Chapter 13 : Malu
Mocca's PoV
Dia mengangkat kepalanya berhenti memelukku, menatapku lekat, dan kembali bersuara. Mengucapkan beberapa kata yang membuatku tahu apa yang sebenarnya dia maksud.
"Apa kau mencintaiku?"
"Aku ... aku .." Mulutku tak siap untuk menjawab pertanyaan seperti itu. Aku menghela napas, berusaha untuk tenang dan kembali bersuara. "Aku akan jawab. Tapi nanti. Siang ini, aku akan menjawab perasaanmu itu."
"Apa kau sedang berjanji padaku?"
"Ya. Sudah jelas, kan, aku berjanji padamu?"
"Baiklah, aku pegang janjimu, Mocca. Kau akan menjawab perasaanku siang ini juga."
"Iya, iya."
🎃
Hallow ikut beranjak dari kursi dan meraih lengan kiriku.
"Kau sudah janji akan menjawab perasaanku siang ini."
Oh, aku hampir lupa. Dia benar, aku sudah berjanji padanya pagi tadi, kalau aku akan menjawab perasaannya siang ini. Gawat, kenapa waktu berjalan begitu cepat??
"A-aku ingin keluar sebentar," jawabku mencoba mencari alasan untuk kabur dan menghindari pertanyaannya yang selalu membuatku gelisah tidak karuan.
"Hm? Memangnya mau keluar ke mana? Kau tidak akan bisa kabur dariku, Mocca. Kau sudah janji padaku. Jawab pertanyaanku sekarang. Kalau ti--"
"Kalau tidak, kenapa? Kau mau apa, hah?? YA! AKU MEMANG MAU KABUR!! Kau tidak tahu seberapa malu aku menghadapi hal semacam ini?? Kau tidak akan mengerti perasaan seorang wanita jika sedang malu!!"
Tanganku berusaha melepaskan diri dari cengkraman Hallow, walaupun usahaku sama sekali tidak berpengaruh. Aku tidak peduli lagi dengan janji atau apalah itu, yang penting sekarang aku harus menjauh darinya.
"Lepaskan tanganku, Hallow!" perintahku.
Dia tidak menggubris perintahku dan malah memegang sebelah pipiku serta mengelus rambutku. Bukannya membuang pandangan, aku malah terhanyut dalam tatapannya yang amat membuatku terhipnotis akan sesuatu yang membetahkan diriku untuk tidak berkedip. Ditambah lagi, senyumannya. Astaga, ya ampun, akhh bisa-bisa aku lupa caranya berkedip dan bernapas.
"Bukan hanya kau yang malu," ucap Hallow. Mukanya mulai bersemu merah, tampak sedikit menunduk dariku. "Kau juga harus tahu. Laki-laki juga bisa malu. Dari luar, tampak seperti tak kenal malu, tapi di dalamnya, kau tidak tahu bahwa setiap laki-laki yang malu sedang menahan rasa malu itu untuk mencapai tujuan tertentu. Diantaranya adalah di saat seperti ini. Setiap detik aku menunggu jawabanmu, aku selalu merasakan jantungku berdegup kencang tak biasa. Dan sekarang, aku ingin tahu jawabanmu. Mocca, apa kau mencintaiku?"
"YA!! AKU MENCINTAIMU!! AKU MENCINTAIMU, HALLOW!!!"
Aku pun berhasil memberanikan diri mengatakan itu dengan keadaan mata yang sengaja kupejamkan, disertai air mataku yang tiba-tiba saja mengalir. Mengeluarkan sedikit tangisan yang membuatku lebih terasa memalukan dibandingkan tadi.
Aku benar-benar malu sekali.
Hallow memegang sebelah pundakku dan mengusap air mataku dengan ekspresi yang nampak bersalah.
"Maafkan aku, Mocca. Aku memaksamu untuk menjawabnya sekarang, sehingga kau jadi sampai menangis seperti ini. Aku memang keterlaluan. Kau bisa hukum aku."
