Bad Things
=Y O E L=
Setelah pulang dari sekolah, aku mendapat panggilan dari Papa. Papa memberitahuku jika beliau akan menikah besok. Aku memijat kening setelah Papa menutup sambungan telpon. Aku masih tidak percaya kalau besok Papa akan menikahi perempuan yang menjadi penghancur hubungan antara Papa dan Mama. Aku sangat yakin wanita itu hanya menginginkan harta Papa.
Ah, aku masih tidak percaya kalau aku akan mempunyai dua mama. Tidak. Mamaku hanya satu. Tidak boleh dan tidak ada yang bisa mengantikannya.
Coba bayangkan, Mama bahagia dengan suami barunya, begitu juga dengan Papa yang bahagia dengan calon istri barunya. Sekarang pertanyaannya, kenapa mereka memutuskan untuk menikah jika pada akhirnya Papa dan Mama bahagia dengan pasangan baru mereka masing-masing?
Lantas aku ini dianggap apa oleh mereka? Untuk apa aku dibuat dan dilahirkan jika pada akhirnya mereka bahagia dengan keputusan bodoh mereka? Apa mereka tidak memikirkan perasaanku? Apa mereka mengira aku bisa terima dengan kenyataan ini? Apa mereka tidak mempunyai hati nurani?
Pada akhirnya, aku hidup sendiri dengan Bi Ani dan Pak Anu yang sebenarnya bukan keluargaku. Ditambah gadis bodoh yang sekarang berhasil mengacak-ngacak pikiranku.
Ah dosa apa aku sampai-sampai aku diberikan cobaan seperti ini? Brengsek! Brengsek!
Pyar..Pyar..Pyar...
Aku membanting semua pigura foto yang berada diatas meja belajar. Pigura foto Mama yang sedang tersenyum bahagia dirangkul oleh Papa, pigura foto dimana aku tersenyum lebar diampit oleh kedua orang tuaku.
++++
Setelah meluapkan semua kekecewaan dan kekesalanku terhadap kenyatan, aku memilih untuk menenangkan diri di bar bersama dengan Cat dan Tom. Sudah beberapa batang rokok aku habiskan, juga beberapa gelas beer telah aku teguk. Dengan berbekal kemantapan hati dan juga nasihat dari Cat, akhirnya aku pulang kerumah dan memutuskan untuk menghadiri pernikahan Papa.
Sekarang, aku berada di pesawat milik Opa, ayah dari papaku. Opa Zoe. Papa sengaja mengirimkan ajudan-ajudannya untuk menjemputku, dan memastikan aku sampai di Jakarta dengan selamat.
Disampingku, beasty terlihat sangat ingin bertanya tentang apa yang sebenarnya terjadi. Dia berkali-kali menatapku, lalu menatap keluar jendela. Begitu seterusnya. Aku hanya bisa tersenyum melihat tingkahnya. Aku sengaja memakai earphone agar beasty tidak banyak bertanya. Padahal earphone ini hanya untuk aksesoris. Aku tidak benar-benar sedang mendengarkan musik.
Dia menyenggol lenganku dengan ragu, aku melepas earphone lalu menoleh kearahnya.
"Sebenernya apa yang terjadi El? Kenapa kamu mengajak aku ke Jakarta malam-malam begini?"
"Emm, pengen ngajak lo liat Ibu Kota Jakarta dimalam hari dari ketinggian." Jawabku asal. Dia mengernyitkan dahinya.
"Ih serius. Aku nanya beneran tauk El."
Aku hanya terkekeh. Dasar gadis ini terlalu berisik.
"Kenapa El?"
Aku kembali menatap kedepan, dan memasang earphone.
"Lo berisik banget sih. Mending lo tidur."
Aku memejamkan mata sambil merasakan tangan beasty yang memukul lenganku berulang kali.
Sepertinya tembok yang aku bangun sedikit terkikis karena kamu.
++++
Pukul enam pagi aku terbangun dari tidurku karena sofa yang aku jadikan tempat tidur ini terlalu pendek untuk tubuhku yang tinggi. Rasanya semua badanku terasa sakit. Semalam sampai di Jakarta pukul sebelasan, aku dan beasty langsung diantar ke Hotel Indonesia Kempinski didaerah Jakarta Pusat. Nantinya pernikahan Papa akan diadakan di hotel ini. Yah, aku sih tidak peduli Papa mau mengadakan pernikahan dimana.
Aku sengaja tidak tidur sekasur dengan beasty karena banyak pertimbangan. Salah satunya, kontak fisik dengan beasty membuat jantungku berulah didalam sana. Aku hanya tidak mau menyiksa diriku sendiri.
