Kerjasama Memberantas Kejahatan #2
Hari ini aku sengaja tidak masuk sekolah karena kemarin malam Sakti menghubungiku, dan menemukan banyak sekali informasi tentang Jul. Salah satunya adalah fakta kalau sebenernya Jul itu adalah seorang 'predator'. Jul suka sekali mendekati anak perempuan direntan umur sepuluh hingga enam belas tahun. Rata-rata, anak perempuan yang didekati Jul adalah yang masih terlihat polos.
Pantas saja beasty masuk dalam daftar si Jul. Dan aku baru tau kalau Jul itu berusia dua puluh enam tahun. Itu terlalu tua untuk beasty. Tapi selama Jul beraksi, Jul akan mengakui bahwa umurnya masih sembilan belas tahun, itu juga ditunjang dari wajahnya yang masih terlihat muda.
Seperti biasa, tadi pagi beasty di jemput oleh Jul. Bi Ani sempat menanyakan kenapa aku tidak berangkat sekolah, aku menjelaskan semua kepada Bi Ani. Bi Ani sangat terkejut mengetahui fakta ini. Aku pun juga terkejut. Orang semacam Jul tidak pantas berkeliaran di Jogja. Jul harus masuk bui. Harus.
Tepat pukul sepuluh, Sakti dan kedua bodyguard nya datang. Kali ini kedua lelaki kekar itu tidak memakai pakaian serba hitam. Ternyata mereka punya pakaian selain hitam, aku pikir mereka nggak punya.
Setibanya di rumah, Sakti dan kedua bodyguard-nya masuk kedalam ruanganku. Hari ini kami akan menyusun rencana untuk menjebloskan Jul kedalam bui.
"El, lo harus liat ini."
Sakti memperlihatkan sebuah video rekaman cctv toko Indomei yang memperlihatkan Jul sedang membeli satu kardus kecil Fiesta. Sudah sangat jelas untuk apa Jul membeli barang itu.
"El, ada chat masuk dari Jul buat Lena."
Sakti menyerahkan Tab-nya untuk aku lihat.
Julyuss: Len, nanti temenin aku ke party temen ku ya?
Lena: Jam berapa kak? Kalau malam aku gk mau.
Julyuss: Gk malem banget kok. Jam 6 nanti aku jemput ya?
Lena: Yaudah deh. Ok.
Aku sedikit geram membaca chat dari Jul.
"Dasar laki-laki kardus, bisa bisanya ngibulin anak kecil."
Sakti terkekeh mendengar ucapanku barusan. Aku menyerahkan Tab itu kembali kepada pemiliknya.
Beberapa menit setelah Jul mengirim chat ke beasty, Jul melakukan pergerakan kembali. Jul memesan satu kamar hotel yang terletak tidak jauh dari bar milik Tom.
"El, malem ini kita bisa masukin predator ini ke hotel prodeo. Lihat apa yang dia beli di toko online ini."
Sakti kembali menyerahkan Tab-nya untuk aku lihat. Disana ada conversation Jul dengan penjual obat bius. Jika disimpulkan, sudah jelas apa yang akan dilakukan Jul nanti malam. Untuk apa membeli fiesta dan obat bius kalau bukan untuk berbuat zina? Aku mengepalkan tangan kiriku dengan erat.
Ini sudah kelewat batas.
Aku dan Sakti berunding untuk menyusun rencana. Setelah semua rencana tersusun. Sakti kembali menatap layar laptopnya, kembali sibuk memantau pergerakan Jul. Aku yang tidak ada kerjaan hanya bisa melihat setiap gerak-gerik yang dilakukan Sakti.
Sakti mengambil rokok yang berada tidak jauh dari jangkauannya lalu menyalakan rokok itu dengan tanpa dosa. Sesekali Sakti memainkan asap rokok yang keluar dari mulutnya. Melihat hal itu aku sedikit bersalah pernah meremehkan Sakti. Sakti memang sakti seperti namanya. Tidak butuh waktu lama untuk Sakti mendapat semua informasi tentang Jul. Aku salut dengan perempuan didepanku ini.
"Kenapa lo ngeliantin gue?"