Aku menggeleng kuat mendengar kata-katanya. Bukan itu alasan aku menangis. Awalnya, aku juga tidak tahu kenapa. Tapi, setelah aku pikirkan sekali lagi, aku telah tahu apa jawabannya.
"Aku menangis, karena aku ingin," ucapku dengan tampang serius.
Hallow ternganga sebentar mendengar ucapanku, tak lama kemudian, dia tertawa kencang dan panjang sampai mengeluarkan air mata.
"Hei, kenapa kau tertawa?"
"Karena aku ingin."
"Bego."
"Hoahaha!"
Pada akhir dia berhenti tertawa, menatapku dan tersenyum sangat lembut. Tak ada lagi yang kami bicarakan. Dia mengulurkan tangan, menyentuh sebelah pipiku. Aku sedikit menengadah agar dapat menatap Hallow lurus-lurus.
Jika langit biru tertutup oleh awan hujan, aku telah punya langit biru yang lain menggantikan langit di luar. Matanya yang berwarna langit biru siang. Itulah langit lain yang aku maksudkan. Langit yang tidak kalah indah dari langit yang ada di atas.
Hallow mendekatkan kepala dalam keadaan mata terpejam. Awalnya, aku bingung untuk apa dia mendekatkan kepala sampai ke depan wajahku. Tidak sengaja, aku menghirup napasnya. Setelah aku tahu apa yang sebenarnya ingin dia lakukan, mataku membelalak, terkejut luar biasa.
Dia mengambil ciuman pertamaku. Detik berikutnya, dia menjauhkan kepala dan tersenyum hangat. Tangannya menyentuh bibirku lembut.
"I love you, Mocca."
🎃
Aku, Hallow, dan seorang gadis berpakaian gaun hijau tengah berdiri mengurung Jeky. Menatap Jeky dengan tatapan membunuh yang bisa kami tusukkan ke arahnya.
Gadis berpakaian gaun hijau itu bernama Belza Daimeldian. Rambutnya hitam legam setengah punggung bergelombang. Dia membagi rambutnya menjadi dua bagian dan menggeraikannya di depan dada. Matanya berwarna coklat gelap.
Helaan napas terdengar pada Putri Belza. Tangannya memegang sebelah kepala. Sebelah tangannya lagi mengipas dirinya dengan kipas bergambar labu milikku yang baru saja selesai Ai buatkan untukku.
"Kebiasaanmu ini sudah terbilang keterlaluan, Jeky," ucap Belza letih. "Jika kau berkeinginan menikahi satu gadis, akan baiknya kalau kau berusaha menghilangkan kebiasaanmu menggoda gadis lain. Kau yang melamarku. Tapi, kenapa kau ingin sekali membuatku sakit?? Kalau kau tidak mencintaiku, seharusnya kau tidak melamarku!"
"Aku sungguh mencintaimu, Belza!" ungkap Jeky mencengkram bajunya sendiri. "Aku minta maaf. Iya, aku salah. Sangat-sangat salah. Apapun hukuman darimu, akan aku terima. Aku tidak akan pernah berpaling pada wanita lain. Hanya kau yang ada di hatiku. Aku sudah lama menyukaimu. Perasaanku ini murni. Aku mencintaimu, Putri Belza."
Sambil melihat dan mendengarkan mereka berdua berdialog drama, aku dan Hallow tengah makan es krim rasa anggur yang Lof sodorkan padaku. Satu mangkok, berdua. Sendoknya juga satu. Hallow memegang mangkok. Sedangkan aku memegang sendok. Karena sendok cuma satu, kadang aku menyuap Hallow, lalu menyuap diriku sendiri. Asli kayak lagi nonton pertunjukkan drama.
"Jeky, kira-kira bagus, tidak, kalau hari pernikahan kita bersamaan dengan hari pernikahannya Raja Hallow dan Ratu Mocca?" tanya Belza.