Aku merubah posisi dari tidur menjadi duduk, menatap beasty yang masih terlelap. Wajahnya sangat tenang, sangat cantik, sangat...imut? Dan bibirnya sangat...menggoda? Ah tidak, tidak, tidak. Apa yang aku pikirkan?!
Menggelengkan kepala berulang kali, mencoba menghilangkan pikiranku yang mulai ngawur. Aku memutuskan untuk keluar dari kamar ini, mencari udara segar.
Setelah mendapat cukup banyak udara segar, aku kembali memasuki kamar untuk mandi. Rupanya beasty sudah bangun, dia duduk ditepian kasur dan tersenyum kearahku ketika aku masuk.
Aku terdiam sejenak. Senyumannya yang manis ditambah rambutnya yang acak-acakan karena bangun tidur membuatnya terlihat sangat...seksi? Ah. Tidak. Jangan. Tolong.
Mengerjapkan mata berulang kali, ini pemandangan yang sangat langka bagiku. Aku tidak pernah disambut dengan pemandangan seperti ini ketika pagi menjelang. Dengan cepat aku mengambil handuk, melewati beasty yang sedang mengikat rambutnya, lalu dengan terburu-buru masuk kedalam kamar mandi.
Hah akhirnya aku bisa lepas dari perasaan aneh ini.
++++
Tepat pukul tujuh malam, aku sudah siap dengan kemeja putih yang aku padukan dengan tuxedo berwarna biru navy. Sedangkan untuk rambut, aku hanya menyisir rapi kesamping.
Sembari menunggu beasty berganti. Aku merapikan tatanan rambut, membenarkan posisi bunga mawar yang berada disaku depan tuxedo, tidak lupa juga aku memakai parfum. Kurang lebih, sepuluh menit lamanya aku menunggu beasty keluar dari ruang ganti.
"Woey pettite, udah belom? Lama banget sih. Gue tinggal nih."
Pintu ruang ganti terbuka, menoleh kebelakang. Aku terdiam membeku melihat gadis yang keluar dari ruang ganti dan berjalan kearahku. Untuk beberapa saat, aku terpesona dengan beasty.
Beasty terlihat sangat cantik dengan sapuan make up yang tidak terlalu tebal, balutan mini dress berbahan satin kombinasi brokat berwarna dark blue dengan ikat pinggang berwarna gold dipadukan dengan stiletto berwarna hitam membuatnya nampak sangat cantik. Rambut yang dia cepol membuat leher putihnya terekspos dengan jelas.
Aku bahkan tidak berkedip melihat pemandangan yang sungguh indah dihadapanku ini. Kenapa gadis itu bisa secantik ini?
"Jangan gitu ngeliatinnya, aku malu."
Aku hanya bisa menggeleng.
Nggak perlu malu, kamu sangat cantik dengan dress itu.
Meski jantungku terus berdetak tidak karuan, aku mencoba untuk tidak terlihat gugup. Gimana aku tidak gugup jika wanita dihadapanku ini terlihat sangat cantik dan mempesona?
++++
=L E N A=
Aku berjalan beriringan dengan Kak El menuju ke ballroom dimana acara pernikahan Om Timo diadakan. Sekilas jika orang lain melihat aku berjalan dengan Kak El, pasti orang akan mengira aku berjalan dengan seorang laki-laki.
Yah, memang Kak El memilih memakai tuxedo dibanding mengenakan dress sepertiku. Dasar wanita jadi-jadian. Tapi ku akui, Kak El terlihat tampan dengan stelan seperti itu.
Rupanya suasana ballroom sudah sangat ramai. Banyak tamu undangan yang sudah datang dan bersalaman dengan kedua mempelai, memberikan ucapan selamat. Aku menyuruh Kak El untuk bersalaman dengan Om Timo. Pasalnya, Om Timo adalah papa kandung Kak El.
Meski Kak El sempat menolak tapi pada akhirnya dia menghampiri Om Timo juga. Jika diliihat dari tempatku berdiri, Tante Lily lebih cantik dibanding istri baru Om Timo. Kata Kak El, istri baru Om Timo itu adalah artis pendatang baru yang ikut dalam projek film yang diproduseri oleh Om Timo.
Ditengah-tengah lautan manusia ini aku memilih berdiri dipojokan dekat dengan jendela, memperhatikan setiap gerak-gerik manusia yang berada di dalam ballroom sambil memakan es krim yang disediakan.
Saat sedang menyuapkan suapan ketiga es krim vanillaku, seorang yang sepertinya aku kenal datang menghampiriku.
Itukan orang yang mengaku sebagai malaikat yang aku temui didalam kamar hotel beberapa bulan yang lalu. Dia kenal Om Timo?
"Hai Nona, kita bertemu lagi. Bagaimana kabarmu, Nona?" Gadis itu tersenyum kearahku.
