja pada umurmu yang seperti ini?" tanyanya.

"Apa boleh buat, karena hanya aku seorang yang tersisa di dalam keluarga Mixolydian untuk memimpin kerajaan. Kau sudah bicara dengan Rajamu. Apa yang kau rasakan sekarang?"

"Emm, sebenarnya aku merasa biasa saja, karena mungkin aku bukan adik kelas dan juga tidak seumuran denganmu? Perkenalkan, namaku Ashtan Hergydian, dari kelas 3-1. Aku adalah kakak kelasmu, Yang Mulia Raja." Dia membungkuk padaku.

"Tidak perlu seformal itu di depanku. Di sini tempat umum. Aku tak mau membuat kegaduhan kalau Raja mereka sedang bersekolah di Akademi ini. Jika semua melihat dan tahu, kekacauan bisa terjadi. Apa kau bisa menyimpan rahasia?"

"Aku akan menjaga rahasiamu. Tidak akan ada yang tahu. Jadi, kau suka buku? Ini sudah jam pulang sekolah, tapi perpustakaan akan tutup jam 5. Kalau begitu, selamat memilih buku untuk dibaca dan jangan berisik. Aku ingin tidur."

Ashtan duduk di kursi kebesarannya. Terlihat seperti sebuah sofa hitam. Dia membuka sebuah buku dan meletakkan buku itu di atas wajahnya. Kedua tangannya melipat di depan dada. Oh, aku pikir peraturan jangan berisik adalah untuk tidak mengganggu orang lain membaca. Alasan peraturan itu ada rupanya agar tidurnya tidak terganggu. Argh, entahlah, aku bingung. Sebaiknya aku mencari Mocca sekarang.

Aku meninggalkan Ashtan sudah terlelap dan mencari Mocca sembari memperhatikan banyak buku fiksi yang berjejer rapi seolah belum disentuh oleh siapapun. Langkahku berhenti melihat salah satu lorong memperlihatkan seorang gadis berambut pirang sedang membaca buku sambil tersenyum lebar.

"Mocca?" ucapku memastikan bahwa iu adalah dia. Tidak salah lagi, karena pengunjung perpustakaan hanya aku dan Mocca. Mereka tidak akan berminat ke perpustakaan pada jam pulang.

Mocca tersentak dan mengalihkan pandangan dari bukunya. Dia meletakkan buku itu kembali ke rak buku. Menatapku terkejut. "Hallow?"

Aku melangkah untuk mendekati Mocca. Namun, aku melihat langkah mundur Mocca membuatku berhenti melangkah. "Kenapa kau mencariku? Aku sudah bilang bahwa aku tidak mau menemuimu."

Aku menunduk. Diam tidak membalas perkataan Mocca. Aku bingung dengan apa yang harus aku katakan sekarang. Kesulitanku untuk membuat Mocca tidak membenciku lagi, bagaimana caranya?

Aku pun bersuara. "Aku tahu sekarang kau membenciku. Tapi—"

"Aku tidak membencimu." Dengan cepat Mocca memotong kataku yang belum selesai.

"Lalu, kenapa kau menjauhiku jika tak ada rasa benci pada dirimu?"

"Aku hanya kesal."

"Kesal?"

"Ya. Kesal. Kau membuatku kesal."

"Lalu, apa kau marah?"

"Tidak."

"Apa karena aku egois, aku membuatmu kesal?"

"Itu benar. Kau egois, Hallow," jawab Mocca berjalan mendekatiku. "Tidak sesering itu kita bisa saling bertemu. Ada kalanya, kita harus berpisah untuk sementara. Seperti pada suatu pekerjaan yang berbeda tempat. Kau harus menerima hal itu. Lagipula, setelah itu, kita bisa bertemu lagi."

"Tapi, apa kau akan baik-baik saja tanpa pengawasanku dan Reo? Aku ... aku hanya khawatir jika terjadi apa-apa padamu. Jika ada yang menindasmu, tolong, katakan saja padaku. Aku akan membuat mereka sadar kalau Ratu merekalah yang sedang mereka tindas."

Mocca tersenyum lembut. "Tenang saja. Walaupun tak ada kalian berada di sisiku, aku masih bisa menjaga diriku sendiri. Tidak akan ada yang mampu menyakitiku selama kau terus mengharapkan keselamatanku."

Aku menggenggam kedua tangan Mocca dan mencium punggung tangannya. "Aku selalu mendo'akan yang terbaik untukmu."

"Jadi, bagaimana? Masih tidak ingin berbeda ekskul?" tanya Mocca masih dalam senyumannya.

