Kissu
=L E N A=
Saat aku sedang menonton televisi di ruang santai, kakak tiriku yang berperilaku aneh sore tadi turun dari kamarnya dengan outfit casual. Dia menuju ke dapur. Aku memperhatikanya dari kejauhan.
Semakin lama semakin kesini, sikap kakak tiriku telah benar-benar berubah. Dia lebih banyak memperlihatkan sikap baik dari pada sikap buruknya. Tetapi terkadang aku kewalahan dengan sikap baik kakak tiriku. Sebagian dari diriku berkata perubahan sikap kakak tiriku akan berdampak bagi hubungan kakak beradik kami--entah itu positif atau negatif.
Kemarin sepulang dari Sekaten, kakak tiriku sempat ingin menciumku, tetapi anehnya aku tidak menghindar. Aku memejamkan mata sebagai respon. Kalau saja bukan karena chat dari Debby pasti aku dan kakak tiriku benar-benar berciuman kala itu. Ah apa itu normal?
"Nanti jam sembilan gue ada party di tempat Tom, lo mau ikut?"
Aku mengerjapkan mata ketika Kak El mendekatiku. Dia duduk di sampingku, menaruh segelas orange jus yang dia bawa dari dapur lalu mengambil alih remote dan menganti channel televisi yang aku tonton tadi.
"Woy bengong aja lo. Ikut nggak?"
Aku kembali tersadar. Sepertinya Kak El tadi berada di dapur, kenapa sekarang dia berada di sampingku?
"Ha? Emm ... nggak ah, aku di rumah aja."
"Oh, yaudah."
Aku maupun Kak El tidak ada yang bersuara lagi, hanya suara gelak tawa dari Andre dan Sule yang menggema di ruangan ini. Sesekali Kak El akan ikut tertawa jika melihat tingkah Sule yang sangat konyol. Aku menikmati suasana malam ini, berada di samping Kak El membuatku nyaman.
"Lo udah makan?"
Aku menggeleng.
"Mau cari makan?"
Aku mengangguk.
"Punya mulut kok nggak dipakai buat ngomong. Yaudah ayok."
Kak El kembali mengambil remote lalu mematikan TV. Kemudian dia meneguk habis orange jusnya lalu berjalan ke dapur. Aku masih bergeming, masih setia duduk di sofa memperhatikan tingkah laku kakak tiriku.
Selesai dari dapur, dia kembali menghampirku. Mengambil jaket yang tersampir di tiang tempat menaruh jaket dekat dengan sofa.
"Ayo, heh, malah diem aja. Jadi cari makan nggak?"
Baru setelah Kak El berucap, aku berdiri dan menghampirinya yang sudah berada di depan pintu.
"Ini udah malem, nggak baik pergi nggak pakai jaket. Nih pakai, lain kali lo harus memperhatikan kesehatan lo sendiri."
Kak El mendekatiku dan menyampirkan jaketnya ke pundakku. Untuk beberapa detik aku membeku. Kakak tiriku memang selalu melakukan hal kecil yang membuat hatiku menghangat. Perhatian-perhatian kecil yang diberikan Kak El membuatku merasa benar-benar seperti adiknya.
++++
Tidak butuh waktu lama, kami tiba di suatu rumah makan yang semua temboknya dicat warna hijau. Kakak tiriku melepas helmnya, lalu melangkah mendahului aku. Dia memilih tempat duduk yang berada di pojokan. Ya karena tinggal tempat itu yang tersisa, semua tempat sudah dipenuhi oleh manusia yang kelaparan.
"Lo mau pesen apa?"
"Emm ... nasi goreng seafood aja. Minumnya teh anget."
Setelah mengetahui apa pesananku, Kak El memanggil pelayan. Pelayan itu datang, memperhatikan dan mencatat setiap pesanan yang diucapkan oleh Kak El.
Setelah itu tidak ada percakapan diantara aku dan Kak El. Kak El sibuk dengan ponselnya, aku yang lupa membawa ponsel hanya bisa memperhatikan Kak El yang sibuk dengan dunianya.
Jika diperhatikan dari dekat, kakak tiriku memiliki wajah yang tampan, pantas saja Debby suka ngeliat Kak El. Ya, Debby memang menyukai Kak El, bukan suka dalam arti cinta, tapi suka dalam arti nge-fans.
Selang beberapa menit, pesanan kami datang. Kakak tiriku menghentikan aktifitas bermain ponselnya lalu menyimpan ponsel itu ke dalam saku celana. Kemudian kami makan dalam diam.
Kakak tiriku selesai makan terlebih dahulu, dia meminum es jeruknya, lalu merogoh sebungkus rokok di saku kirinya. Aku mengernyitkan dahiku. Kak El ngerokok?
"Gue boleh ngerokok?"