Gadis itu memakai jumpsuit yang memiliki detail black striped yang dipadukan dengan high heels berwarna hitam dan mini bag berwarna putih. Meski terlihat casual tapi dia tetap terlihat anggun. Penampilannya sangat berbeda sekali dengan pertama kali aku berjumpa dengannya waktu di hotel beberapa bulan yang lalu.
"Masih ingat aku, Nona?"
Aku tersenyum dan mengangguk. "Bagaimana bisa aku melupakan orang yang sudah menolong aku?"
Gadis itu terkekeh. "Hahaha, suatu kebetulan kita bisa bertemu disini Nona."
"Plis jangan panggil aku Nona, panggil aja Lena." Aku mengulurkan tanganku, dan disambut baik oleh gadis itu.
"Perkenalkan saya Sakti."
Ah namanya Sakti? Setelah sekian lama akhirnya aku tau nama gadis itu. Sakti.
"Nggak seharusnya kalian bertemu."
Aku menoleh kebelakang ketika aku mendengar suara Kak El. Dia berjalan mendekati kami.
Kak El mengambil gelas cocktail yang dibawa oleh Sakti lalu meneguknya dalam sekali teguk. Sakti memukul lengan Kak El karena cocktail-nya diteguk habis tanpa sisa. Melihat hal ini, aku jadi berpikir. Apa Kak El yang menyuruh Sakti menolongku dari Jul?
"Lihat pilihan gue bagus kan? Dia terlihat sangat cantik dengan outfit itu."
Aku menundukkan kepala ketika Sakti menunjuk kearahku dan berkata kalau aku cantik. Oh jadi mini dress ini pilihan Sakti? Kok bisa pas ya?
"Jadi ini pilihan kamu, Sak?"
Sakti mengangguk. Lalu melirik Kak El. "Iya, tapi nggak sepenuhnya sih. Kalau nggak karena orang disebelah aku ini, aku nggak bakal tau ukuran ka--"
Belum sempat Sakti menyelesaikan kalimatnya Kak El sudah membekap mulut Sakti dengan kedua tangannya. Aku sedikit terkejut karena Kak El bisa tau ukuran bajuku. Sejak kapan dia memperhatikanku? Darimana dia tau ukuranku?
"Apaan sih lo El, tangan lo bau terasi anjir!"
"Kampret lo!"
Malam itu, waktuku dihabiskan dengan mendengarkan celotehan Sakti dan Kak El. Aku sesekali akan tertawa jika Sakti mengatakan hal yang sangat lucu. Malam itu, aku tidak melihat sosok Kak El yang dingin dan menyebalkan. Semua seolah sirna. Aku menyukai Kak El yang seperti ini.
++++
=Y O E L=
Setelah satu setengah jam berada di pesta, aku memutuskan untuk kembali ke kamar hotel. Beasty sudah terlebih dahulu kembali. Ternyata dia tidak suka berada terlalu lama dikeramaian.
Aku sangat menyayangkan kenapa beasty harus bertemu dengan Sakti. Padahal aku selalu berusaha agar beasty tidak bertemu dengan Sakti. Pasalnya, Sakti adalah orang yang aku suruh menemani beasty ketika kejadian dikamar hotel beberapa bulan yang lalu. Aku hanya tidak mau beasty berpikir kalau aku yang menolongnya dari Jul. Aku hanya tidak suka berlaku terlalu baik didepan beasty.
Ketika aku memasuki kamar, aku melihat beasty sudah terlelap. Dia sudah mengganti outfit-nya dengan baju tidur. Aku menghampiri beasty dan membenarkan selimut yang tidak menutupi badannya dengan sempurna.
Dengan cahaya lampu meja yang tidak terlalu terang, aku dapat melihat wajahnya dengan jelas. Beasty terlihat sangat tenang. Aku memandanginya untuk beberapa saat.
"Selamat tidur Kokeshi. Semoga kau mendapatkan mimpi yang indah."
Entah datang darimana keberanianku, aku menundukkan kepala lalu mencium keningnya. Setelah itu aku masuk ke dalam kamar mandi untuk berganti pakaian.
Malam ini adalah malam yang paling rumit bagiku. Aku datang ke acara pernikahan Papa dengan selingkuhannya. Aku masih tidak habis pikir kalau sekarang aku mempunyai dua mama, dan dua papa.
Lalu, jika aku ingin menikah nanti, siapakah yang ingin aku jadikan wali? Mamaku dengan Om Jonas atau Papaku dengan selingkuhannya? Atau malah Papa dengan Mamaku?
Meski aku tau divorce adalah pilihan terbaik bagi Mama dan Papa, aku tetap tidak bisa menerima kenyataan pahit ini. Anak mana yang menginginkan orangtuanya divorce? Tidak ada kan?
===================
Bersambung..
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top