Gulali
Papa menyuruhku untuk tinggal beberapa hari di Jakarta, katanya, Papa merindukanku. Tapi aku menolak karena aku tidak mau tinggal lebih lama, apalagi satu atap dengan istri baru papa.
Yah, aku hanya tidak suka dengan istri baru papa. Yang namanya selingkuhan sampai kapanpun tetap saja akan menjadi selingkuhan.
Sekarang, aku berada didalam pesawat bersama beasty. Kali ini, aku tidak menggunakan pesawat milik Opa Zoe, rasanya tidak baik memakai fasilitas milik Opa.
Aku menghabiskan waktu hanya dengan berdiam diri, tidak bergerak sama sekali. Pasalnya, sekarang kepala beasty sedang disenderkan dipundakku. Dia tertidur. Dan itu berhasil membuatku tidak berkutik. Aku bisa saja bergerak atau memindahkan posisi kepalanya agar bersandar dijendela, tetapi urungku lakukan karena aku tidak mau membangunkannya.
Jantungku terus berdetak dengan cepat didalam sana. Aku hanya berharap agar dia tidak medengar degup jantungku yang mulai tidak normal. Sepertinya aku memang sudah menyukai gadis ini. Entahlah. Menyukai seorang gadis yang sebenarnya adalah adik tiriku sendiri. Apa tidak salah?
Dari jarak sedekat ini, aku dapat mencium aroma wangi rambut miliknya. Kurasa gadis ini merawat rambutnya dengan baik. Aku baru tau jika hidung beasty itu mancung. Bulu matanya tidak selentik milik Kak Aurora. Bibirnya tipis berwarna pink pucat. Uuhh rasanya aku ingin mengigit gadis ini. Kenapa imut sekali sih?
Tetaplah seperti ini untuk beberapa saat, aku hanya ingin lebih dekat denganmu. Jangan bangun sebelum aku bangunkan.
Mencium puncak kepala beasty. Sedikit lebih lama. Setelah itu, aku ikut memejamkan mata.
Aku menyukai aroma rambutmu. Ijinkan aku menikmatinya untuk beberapa saat.
++++
Aku terbangun, mengerjapkan mata berulangkali saat pesawat telah mendarat. Kepala beasty masih bersadar dipundakku.
Apa kamu tidak capek dengan posisi seperti ini?
Aku menepuk-nepuk pipi kiri beasty secara perlahan agar dia terbangun. Sebenarnya, aku tidak berniat untuk membangunkan gadis ini.
"Hoe, bangun udah sampai."
Tidak butuh waktu lama, beasty terbangun. Dia mengucek matanya sembari menatapku.
"Udah sampai?"
"Udah. Yuk turun."
Satu persatu penumpang telah keluar. Aku bangkit berdiri lalu pergi meninggalkan beasty yang sedang mengambil tas ranselnya.
"El, tunggu!"
Aku menoleh kebelakang saat gadis itu berteriak. Salah siapa dia terlalu lamban. Beasty berlari kecil mengejarku yang tidak menggubris teriakannya.
"Ih dibilang suruh nunggu juga." Beasty duduk disampingku dengan nafas yang terengah-engah. Buliran keringat turun dari dahinya. Baru lari jarak segitu aja udah bisa keluar keringat banyak? Waow.
"Lo payah, baru lari segitu aja udah keringetan. Dasar anak manja."
Aku mengambil sapu tangan yang berada disaku celana, lalu menyerahkan sapu tangan itu ke beasty. Beasty menerima sapu tangan itu, lalu mengelap keringatnya.
"Lari bukan hobiku."
Setelah selesai, dia menyerahkan kembali sapu tangan milikku. Aku menatap sapu tangan itu dengan tidak ada niatan untuk mengambilnya.
"Buat lo aja. Udah kotor karena keringat lo."
Aku mengambil ponsel disaku jaket, lalu menghubungi Pak Anu untuk segera menjemput aku dan beasty di bandara.
"Ih dipikir keringat aku itu virus mematikan apa?!"
"Iya."
"Rese deh!"
"Bodo."
"Huh, jadi kita pulang naik apa?"
"Dijemput Pak Anu."
Setelah memberi kabar ke Pak Anu, aku kembali memasukkan ponselku ke dalam saku jaket.
"Wah ada gulali!"
Aku menoleh saat beasty berteriak. Gadis itu sangat senang melihat ada penjual gulali disebrang jalan sana. Aku tersenyum melihat tingkah beasty.
