Coklat

=L E N A=

Aku hampir menyerah tinggal disini, di Jogja. Sepertinya memang aku tidak diijinkan untuk menetap di Jogja, rasanya semua orang tidak mau menerimaku. Apa sebenarnya salahku? Kakak tiriku membullyku, bahkan teman sekelasku pun juga ikut membully.

Dado yang kemarin tidak puas mengejekku, menyirami aku dengan air kotor. Rambutku basah, atasan seragamku juga basah. Untung rokku tidak ikutan basah. Untung lagi hanya sebotol yang disiramkan ke aku, tidak satu ember.

Rasanya pagi ini aku tidak ingin berangkat ke sekolah, aku tidak ingin diganggu oleh Dado. Sebenarnya bisa saja aku mengadukan ini ke guru BP, tapi aku terlalu takut jika aku mengadukan tindakannya ke guru BP, nanti Dado bisa bertindak lebih parah dari biasanya.

Setelah mandi dan berpakaian, aku mengambil pita pink yang aku taruh di laci lemari. Pita pink ini adalah hadiah ulang tahun dari bundaku saat aku tepat berumur dua belas tahun.

Dulu aku sempat tidak mau memakai pita pink ini karena aku nampak seperti anak kecil, tapi semenjak bundaku tiada, aku hampir sering memakai pita ini agar aku bisa merasakan kehadiran bunda disampingku.

"Bunda, aku capek tinggal di Jogja, semua orang disini seperti tidak menginginkan aku. Aku ingin berada dipelukan bunda, aku ingin berada disamping bunda...."

"Bunda bilangin sama Tuhan, suruh Tuhan menjemputku dengan segera ya? Aku sudah lelah bunda, sangat lelah...."

Memejamkan mata, merasakan buliran air yang terjatuh dari mataku. Aku hanya manusia biasa yang bisa merasakan lelah. Jadi tidak ada salahnya kan aku meminta Tuhan menjemputku dengan segera?

Boleh tidak aku tidak masuk sekolah? Boleh tidak aku ikut ayah ke Amsterdam? Atau boleh tidak aku ikut adik dan bundaku? Ah kenapa pagi ini aku isi dengan air mata, sih? Seharusnya pagi hari itu diisi dengan semangat, bukan seperti ini.

Tok..tok..tok...

"Non, sarapannya udah siap, ayo sarapan."

Aku menghapus air mataku, menatap pantulan diriku dicermin. Lihat, betapa menyedihkannya rupa diriku.

"Kamu itu cantik Len. Jangan sedih lagi ya? Nanti cantikmu hilang kalau kamu sedih." Berkata pada pantulan diriku sendiri, mungkin aku memang perlu istirahat. Setidaknya ada yang mau dengan senang hati mengajakku refreshing. Sepertinya aku membutuhkan itu.

++++

Di meja makan sudah ada Bi Ani, Pak Anu, dan juga kakak tiriku. Mereka menungguku. Aku selalu suka dengan suasana pagi yang seperti ini. Makan bersama disatu meja dengan orang yang kita sayang. Itu sangat langka. Sudah sejak lama aku tidak merasakan hal yang seperti ini. Rasanya aku merindukan ayah dan juga bunda.

"Selamat pagi, Non."

Aku tersenyum kearah Bi Ani dan juga Pak Anu. Lalu menatap kakak tiriku. Tidak ada salahnya aku memberikan senyuman untuk kakak tiriku itu.

Hei tunggu, kakak tiriku mau makan satu meja denganku?

Eh, itu sudah terjadi beberapa hari ini.

Emm, apa itu tidak aneh?

Sarapan pagi ini, seperti biasanya, selalu diisi dengan obrolan ringan. Aku selalu suka dengan kebiasaan di keluarga ini. Walaupun Bi Ani dan Pak Anu bukan keluarga kandung, tapi kakak tiriku memperlakukan mereka seperti orang tuanya sendiri. Kalau dilihat-lihat, kakak tiriku ini mempunyai sopan santun yang tinggi.

"Non Lena, hari ini berangkat sama Non El ya? Bapak harus nganterin Bibi check-up."

Aku mengangguk mengiyakan perkataan Pak Anu.

Sebenarnya aku ingin menolak. Karena, walaupun, katanya berangkat bareng pada akhirnya aku hanya diturunkan ditengah jalan oleh kakak tiriku. Ah tapi rasanya pagi ini aku tidak mood berbicara. Mungkin efek pagi-pagi udah galau.

Setelah selesai sarapan, aku berpamitan dengan Bi Ani dan Pak Anu. Setelah itu, aku menunggu kakak tiriku di depan rumah. Tidak lama, kakak tiriku telah selesai memanaskan motor kesayangannya. Aku heran dengan kakak tiriku, dia perempuan tetapi suka mengendarai kendaraan yang jauh dari kata perempuan. Tapi anehnya, kenapa dia cocok-cocok aja mengendarai Honda CB100 yang sudah dimodifikasi style street fighter itu.

"Heh lo mau bareng nggak? Apa gue tinggal nih?!"

Aku tersadar dari lamunanku karena teriakan Kak El. Aku mendekatinya, lalu mengambil helm yang dia taruh dijok belakang.

Sepanjang perjalanan aku hanya terdiam, memejamkan mata. Rasanya aku tidak ingin berangkat sekolah. Aku takut bertemu dengan Dado. Aku tidak mau diganggu olehnya.

"Woy turun lo, udah sampe nih."

Aku membuka mata, dan benar saja aku sudah berada didepan gerbang sekolah.