Aku ikut tersenyum. "Demi dirimu, aku akan lakukan apapun untukmu agar kau selalu tersenyum seperti ini. Semoga dalam mengikuti ekskul kesehatan, kau bisa menjadi seorang dokter yang bisa diandalkan dan dikenal semua orang."

"Semoga dalam mengikuti ekskul musik, kau, Reo, dan Violet bisa membuat sebuah band musik yang akan digemari oleh banyak orang," balas Mocca.

Kami pun tertawa bersama.

"Maafkan aku, Hallow."

Aku berhenti tertawa. "Kenapa kau minta maaf? Harusnya aku yang mengatakan itu. Aku minta maaf, Mocca."

"Tidak. Akulah yang minta maaf karena sudah membuatmu repot."

"Bukan kau. Akulah yang harus meminta maaf karena sudah membuatmu tidak nyaman."

"Tidak, aku yang harus meminta maaf padamu."

"Tidak, Mocca. Aku yang harus minta maaf."

"Akulah yang harus minta maaf."

"Yang benar itu aku, Mocca."

"Aku yang salah."

"Yang benar itu aku yang salah."

"Aku."

"Aku."

"Aku!"

"Aku!!"

"AKU!"

"AKU!!"

Tiba-tiba suara keras dari Ashtan membuat kami berhenti berdebat, sama-sama terkejut.

"Jangan berisik di dalam perpustakaan atau kalian akan mendapat hukuman! Aduh, mimpi indahku lenyap seketika!"

"Pff— HAHAHAHA!!" Untuk yang kesekian kalinya di dalam perpustakaan ini, aku dan Mocca tertawa terbahak-bahak tak peduli dengan peringatan Ashtan.

Ashtan lagi-lagi berteriak. "Kalian akan mendapat hukumannya karena sudah tertawa di dalam perpustakaan!!"

"Kabur, yuk!" ajakku pada Mocca.

"Baiklah. Aku tidak suka hukuman. Lebih baik kita kabur," jawab Mocca menyetujui ajakanku.

Secepat yang kami bisa, kami pun berlari menuju pintu perpustakaan dan keluar menghindari sang penjaga perpustakaan. Lelaki berambut kuning pastel itu mengamuk seperti seekor banteng pada saat kami tertawa sambil melarikan diri. Payahnya, Ashtan tidak mengejar.

Sampailah kami di lapangan sekolah yang tak jauh dari gerbang sekolah. Tidak jauh dari kami juga, ada Reo dan Violet. Mereka tampak senang melihat kami kembali bersatu.

"Mocca, ini tasmu," kata Violet memberikan tas coklat itu pada Mocca. Setelah itu memeluknya tiba-tiba. "Aku mencarimu ke mana-mana. Apa kau baik-baik saja?"

"Terima kasih sudah menjaga tasku dan mengkhawatirkanku. Aku baik-baik saja. Sekarang, kau bisa pulang ke rumahmu," jawab Mocca membalas pelukan Violet.

"Baiklah. Sampai jumpa besok, Mocca, Hallow, dan Reo. Kalian bertiga adalah teman pertama yang paling indah dalam hidupku." Violet menyunggingkan senyuman paling indahnya, membuat kami bertiga tertegun melihat Violet berjalan menjauh dari kami dan keluar dari wilayah sekolah, berjalan kaki menelusuri trotoar.

"Waktunya kita pulang. Reo, apa kereta kudanya sudah sampai di depan gerbang sekolah?" tanyaku pada Reo. Namun, tak ada balasan dari Reo. Aku menoleh. "Reo, kau dengar aku? Reo!"

"Ah! Ya, ada apa, Yang Mulia?" Ternyata Reo melamun. Apa yang dia lamunkan? Tidak biasanya dia seperti ini.

Kami bertiga pulang menuju istanaku. Di depan istana, para pelayanku terutama Colla, Hella, Ai, Lof, Beethov, dan Greethov sudah menantikan kepulangan kami.

"AAA!!! Akhirnya Anda sudah pulang, Ratu! Saya pikir Anda tidak akan pulang ke istana lagi!!" teriak Hella langsung menangkap Mocca ke dalam pelukannya.

"Sudah aku katakan padamu, Hella. Aku tidak akan lama, karena jarak tidak akan pernah memisahkan, berkat terikatnya kita dalam pertemanan kita," kata Mocca membalas pelukan Hella.

Ya, kau benar, Mocca. Selama kita bisa saling mengingat dan terikat dalam suatu hubungan yang kuat, bahwa sesungguhnya, sejauh apapun kita berpisah, jarak tidak akan bisa memisahkan kita begitu saja.

"Reo," panggilku kepada pelayanku. Tak ada jawaban. Aku menoleh padanya.

Astaga, dia melamun lagi.

🎃 TO BE CONTINUE ...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top