Aku menggelengkan kepala. Tidak ada niatan untuk menanggapi.
"Mau rokok?"
Aku menatap sebentar sebungkus rokok Mild yang diserahkan Sakti. Aku tidak pernah menyentuh barang pembawa penyakit itu, tapi melihat Sakti memainkan asap rokok seperti tadi membuatku ingin mencobanya.
"Emm.. Boleh..."
Aku mengambil satu batang rokok dengan ragu, Sakti menyodorkan korek apinya. Aku menyalakan rokokku lalu menghisapnya.
Uhuk uhuk uhuk. Sakti terkekeh melihatku yang terbatuk-batuk.
"Dasar pemula. Kalau nggak suka jangan diterusin. Nggak baik buat kesehatan lo."
Aku merengut. Dia bilang nggak baik buat kesehatan aku tapi kenapa dia sendiri tidak memperhatikan kesehatannya? Ah lagian apa untungnya untukku.
"Ngaca woy ngaca! Seharusnya lo itu yang jaga kesehatan."
"Gue udah kecanduan. Susah pisahnya."
Aku kembali mencoba menghisap rokok yang aku pegang. Keempat kalinya aku menghisap, sudah tidak terbatuk-batuk lagi.
Oh jadi gini rasanya ngerokok?
++++
Jam dinding sudah menunjukkan pukul empat sore. Tidak aku sangka Jul datang lebih awal dari janjinya tadi. Jul sedang menunggu diruang tamu. Tidak lama beasty keluar dari kamarnya. Dia terlihat rapi dan cantik. Aku memantau gerak-gerik Jul dari monitor, sedangkan Sakti memantau semua messaging app milik Jul.
Aku sedikit geram dengan beasty karena dia benar-benar tidak bisa melihat kalau laki-laki didepannya itu punya niat jahat. Aku hanya bisa mengepalkan tanganku keras-keras. Rasanya aku ingin menonjok muka Jul hingga berdarah-darah. Laki-laki itu tidak pantas mendapatkan beasty. Beasty terlalu cantik untuk Jul.
Tunggu.
Cantik?
Sejak kapan aku bisa memuji seseorang?
Bi Ani memberitahukanku kalau Jul dan beasty sudah mau jalan. Aku menyempatkan diri untuk mengirimkan chat untuk beasty.
Me: Heh lo kudu ati-ati sama cowok disamping lo. Cowok disamping lo itu jahat.
LittleBeasty: Makasih udah mau memperingatkan. Tapi sori, lo gak kenal cowok itu. Jangan sok tau.
"Brengsek!"
Hanya kata-kata itu yang keluar dari mulutku. Karena geram aku melempar kasar ponselku ke sofa bulat yang berada disamping jendela. Berani sekali bocah manja itu meremehkan aku. Jelas aku yang lebih tau dibanding si pendek. Aku menyesal mengiriminya chat. Aku bersumpah itu terakhir kalinya aku mengirimi dia pesan. Aku bersumpah.
"Yuk bergerak sekarang."
Aku mengangguk mendengar ajakan Sakti.
Jul dan beasty telah pergi meninggalkan rumah. Aku dan Sakti keluar dari ruanganku diikuti kedua bodyguard untuk berpamitan dengan Bi Ani.
"Ati-ati ya non, semoga semua berjalan lancar."
Aku mengangguk dan meninggalkan Bi Ani. Diluar, Pak Anu sudah mempersiapkan si keren. Si keren ini adalah mobil Hummer H2 peninggalan papa yang berwarna hitam dof, warna kesukaan papaku.
Didalam mobil, Sakti sudah mempersiapkan segala keperluan untuk melacak keberadaan Jul. Laptop dengan spek tinggi yang membuatku iri itu sudah berada dipangkuannya. Dengan arahan dari Sakti, aku berhasil menemukan mobil Jul. Mobil Jul berhenti disalah satu restoran masakan Italia. Tiga puluh menit menunggu. Jul dan beasty keluar dengan bergandengan tangan. Mereka kembali memasuki mobil dan melaju dengan kecepatan sedang.
