Autumn Lovata Yoel
"Asem gue kesiangan! Brengsek!"
Aku menyambar handuk yang tiba-tiba berada tidak jauh dari jangkauanku. Dengan kecepatan kilat, aku mencuci semua bagian tubuhku--muka, perut, kaki. Setelah dirasa cukup, aku keluar dari kamar mandi menuju lemari pakaian, memakai seragam secepat yang aku bisa. Dengan tergesa-gesa aku menyambar tasku yang berada di atas meja. Lalu keluar kamar, menuruni tangga. Wait.
"Bego kunci motor masih ada di dalem! Anjir!"
Dengan sedikit berlari aku menaiki anak tangga yang tidak sedikit ini. Aku berhenti sejenak untuk mengambil nafas.
Hah hah hah capek.
Setelah oksigen yang aku hirup cukup, aku kembali berlari. Sesampainya di depan pintu aku membukanya dengan tergesa-gesa, setelah terbuka aku mencari kunci motor jahanam yang berani mempermainkan aku pagi-pagi begini. Udah tau aku telat dia malah ngilang gitu aja. Huftt kzl.
Setelah beberapa menit mencari kunci motor, aku kembali berlari menuruni tangga menuju ke parkiran, mencari si cantik. Setelahnya aku menuju sekolah dengan kecepatan tinggi. Pasalnya hari ini adalah jadwalnya Ujian Matematika kalau bukan karena ada ujian pasti aku tidak akan berangkat, mending ijin.
Ya, aku seorang anak gadis berumur 17 tahun yang sedang menimba ilmu di SMA Berbudi. Sekolah negeri dengan segudang prestasi. Sesungguhnya aku bukan tipe orang yang suka datang terlambat. Semalam aku harus menyelesaikan menonton trilogy film The Human Centipede. Film itu lebih menarik daripada harus berkutat dengan rumus-rumus yang astagfirullah susahnya.
++++
"Kok lo bisa telat sih? Tumbenan lo telat."
Aku tidak mendengarkan ocehan dari kawanku, fokusku berada di semangkuk internet-indomie telur kornet--sungguh tidak ada yang bisa mengalahkan rasa enak yang ditawarkan oleh semangkuk internet ini.
"Lo nggak pengen balik ke rumah, El? Mau sampai kapan marahan?"
Mendengar pertanyaan itu, aku menghentikan kegiatan makanku. Menatap gadis yang menjadi lawan bicaraku ini. Cat.
"Bisa nggak jangan ngomongin itu? Gue lagi makan, lo jangan bikin mood makan gue ilang dong. Tolong."
"Oke, fine."
Cat diam. Aku juga diam. Selanjutnya, hanya suara riuh ramai kantin dan denting sendok yang beradu dengan mangkuk yang terdengar.
Setelah selesai makan, aku meminum sekotak susu yang dibawakan oleh Cat. Cat adalah teman sebangku ku. Aku dan dia sudah berteman sejak kelas satu SMA.
Aku punya satu lagi teman dekat, dia bernama Tom. Laki-laki yang rada melambai kalau lagi kumpul dengan aku dan Cat. Semua orang di sekolah ini taunya Tom adalah lelaki tampan rupawan yang memiliki badan tinggi tegap, padahal dibalik ketampanannya, Tom hanyalah seorang lelaki manja yang menjatuhkan hatinya kepada kapten basket SMA De Brito, sekolah sebelah.
Drrt... Drrrt... Drrrt....
Aku melirik ponselku yang tergeletak di meja, nama Mama terpampang di layar ponselku. Aku mengacuhkan panggilan itu.
Tidak penting.
Sekali dua kali tiga kali tetap tidak aku angkat. Rupanya itu membuat Cat risih.
"Kenapa nggak diangkat aja, sih?"
Aku menghela nafas menatap Cat. Dia tidak tau betapa aku tidak suka dengan Mamaku sendiri. Semenjak mama dan papa divorce aku tidak pernah pulang ke rumah mama ataupun papa, aku pernah meminta dibelikan rumah sendiri daripada harus memilih tinggal dengan salah satu orangtuaku. Tetapi papa ataupun mama belum memperbolehkanku tinggal sendiri. Dasar payah.
Keempat kalinya ponselku bergetar, dengan berat hati aku mengangkatnya.
"Ya, Ma?"
"____"
"Ha? Serius? Oke nanti El kesana."
Mama memutuskan sambungan telpon setelah berpamitan denganku. Cat memandangku, menunggu ceritaku.
"Kenapa?"
Aku meminum susu kotakku yang tinggal sedikit. Setelahnya aku menatap Cat. Cat membenarkan posisi duduknya.
"Tadi Nyokap bilang kalau gue udah boleh tinggal sendiri, rumah yang bakal gue tempatin udah siap. Ntar gue disuruh ke tempat Mama ambil barang-barang."
Ada kegembiraan yang terpancar dari mata Cat. Cantiknya.
"Akhirnya lo bisa tinggal sendiri, jadi nggak gangguin gue lagi deh."
Aku menatap tajam Cat. Maksudnya apa? Dia tidak suka aku repotin? Iya sih aku ngerepotin, selama ini aku tinggal di apartemen milik keluarga Cat. Selama aku belum dibelikan rumah, aku tidak pernah mau menyambangi rumah Mama ataupun Papa, bahkan chat, sms, dan telpon dari Pa-Ma tidak pernah aku gubris. Aku marah. Halah.
"Bercanda gue El, jangan gitu ah ngeliatinnya serem tauk!"
"Bodo, gue masuk kelas. Bye!"
Dengan langkah yang sengaja aku percepat, aku pergi meninggalkan Cat. Sebenernya aku nggak marah, cuma pura-pura aja.
====================
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top