"Aku kesana dulu ya, El."
"Mau gue temenin?"
Beasty menggeleng. "Gak usah."
"Oh, oke. Hati-hati."
Dari tempat aku duduk, aku melihat beasty yang sedang menoleh kekanan dan kekiri memastikan jalanan aman. Setelah dirasa aman, kemudian dia menyebrangi jalan.
Tidak lama, beasty telah mendapatkan gulalinya. Saat beasty hendak menyebrang, ada motor yang melaju dengan kencang dari arah kiri. Reflek, aku berlari mendekati beasty.
"AWAS MOTOR!"
Ciiiiiiiiit...Blayrrrrr....
"BEASTY!!"
Sangat disayangkan, kecepatan lariku tidak bisa menandingi kecepatan motor itu. Laju motor itu lebih cepat dari dugaanku. Kecelakaan tidak dapat dihindari. Aku mendekati beasty yang tergeletak lemah dipinggir jalan. Kepalanya membentur pinggiran jalan. Banyak sekali darah yang mengalir dari kedua korban.
Orang-orang yang berada disana berbondong-bondong menghampiri beasty dan pengendara motor yang ugal-ugalan. Aku menahan air mataku saat melihat keadaan beasty yang sangat kacau.
Maafkan aku. Aku terlambat menolongmu menghindari motor itu. Maafkan aku.
++++
Aku menunggu dengan cemas saat beasty dibawa masuk ke ruang ICU. Dia masih belum sadarkan diri karena benturan dikepalanya. Aku hanya bisa mondar-mandir dengan cemas, berharap agar beasty baik-baik saja.
Ini semua salahku, seharusnya aku ada disamping beasty ketika dia berada disebrang jalan.
Ini semua salahku, kenapa aku tidak memaksanya untuk aku ikut membeli gulali.
Ini semua salahku, kenapa aku bisa telat menolong Beasty menghindari motor itu.
Kata-kata itu terus saja terputar dikepalaku. Aku merasa sangat bersalah karena tidak dapat menjaga beasty dengan baik.
"Sudahlah Non, berhenti mondar-mandir. Sini duduk Non."
Aku menuruti perkataan Pak Anu, duduk disamping Pak Anu. Pak Anu memegang pundakku. Menenangkan aku.
"Ini semua salah aku Pak, seharusnya aku ikut si pendek beli gulali. Kenapa aku nggak bisa berlari lebih cepat lagi? Kenapa aku bisa terlambat menolongnya? Ini semua salahku Pak!" Aku memeluk Pak Anu dan menangis dalam pelukannya. Pak Anu mengusap punggungku dengan lembut.
"Ini bukan salah Non Lova. Berhenti menyalahkan diri sendiri Non."
Setelah beberapa jam menunggu, akhirnya dokter yang menangani beasty keluar dari ruang ICU. Aku dan Pak Anu berdiri saat Pak dokter mendekati kami.
"Keluarga pasien?"
Aku dan Pak Anu mengangguk secara serempak.
"Gimana keadaanya Dok?" Aku menyiapkan diri untuk mendengar apa yang akan dikatakan oleh Pak Dokter.
"Tuhan masih berpihak pada pasien. Pasien tidak mengalami hal yang sangat fatal. Dia hanya mengalami gagar otak ringan. Sekarang pasien sudah bisa dipindahkan ke ruang rawat. Saya permisi dulu."
Aku menghela nafas lega. Lega sekali rasanya mendengar penjelasan dokter yang sangat panjang dan berarti buat aku. Rupanya Tuhan memang benar-benar ada. Terimakasih Tuhan karena pertolongan-Mu.
++++
=L E N A=
Aku terbangun merasakan kepalaku yang sangat sakit, mengerjapkan mata dengan pelan. Berusaha mencari kesadaranku.
Ini bukan kamarku. Aku dimana?
"Hei, selamat pagi. Udah bangun?"
Aku menoleh kearah kiri, Kak El tersenyum kearahku.
Selamat pagi? Sudah berapa lama aku tertidur?
Dia berdiri dari sofa, mendekatiku, mengambil kursi dan duduk disamping kanan ranjangku.
"Aku dimana?"
"Dirumah sakit."
"Rumah sakit?"
Kak El mengangguk. Aku memejamkan mata mencoba untuk mengingat apa yang sudah terjadi padaku. Yang aku ingat, kemarin sepulang dari Jakarta, aku membeli gulali yang dijual disebrang jalan, setelah itu, bum aku lupa.