Tiga puluh menit berada dijalanan, akhirnya mobil Jul berhenti juga di bar milik Tom. Jul dan beasty kembali bergandengan tangan. Senyumannya tidak pernah pudar saat tangannya digandeng oleh Jul. Ada rasa marah didalam hatiku.
Gadis itu memang bodoh.
"Kok gue kasian ya sama cewek itu? Udah bego, polos banget lagi."
Aku menyetujui perkataan Sakti. Gadis manja itu memang bodoh. Terlalu bodoh malah.
"Nggak usah dipikirin. Dia memang bodoh."
Sejenak Sakti terkekeh, lalu kami mulai berganti pakaian didalam mobil. Aku dan Sakti sama-sama memakai jemper, baseball cap dan masker. Bedanya, jemperku berwarna hitam, sedangkan Sakti berwarna biru. Ceritanya kami sedang menyamar agar keberadaan kami tidak diketahui beasty. Sekilas penampilan kami tidak ada bedanya dengan biasanya. Tapi masa bodohlah, paling beasty juga nggak tau kalau itu aku. Yakan?
Didalam bar, Jul dan beasty sedang menikmati pesta. Ralat, hanya Jul yang menikmati pesta, tidak begitu dengan beasty. Selang beberapa menit Jul pergi meninggalkan beasty. Aku mengikuti kemana Jul pergi. Sedangkan Sakti memantau beasty. Jul pergi mendekati pantry bar, disana dia memesan minuman. Kemudian Jul mengambil botol kecil berisi cairan didalam saku celananya. Aku dapat pastikan itu pasti obat bius yang sudah dia pesan jauh-jauh hari. Jul memasukan cairan itu kedalam salah satu gelas minuman lalu membawa minuman itu pergi.
Sebelum Jul sempat memberikan gelas itu ke beasty, aku menabrak bahu kiri Jul sehingga gelas itu terjatuh dan pecah berkeping-keping. Aku tersenyum puas lalu meninggalkan Jul yang memaki-makiku dengan kasar. Aku kembali ke tempat dimana Sakti duduk. Perempuan itu tersenyum melihat kedatanganku.
"Obat biusnya udah jatuh, misi satu done."
Selang enam puluh menit, Jul dan beasty pergi meninggalkan bar. Aku dan Sakti mengikuti kemana arah mereka pergi. Kurang dari dua ratus meter mobil Jul berhenti disalah satu hotel berbintang. Jul keluar dengan menggendong beasty. Aku sedikit terkejut karena ternyata perhitunganku salah. Aku pikir Jul cuma punya satu botol obat bius. Ternyata dia punya lebih dari satu.
Buru-buru aku keluar dari mobil, diikuti Sakti dan kedua bodyguard. Kami berlari mengikuti Jul. Karena lift sudah tertutup. Aku dan Sakti terpaksa menaiki tangga. Ternyata anak tangga yang harus kami naiki tidak sedikit. Aku menyuruh kedua bodyguard untuk meminta bantuan penjaga keamanan hotel ini agar mereka dapat terlebih dahulu sampai.
Aku mengentikan langkahku saat kami sampai di lantai empat. Untung kamar Jul berada dilantai empat. Coba kalau dilantai tujuh atau delapan. Bisa jadi apa nanti kakiku ini?
++++
Setibanya diatas, tepatnya didepan kamar Jul, salah satu bodyguard mengetuk pintu. Beberapa menit menunggu, kepala Jul menyembul dari dalam kamar. Melihat hal itu, aku sudah tidak bisa menahan diri. Aku mendorong pintu itu diikuti Sakti. Jul terjatuh. Belum sempat Jul berdiri, kedua bodyguard sudah menahan lengan Jul agar tidak lari. Betapa kagetnya aku, aku melihat tubuh beasty yang sudah polos tanpa ada benang sehelai pun di tubuhnya yang putih seputih susu.
"Brengsek!" Aku marah. Benar-benar marah. Aku tidak tau apakah tubuh beasty sudah disentuh oleh predator itu atau belum. Dengan amarah yang sudah berada diubun-ubun aku mendekati Jul yang kedua tangannya ditahan oleh bodyguard Sakti.