Ini bukan mimpi, 'kan? Apa yang membuat kakak tiriku tidak menurunkanku ditengah jalan? Adakah yang salah dengan dirinya?

"Loh kok?" Aku turun dari motor dan menyerahkan helm yang ku pakai ke Kak El. Tanpa basa-basi Kak El meninggalkan aku yang masih bengong didepan gerbang sekolah.

++++

Didalam kelas, aku menelungkupkan kepala diatas meja. Semangatku pagi ini terasa sirna. Saat ingin memejamkan mata, seseorang memegang pundakku, aku mendongakkan kepala.

"Hai selamat pagi." Debby tersenyum kearahku.

Melihat Debby aku jadi teringat dengan handuk yang diberikannya kemarin. Aku membuka tas, mengambil handuk kecil berwarna merah lalu menyerahkan ke Debby.

"Ini, makasih udah mau minjemin. Itu udah aku cuci kok."

Bukannya segera menerima, Debby malah tersenyum.

"Udah nggak usah dikembaliin. Lagian itu bukan punya aku kok. Simpen aja."

Aku mengernyitkan dahi. Bukan milik Debby? Lalu milik siapa?

"Terus ini punya siapa?"

Debby duduk menghadap kearahku. Menatapku. Dan kembali tersenyum. Tangan kirinya memegang tangan kiriku.

"Kamu pasti nggak bakal percaya. Itu dari kak El."

Mataku membelalak. Apa katanya? Apa aku tidak salah dengar? Dari kakak tiriku?

"Ha?"

Debby tersenyum lagi lalu melepaskan genggamannya.

"Sebenarnya apa sih hubungan kamu dengan Kak El? Kenapa Kak El diam-diam selalu memperhatikan kamu?"

Aku masih tidak percaya kalau Kak El yang memberikan handuk ini untukku. Benar kata Debby, kenapa kakak tiriku memperhatikanku? Darimana dia tau kalau aku membutuhkan handuk? Apa kakak tiriku benar-benar sudah tidak membenciku?

"Heh kok malah bengong sih? Jawab pertanyaan aku."

Aku memandang handuk kecil itu lalu menatap Debby.

"Kamu pasti bakal nggak percaya. Dia kakak tiri aku."

Sekarang giliran Debby yang membelalakan matanya.

"Haa? Serius kamu? Pantesan aja tadi kamu berangkat bareng sama dia. Pantesan aja dia perhatian banget sama kamu. Jadi karena ini?"

Oh jadi Debby tadi liat aku berangkat dengan Kak El?

Aku maupun Debby sama-sama terdiam. Memikirkan apa yang barusan saja kami dengar. Aku dengan keterkejutanku karena handuk, sedangkan Debby dengan keterkejutannya karena Kak El.

Saat kami sedang tenggelam dengan pikiran masing-masing, Dado datang dan menghampiriku.

"Heh cina."

Mendengar itu Debby dengan sigap berdiri didepanku, menyembunyikan diriku dibalik punggungnya.

"Minggir lo, gue urusannya sama si cina bukan sama lo."

Aku berdiri dari dudukku, mencoba menyingkirkan Debby agar tidak menutupi aku. Tapi tangan Debby menahan lenganku agar aku tidak pergi dari balik punggungnya. Kalau sudah seperti ini, aku merasa Debby seperti pelindungku.

"Gue cuma mau ngasih ini. Ini tanda minta maaf gue buat Lena."

Kemudian Dado menyerahkan sebuah kotak yang dibungkus dengan kertas kado dengan pita diatasnya. Debby menerima kotak itu. Lalu menaruhnya diatas meja. Aku menarik kotak itu. Lalu membukanya. Coklat.

"Len, gue minta maaf karena selama ini gue udah ngejahatin elo. Gue janji nggak bakal jahatin lo lagi."

Setelah perkataan itu keluar dari mulut Dado, Dado pergi meninggalkan kelas. Seisi kelas memandang kearahku. Apa yang sebenarnya terjadi?

"Kenapa tiba-tiba Dado ngasih kamu coklat?"

Debby sekarang sudah duduk dikursinya, begitu pula dengan aku. Kami memandangi coklat dari Dado dengan seksama.

"Ini beneran dari Dado? Itu tadi beneran Dado? Kenapa dia tiba-tiba minta maaf gitu?"

Debby menggelengkan kepalanya. Debby aja nggak tau apalagi aku. Aku tidak mengerti dengan perubahan sikap Dado. Apa ini ada hubungannya dengan kakak tiriku?

"Apa itu karena Kak El?"

Aku menggeleng, "Aku nggak tau, aku sama Kak El kan punya hubungan yang nggak harmonis. Kamu tau itu kan Deb."

"Mungkin aja Len, nyatanya kemarin dia ngasih kamu handuk."

Aku mulai berpikir. Kakak tiriku itu memang memiliki dua kepribadian. Jadi apa mungkin itu karena kakak tiriku?

==============

Kawan, jika suatu saat nanti kalian melihat teman atau saudara atau siapapun sedang dibully, tolong jangan ikut membully, ada baiknya untuk memberikan bantuan atau pertolongan. Agar korban bullying tidak merasakan kesepian. Tidak semua korban bullying bisa dengan berani mengadukan tindakan pembullyan, kadang tidak semua korban mempunyai kekuatan. Jadi, mari kita hentikan bullying disekitar kita. Hidup damai dengan sesama itu sangat menyenangkan.

#Stopbullying #MariSebarkanKedamaian

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top