"Berapa lama aku tertidur, El? Apa yang terjadi padaku?"
Kak El menghela nafas lalu menatapku. Tatapannya tidak seperti biasanya. Tatapannya sangat lembut. Tangannya mengenggam erat tanganku. Kenapa dengannya?
"Lo kemarin kecelakaan ditabrak motor. Terus lo pingsan sampai pagi. Tapi lo nggak kenapa-napa kok, cuma gagar otak ringan. Maafin gue karena nggak bisa jagain lo." Kak El menundukkan kepala.
Dia merasa bersalah? Kak El merasa bersalah? Sungguh? Apa yang terjadi dengannya?
Hatiku menghangat ketika mengetahui Kak El memiliki sisi yang baik yang belum pernah aku ketahui. Ternyata Kak El memang orang yang baik. Benar kata Tante Lily, Ayah, Pak Anu dan juga Bi Ani.
"El, liat aku..."
Kak El kembali menatapku. Tatapannya masih sama. Sangat lembut.
"Kamu nggak salah El, nggak usah minta maaf."
"Tapi ak--"
"Sssst, udah ya. Terus yang nabrak aku keadaannya gimana?" Aku terpaksa memotong kalimat Kak El, karena aku tau pasti Kak El hanya akan menyalahkan dirinya sendiri.
"Masih belum sadarkan diri, dia lebih parah dari lo. Kalau dia udah bangun, bakal gue pidanain."
Pidanain? Dituntut gitu? Kenapa sih dia suka banget main menjarain orang?
"Jangan El. Jangan dimasukin penjara. Kasian."
Kak El menghela nafas kesal. Dia melepaskan gengamannya. Aku merasa ada yang hilang ketika genggaman itu terlepas dari tanganku.
"Nggak bisa. Yang salah tetep harus dapet hukuman."
Giliran aku yang menghela nafas kesal. Jalan pikiranku dengan Kak El memang sangat berbeda.
"Kamu bukan Tuhan El, biar Tuhan yang membalas perbuatannya."
++++
=Y O E L=
"Kamu bukan Tuhan El, biar Tuhan yang membalas perbuatannya."
Beasty menatap lurus kedalam mataku. Tangannya bergerak memegang tanganku. Aku sangat terkejut. Reflek, aku menatap tangannya lalu berpindah menatap beasty. Tatapan kami bertemu untuk beberapa detik.
Akhirnya, aku harus mengalah. Aku tidak bisa menolak permintaan beasty untuk tidak menuntut orang yang menabrak dirinya. Gadis didepanku ini benar-benar berhati malaikat.
"El, kok lo ngg--"
Beasty melepaskan genggamannya saat Cat masuk kedalam ruangan tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.
"Eh sori, gue ganggu ya?"
Aku menggeleng. Sebenarnya kehadiran Cat memang sangat menganggu. Tidak bisakah aku berada disamping beasty untuk beberapa jam kedepan tanpa adanya kehadiran orang lain?
"Kenapa lo bisa ada disini?" Aku menggeser kursiku agar sedikit menjauh dari beasty. Cat berjalan menghampiri beasty.
"Tadinya gue mau ajak lo main, tapi pas gue kerumah lo, Bi Ani bilang lo ada di rumah sakit. Yaudah gue kesini, gue pikir lo yang sakit. Eh ternyata bukan."
Cat tersenyum manis kearah beasty. "Hai gimana keadaanmu kurcaci?"
Aku memukul lengan Cat karena dia memanggil beasty dengan sebutan 'kurcaci'. Sebenarnya, aku maupun Cat tidak tau siapa nama asli beasty.
Beasty mengernyitkan dahinya. "Maaf, manggil apa tadi?"
"Kurcaci. El yang ngajarin." Cat tersenyum sangat lebar menatapku. Beasty juga ikut menatapku tetapi tatapannya sangat menyeramkan. Baru kali ini aku melihat tatapannya yang seseram itu.
Beasty sudah bersiap untuk mengomeli aku, sebelum itu terjadi, aku memutuskan untuk meninggalkan dua gadis ini.
"Emmm...gue keluar dulu ya cari makan. Kalian berdua silakan menyesuaikan diri."
"Beliin buat gue juga ya El. Gue belum sarapan juga nih."
Aku mengangguk lalu melangkah pergi meninggalkan beasty dan Cat. Bukan masalah besar kan meninggalkan beasty berdua dengan Cat?
=================
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top