"Lo udah nyentuh tubuh gadis itu atau belum?"
Jul diam tidak menjawab. Aku makin muak karena ulah Jul. Aku memukul sudut bibir Jul dengan sekuat tenaga. Laki-laki itu mengaduh. Darah segar mengalir dari sudut kiri bibirnya.
"Gue tanya sekali lagi sama lo! Lo udah sentuh gadis itu atau belum?!"
Jul menganggukan kepala. Aku kembali melayangkan tinju ke muka Jul. Jul meringis.
"Bagian mana yang lo sentuh?! Jawab!"
Jul kembali terdiam. Karena geram, aku mengangkat dagunya, menatapnya dengan tatapan paling tajam yang pernah aku punya.
"Jawab bitch!"
"Dada. Cuma dada. Belum yang lain. Plis lepasin gue."
Mendengar jawaban Jul. Aku makin geram. Bisa-bisanya dia minta dilepasin. Minta mati dia?
"APA LO BILANG? BELUM YANG LAIN? BANGSAT LO! SLUT! ANJING!"
Aku kembali melayangkan tinju tepat diperut buncit Jul. Jul kembali mengaduh.
"Sekali lagi lo deketin cewek itu. Mati lo ditangan gue!"
Untuk yang terakhir kalinya, aku menendang bagian paling privasi milik Jul. Jul tersungkur dan merintih kesakitan.
"Bawa dia pergi dari sini, ungkap semua kasusnya dia. Penjarakan dia. Orang ini gak pantes hidup. Musnahkan kalo perlu."
"Siap tuan El."
Kedua bodyguard pergi membawa Jul yang masih bertelanjang dada. Sedangkan aku melangkah mendekati beasty.
Aku mengambil semua pakaian milik beasty yang tergeletak disembarang arah. Lalu memakaikan pakaian itu untuk menutupi tubuh polos milik beasty.
"Sori gue terlambat. Gue kan udah bilang, lo kudu ati-ati sama laki-laki bangsat itu. Kenapa lo bego banget sih? Kenapa lo nggak bisa bedain mana yang baik mana yang jahat? Otak lo terbuat dari apa sih?"
Aku menuangkan semua kekecewaanku kepada beasty karena dia terlalu bodoh tidak mau mendengarkan ucapanku.
Aku menghela nafas kasar, mengajak bicara seseorang yang sedang dalam pengaruh obat bius memang tidak ada gunanya. Beasty pasti tidak bisa mendengarkan ucapanku.
Untuk pertama kalinya, aku merasa kasian dengan gadis dihadapanku ini. Selama ini aku tidak pernah memperhatikan gadis ini. Bahkan aku tidak pernah tau nama dari gadis ini. Bahkan aku tidak pernah menyangka bahwa gadis polos nan bodoh ini sangat cantik dan....imut? Kemana saja aku selama ini sampai-sampai aku tidak pernah menyadari ini semua?
"El, dia mau lo bawa pulang apa tetep disini?"
Untuk sekilas aku menatap Sakti, lalu memalingkan wajahku kembali menatap beasty yang masih tertidur.
"Disini aja, tolong lo jagain dia. Gue mau balik. Gue nggak mau dia ngeliat gue. Tolong jangan bilang ke dia kalau gue udah nolong dia. Tolong juga kalau dia udah sadar, lo tunjukin rekaman cctv hotel ini. Biar dia tau kelakuan si ayam kecap itu."
"Kenapa nggak lo aja sih yang jagain dia? Kan lo kakaknya."
"Gue bukan kakaknya. Pokoknya jangan bilang kalau gue yang nolong dia. Please."
"Oke terserah. Lo baliknya ati-ati ya El."
"Makasih ya lo udah mau jadi patner gue selama dua hari ini. Sori gue pernah ngeremehin lo."
"Santai aja bro. Lain kali kalo lo butuh pertolongan gue siap bantu."
Setelah berpelukan dan memandangi beasty untuk yang terakhir kalinya, aku melangkahkan kakiku meninggalkan kamar itu. Meninggalkan beasty dan juga Sakti.
=========================
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top