Kami berdua seketika terbelalak. Aku pikir dialog dramatisnya akan panjang. Ternyata pendek sekali.
Jeky menjentikkan jari mantap. "Ide yang sangat bagus! Setuju!! Bagaimana menurut kalian berdua? Setuju??"
Kami hanya mengangguk-angguk sambil menikmati es krim meleleh di mulut. Hm. Rasanya dingin. Yaiyalah.
"Raja, kenapa kau jadi berubah begini? Kau habis terkena sihir apa?" tanya Belza pada Hallow.
"Maksudmu, Putri?" tanya Hallow balik.
"Aku pikir kau benar-benar akan hidup tanpa pasangan tidak mau menghasilkan keturunan. Namun sepertinya, kau malah berkhianat oleh kata-katamu waktu itu," balas Belza. "Kau harus tahu ini. Cinta itu anugerah. Kau tidak bisa menyianyiakan hal itu, karena perasaan suka itu adalah bagian dari kepingan hidup."
"Hm?" Aku menggumam penasaran. "Memangnya apa yang dulu pernah dia katakan?"
"Biarkan dia saja yang akan menceritakannya padamu nanti. Benar, kan, Raja??"
Belza tersenyum jahil. Sedangkan Hallow menghela napas sambil menggaruk belakang kepala. Aku hanya memasang tampang bingung, tidak tahu apa yang sebetulnya mereka bicarakan.
"Mocca, coba kau lihat ini," ucap Hallow setelah Belza berlalu pergi menghampiri Jeky yang tengah berbincang dengan Colla.
Dia membuka lengan baju sebelah kanan, memperlihatkan lengannya yang mulus tak tergores luka sedikit pun atau perban.
"Kan, sudah aku bilang padamu. Lenganku sembuh."
Aku terkejut melihat itu. Saking tak percayanya, aku memeriksa lengan kanan Hallow dengan cara meraba-raba pergelangan tangannya itu. Memastikan apa lengan ini benar-benar telah sembuh total atau cuma ilusi.
Luka tusukan panah tak mungkin akan sembuh dalam satu malam. Itu terlalu singkat. Apa yang sebenarnya sudah terjadi?
"Kau punya kekuatan sihir," ucap Hallow lagi dengan senyum.
Aku mengerjap tak percaya. "S-siapa? A-aku? Punya kekuatan sihir? Sihir apa??"
"Kau ingat, saat kau tengah menarik panah itu. Aku pikir rasanya akan sakit sekali. Memang rasanya sakit, tapi tidak seperti saat aku terkena panah itu. Kejanggalan berikutnya, saat kau mengobati lenganku, rasa sakitnya berangsur-angsur hilang. Aku yakin sekali, setiap kau mengobati seseorang, ada kekuatan sihir yang membantumu melakukan pekerjaanmu itu. Dengan kata lain, kau memiliki sihir khusus, nama sihirmu itu adalah sihir penyembuh."
Aku memandang kedua telapak tanganku. Selama aku mengobati setiap orang yang membutuhkan pengobatanku, artinya, selama itu juga sihir ikut membantu menyembuhkan luka yang aku tangani. Mulutku seketika menyungging senyum.
Aku akan gunakan kekuatan ini untuk menyembuhkan luka semua orang yang membutuhkan pertolonganku. Walaupun mereka masih bersikeras menolakku, aku akan tetap terus bangkit, menyembuhkan luka siapa saja.
Perjalanan hidupku baru saja dimulai.
Hallow tiba-tiba menarikku ke arahnya. Mencengkram lenganku yang tengah memegang sendok es krim. Sebelah tangannya lagi menyentuh wajahku.
"Bolehkah aku menciummu lagi? Kali ini, dengan durasi yang lama."
"TIDAAAK BOLEH!!!"
TO BE CONTINUE ...
[Akun lain: Lette99]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top