Datangnya Petaka
Satu minggu berlalu, dua minggu berlalu. Hanya damai yang aku rasakan di rumah ini. Bi Ani dan Pak Anu benar-benar mengurus aku dengan baik. Mereka disini membantu aku mengerjakan tugas rumah yang tidak sanggup aku lakukan sendiri.
Seperti; membuat sarapan, menyapu, membersihkan halaman, membersihkan rumah, membersihkan kolam ikan, mencuci mobil. Kalau si cantik aku cuci sendiri, karna aku tidak mau orang lain mencuci si cantik. Ya hal-hal semacam itulah yang dikerjakan oleh Bi Ani dan Pak Anu.
Selama hampir tiga minggu ini, aku benar-benar merasakan apa yang namanya kedamaian tanpa adanya suara barang pecah. Selama di rumahku yang dulu, yang namanya barang pecah hampir setiap minggu menjadi santapanku dibarengi dengan suara teriakan Mama dan Papa. Mereka tidak pernah tau, selama mereka berantem ada aku yang selalu mendengarkan.
Benar, mereka berantem pada saat malam hari, saat mereka merasa aku sudah terlelap. Padahal sesungguhnya aku masih terjaga, mendengar amarah Mama yang mengetahui bahwa Papa selingkuh dengan salah satu artis yang mengisi acara televisi yang di produseri oleh Papaku.
Papaku seorang pemilik salah satu stasiun televisi swasta di Indonesia. Sedangkan Mamaku adalah seorang pemilik bakery ternama yang terkenal di berbagai kota besar di Indonesia. Aku hidup serba berkecukupan tetapi aku tidak menikmati kasih sayang kedua orangtuaku secara utuh. Hanya harta mereka yang selalu aku nikmati secara utuh. Sangat miris.
Saat sedang enak-enaknya menikmati secangkir teh hijau ditemani dengan komik Conan edisi special, pintu ruang baca diketuk. Terdengar suara Mama di balik pintu itu.
"Lova keluar Nak, ada yang ingin Mama bicarakan."
Aku menghabiskan teh hijau ku dalam sekali teguk. Menutup komik lalu menaruhnya di rak.
Tumbenan Mama mampir.
Aku keluar dari ruangan itu lalu menghampiri Mama yang berada di ruang santai ditemani seorang gadis yang aku tidak tau siapa dia, darimana asalnya dan apa niatnya.
Gadis itu lumayan cantik, rambutnya yang berwarna hitam dikucir kuda, memakai sweater putih bertuliskan "Call Me Baby".
Aku duduk di depan Mama, gadis itu menatapku. Menelitiku dari atas sampai bawah. Aku risih.
"Lova, kenalin ini Lena, anaknya Om Jonas."
Aku terkejut. Benar-benar terkejut. Aku bahkan baru tau kalau Om Jonas punya anak gadis.
Mama menyuruh anak itu untuk bersalaman denganku. Sudah pasti, aku tidak akan pernah mau bersalaman dengan gadis itu. Ada anak lain, otomatis kasih sayang Mama akan terbagi. Lengkap sudah penderitaanku. Papa pergi dengan wanita lain. Mama menikah dengan lelaki lain, bahkan lelaki itu memiliki anak gadis, dan sekarang anak itu berada dirumahku duduk di sofaku. Shit.
"Lova, jangan gitu Nak. Itu sambut tangan Lena."
Meski Mama memohon, aku tetap tidak mau bersalaman dengan gadis itu. Cih.
"Ma, ikut El bentar."
Aku berdiri dari dudukku menuju ke dapur. Mama mengikuti dari belakang setelah pamit dengan gadis itu.
"Ma, kenapa gadis itu ada disini? Apa maksudnya?"
Mama mendekatiku, aku bergeser, tidak mau disentuh oleh Mama. Mama menghela nafas.
"Dia adek kamu, dia akan tinggal disini bareng kamu."
Bagai disambar petir di siang hari, aku sangat terkejut mendengar penuturan Mama. Kenapa hal semacam ini tidak di diskusikan denganku terlebih dahulu? Memangnya aku mau tinggal dengan gadis itu?
"What?! No, Ma! El nggak mau ada dia dirumah ini! El nggak mau tinggal dengan gadis itu!"
"Dengerin Mama dulu Lova. Mama sama Papa—"
"Om Jonas bukan Papa aku, Ma! Jangan sebut dia Papa di hadapanku!"
Aku memotong kalimat Mama, Mama menghela nafas panjang.
"Lova ini semua diluar rencana Mama, Nak. Tadinya Mama sama Om Jonas mau menetap di Jogja. Tapi karena Om Jonas harus ke Amsterdam, Mama dengan terpaksa nitip Lena ke kamu. Tolo—"
"Kenapa harus aku yang direpotkan?! Nggak bisa apa Om Jonas ngurus anaknya sendiri?!"
Aku memotong perkataan Mama untuk yang kedua kalinya. Mama menghela nafas lagi.
"Cukup Lova, cukup! Mama udah sabar sama sikap kekanak-kanakan kamu. Mama udah turuti semua kemauan kamu. Tolong sekali aja kamu nurut sama Mama. Apa susahnya sih tinggal sama adik kamu sendiri?"
"Dia bukan adik aku, Ma! B.U.K.A.N!"
Aku mengucapkan kata demi kata dengan penekanan, agar Mama tau betapa aku tidak mau memiliki adik tiri.
"Kamu sangat keterlaluan Lova! Lova yang Mama kenal bukan Lova yang seperti ini! Dimana sosok Lova yang penurut, penyayang dan baik hati yang Mama kenal dulu?"
"Lovata yang dulu udah lenyap gara-gara Papa sama Mama divorce! Ok terserah Mama, gadis itu mau tinggal apa pergi bukan urusan aku!"
Aku pergi meninggalkan Mama yang masih terdiam di dapur. Aku pergi ke kamarku. Sebelum itu, aku menatap gadis yang sedang berdiri dari tempatnya itu dengan tatapan tajam.
I hate you little beasty!
Aku masuk ke kamar menutup pintu dengan keras. Aku menjatuhkan tubuhku di kasur, dengan posisi tengkurap, menangis sejadi-jadinya. Menghiraukan Mama yang terus menggedor pintu kamarku.
==============
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top