Aku mengangguk. Meski tidak yakin. Aku tidak suka dengan orang perokok apalagi itu seorang wanita. Tapi demi kenyamanannya, aku tidak mau melarang.
Kakak tiriku mulai menghidupkan rokoknya, kemudian menghirup dalam-dalam dan menghembuskan asap rokok itu ke atas.
Menit pertama aku tidak risih, aku masih bisa menikmati teh panasku dengan damai. Menit kedua, aku mulai tidak nyaman. Meski asap rokok itu sudah dihembuskan ke atas, tetapi tetap saja bisa aku hirup. Dan itu menggangu pernafasanku. Tahu gitu, aku bakal melarangnya merokok.
"Emm ... El?"
Dia menatapku.
"Hm?"
Aku memberanikan diri untuk memintanya mematikan rokok yang belum habis itu.
"Emmm, rokoknya, bisa dimatiin?"
Dia tersenyum sinis. Aku menundukkan kepala, takut kalau dia akan memarahiku.
"'Kan tadi gue udah nanya boleh ngerokok apa enggak, lo bilang boleh. Makanya, kalau nggak bener-bener ngebolehin itu jangan bilang boleh. Bodoh."
"Ya, maaf."
Aku mendongakkan kepala, untuk beberapa saat tatapan kami bertemu. Kemudian Kak El memalingkan wajahnya, tangan kirinya bergerak mematikan rokok.
"Sejak kapan kamu ngerokok, El?"
Kak El menghela nafas. Aku tidak bisa menahan diriku untuk tidak bertanya.
"Sejak gue mencicipi rokok dan gue tertarik."
"Apa rokok semenarik itu? Sampai kamu bisa mengesampingkan kesehatanmu?"
Dia menghela nafas lagi. Aku menggigit bibirku, merutuki kebiasaanku yang suka menasehati orang lain.
"Kalau boleh jujur, sebenarnya lebih menarik elo daripada rokok."
Aku memiringkan kepalaku. Merasakan panas di pipiku. Apa aku tersipu? Dia bilang apa tadi? Apa aku tidak salah dengar?
"Maksudnya?"
Dia terkekeh. "Bukan apa-apa, gue cuma bercanda. Jangan dipikirin."
Aku benar-benar terkejut mendengar ucapan kakak tiriku. Aku hanya bisa terdiam memikirkan ucapannya. Bagaimana bisa aku tidak memikirkan perkataannya? Jelas-jelas tadi dia bilang aku menarik.
"Yuk ah balik."
Tanpa mengucapkan dua kali kakak tiriku berdiri dari kursinya, melangkah menghampiri meja kasir, meninggalkan aku. Aku yang masih terkejut tidak mau mengikutinya ke kasir, aku lebih memilih menunggunya di parkiran.
++++
=Y O E L=
Sesampainya di rumah, tanpa basa-basi aku langsung melangkahkan kaki menuju ke kamar. Menutup pintu kamar, melangkah mendekati sofa berbentuk bulat yang berada di dekat jendela lalu duduk di sana, menghela nafas panjang merutuki kebodohanku.
"Argggggh! Bodoh banget sih lo, bisa-bisanya bilang kalau gadis itu menarik! Inget lo tuh benci sama dia!"
Aku menjabak rambutku sendiri dengan kasar. Ucapanku sewaktu di rumah makan itu keluar begitu saja. Tatapan mata beasty seolah menghipnotisku. Tapi sebenarnya, gadis itu memang menarik. Aku tidak pernah bisa berhenti memikirkannya.
Dia adalah gadis yang sudah merebut semua perhatianku. Aku tidak tahu jika dampak dari sangat membenci seseorang bisa seperti ini. Kalau aku tahu akan seperti ini, sejak dari awal aku tidak akan pernah membencinya supaya aku tidak menyukai dan menyayanginya. Aku tidak bisa jika harus mencintai adik tiriku sendiri. Ini sangat salah.
Drtttt .... Drrtttttt....
Aku merogoh ponsel di saku kanan, lalu membuka pesan yang masuk. Chat dari Tom. Tom bilang, party sebentar lagi akan dimulai, dia dan Cat telah menungguku disana.
Aku membalas chat itu dengan kata 'otw'. Setelah itu, aku merapikan tatanan rambutku. Aku memang membutuhkan hiburan, tidak baik jika aku terus menyalahkan kebodohanku. Kalaupun memang aku diizinkan untuk mencintai beasty, aku akan mencintainya dengan tulus. Tidak peduli dengan kenyataan bahwa mencintainya itu adalah kesalahan yang sangat besar.
++++
=L E N A=
Aku terbangun ketika mendengar pintu kamarku dibuka dengan keras atau malah terkesan seperti dibuka paksa. Aku mengerjapkan mata berulang kali, kemudian menghidupkan lampu meja untuk melihat siapa yang membuka pintu kamarku.
Kak El baru pulang? Jam berapa ini?
Aku mengambil jam weker yang berada di atas nakas, ingin melihat sekarang pukul berapa.
Setengah satu pagi?! Dia baru pulang?
Mataku membeliak, terkejut karena kakak tiriku pulang sepagi ini. Apa dia tidak lelah? Apa yang dia lakukan di sana?
Aku merubah posisi menjadi duduk bersandar di sandaran kasur. Seketika bau alkohol yang menyengat memenuhi kamarku. Kak El berjalan mendekatiku dengan sempoyongan.
Kak El mabuk?
"He ... lo ... ugh...."
Aku mengamatinya lamat-lamat. Semakin Kak El mendekatiku, semakin tajam bau alkohol yang tercium.
"Ken ... kenapa lo ... Ugh ... harus datang ... Ugh ... ke kehidupan gue?"
Berulang kali Kak El mencoba berkata dengan sempurna tetapi dia selalu gagal, disetiap kata yang terucap dia selalu cegukan karena efek mabuk.
Kak El semakin mendekat, kini dia berada di hadapanku. Aku dapat melihat dengan jelas wajah lelah Kak El. Tangan kiri Kak El bergerak menyentuh pundakku.
"El?"
Dia menatapku, tatapannya lembut dan dalam. Sangat berbeda dari biasanya. Dengan pelan tapi pasti wajah Kak El mulai mendekati wajahku. Reflek, aku memundurkan wajahku, tidak siap dengan apa yang akan dilakukan Kak El selanjutnya.
Kak El berhenti mendekatkan wajahnya, jarak wajahku dengan wajahnya hanya sekitar satu jengkal. Hingga aku dapat merasakan hembusan nafasnya yang tidak teratur.
"Kenapa lo bisa semenarik ini dimata gue? Kenapa gue nggak bisa berhenti mikirin elo? Apa lo pakai pelet, ha?"
Dia melanjutkan kalimatnya, tatapannya tidak pernah berpindah. Dia masih menatapku. Seolah aku ini miliknya.
"Gue benci sama lo...."
Dia menunduk untuk beberapa saat, kemudian dia kembali mendongakkan kepalanya menatapku. Tatapannya masih sama. Lembut dan dalam.
"...gue benci harus jatuh cinta sama lo...." lanjutnya.
Aku membeku mendengar ucapan Kak El. Ini terlalu mengejutkan.
Kata kebanyakan orang, ucapan orang yang lagi mabuk itu adalah jujur. Apa aku semenarik itu dimata Kak El? Ditengah penerangan yang remang-remang, aku dapat melihat air mata yang mulai menggenangi pelupuk matanya. Dia hendak menangis?
"El, aku...emmh."
Belum sempat aku menyelesaikan kalimatku, Kak El telah membungkam bibirku dengan bibirnya. Dia melumat bibirku secara agresif. Tubuhku menegang, mataku terbelalak. Aku semakin terkejut.
Kak El menciumku. Dia benar-benar melakukannya.
Semakin lama, aku merasakan tubuhku melemas tidak lagi menegang. Aku memejamkan mataku menikmati setiap lumatan yang diberikan Kak El.
Ini terasa menyenangkan.
Tangan kanan Kak El bergerak memeluk pinggangku, sedangkan tangan kirinya memegang bagian belakang kepalaku. Reflek, kedua tanganku melingkari lehernya. Tanpa sadar, aku merespon lumatannya. Aku dapat merasakan alkohol yang tertinggal dibibirnya.
Tuhan maafkan aku jika ini salah, tapi aku sangat menyukai ini. Terasa pahit, kenyal dan menyenangkan.
Dengan posisi masih berciuman, Kak El menarik pinggangku agar semakin mendekat dengannya. Makin lama, ciuman Kak El melembut, lumatannya tidak seagresif tadi. Aku menyukai ini.
Suhu kamar yang seharusnya dingin berubah menjadi panas. AC yang menyalapun seolah tidak ada gunanya. Ini adalah ciuman pertamaku. Seorang wanita yang seharusnya menjadi kakak tiriku telah merebut ciuman pertamaku. Aku tidak pernah membayangkan kalau berciuman dengan seorang wanita akan semenyenangkan ini.
Selang beberapa menit, Kak El melepaskan ciumannya. Aku membuka mata, ada rasa kehilangan ketika bibir itu terlepas dari bibirku. Kak El menatapku dan tersenyum.
"Manis..."
Tanpa banyak bicara lagi, Kak El tumbang dan jatuh ke atas pahaku. Apa dia tertidur? Aku menyingkirkan kepalanya dari pahaku, membantunya agar mendapatkan posisi yang nyaman. Setelahnya aku ikut tidur bersisian dengan Kak El. Pagi ini adalah pagi yang sangat mengejutkan sekaligus menyenangkan bagiku.
====================
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top