18
Menyerah bukanlah alasan untuk berhenti berjuang.
Raja sering memberitahu hal ini pada Pangeran Barrack sejak dia mendapat kutukan dari Penyihir Archellia. Bahwa ramalan tentang pasangan jiwa itu akan segera menjadi nyata, walaupun seisi kerajaan telah mendedikasikan waktunya selama beberapa tahun untuk mencari gadis yang bisa mematahkan kutukan pangeran.
Pangeran Barrack sendiri juga sebenarnya bukanlah orang yang terlalu mempercayai nasibnya yang dapat dikontrol hanya oleh seorang penyihir yang tidak diketahui apa maksud dan tujuannya melakukan hal itu.
Sekarang, Pangeran Barrack yakin bahwa dia dan Flora memang telah ditakdirkan untuk bertemu sejak awal. Semua ini bukanlah kebetulan. Kemunculan Flora saat dia tengah melepas topengnya di depan pintu jalur rahasia jugalah bukan kebetulan belaka.
Bagi pangeran Barrack, defenisi bahagia tidak pernah terasa sesederhana ini. Hanya berjalan di samping Flora, menuju ke tempat perpisahan mereka nanti. Menyaksikan Flora yang berusaha menghindari bebatuan untuk berjalan tanpa meleceti kakinya.
Sebelumnya, Pangeran Barrack sudah berbaik hati menawarkan sepatunya untuk Flora, tapi Flora menolak dengan alasan sepatu itu terlalu besar untuknya dan dia lebih nyaman dengan kaki telanjangnya. Alasan sebenarnya hanyalah karena Flora tidak ingin menyaksikan Pangeran Barrack berjalan tanpa sepatu.
Dia adalah pangeran, rasanya tidak etis kalau Pangeran Barrack harus melepas sepatunya dan menjadi seorang gentleman untuk manusia biasa sepertinya. Flora bukanlah keturunan bangsawan, apalagi seorang putri. Tidak pantas sekali rasanya.
“Mungkin ... kita memang pernah bertemu sebelumnya,” ucap Pangeran Barrack yang membuat Flora langsung menoleh ke arahnya.
“Mengapa pangeran bisa berpikiran begitu?” tanya Flora sambil memanjangkan tangannya agar bisa melihat luka bekas Euforose itu.
Lukanya memang mirip dengan luka yang ada di kakinya, hanya berbeda warna karena apa yang ada di depannya masih ungu-merah bercampur hijau tua. Jika diperhatikan lekat-lekat, Flora bisa melihat bahwa luka merah itu bergerak kecil dan bisa berpindah. Entah apa itu sebenarnya.
“Kau punya bekas luka Euforose yang telah sembuh ...” ucap Pangeran Barrack. “Tanaman itu melambangkan pelindung kerajaan. Dia akan membunuh siapapun yang dirasanya asing. Tapi biasanya tanaman itu tidak seagresif itu dalam menyerang lawannya,” lanjutnya.
“Mungkin karena saya benar-benar asing,” sahut Flora.
Pangeran Barrack mengerti benar maksud Flora. Flora bukan berasal dari dunia ini, dia pikir mungkin itulah sebabnya serat Euforose menjadi sangat liar.
Pangeran tidak terlalu setuju dengan pendapat yang satu itu. Firasatnya mengatakan bahwa ada seseorang di dalam kerajaan itu yang mengendalikan tanaman itu, sehingga membuatnya menyerang Flora lebih brutal daripada penyerangan biasanya.
“Tapi, Frank jinak padamu,” ucap Pangeran Barrack.
“Bukannya biasanya kuda kerajaan itu anggun dan tenang?” tanya Flora.
“Iya, biasanya,” timpal pangeran Barrack. “Tapi Frank berbeda, dia tidak ramah pada penjaga kuda kerajaan. Dia juga tidak ramah pada orang yang memberinya makan atau merapikan ekor dan rambutnya.”
“Eh? Benarkah?”
Pangeran Barrack mengangguk, “Ya, begitulah. Dia benar-benar pemilih.”
Flora terdiam saat mengingat semua kenangannya dengan Frank. Walaupun tidak genap sehari mereka bersama, tetapi Flora merasakan dengan jelas bahwa Frank bersikap normal padanya. Semula, Flora kira itu hal yang wajar sampai akhirnya Pangeran Barrack bercerita.
“Kita pasti pernah bertemu,” tekan pangeran Barrack dengan sangat yakin. “Pertama kali aku bertemu denganmu, aku sudah merasa—”
Flora memiringkan kepalanya saat pangeran Barrack tiba-tiba saja berhenti berbicara.
Merasa apa? Familier? Aneh? Senang? Janggal?
Pangeran Barrack tiba-tiba menjadi payah dalam mendeskripsikan apa yang ingin disampaikannya.
“Merasa apa?” tanya Flora bingung.
“Aku sudah merasa ...” Pangeran Barrack mengelus tengkuknya sejenak, lalu melirik kembali ke Flora, “yakin.”
Flora mendongak menatap langit yang masih biru. Matahari mulai sedikit rendah. Dalam penyebutan waktu di dunia Flora, dia biasanya menyebut pukul tiga sore, mungkin, kalau prediksi Flora tidak salah.
“Tapi, tidak ada satu pun dari saya atau pangeran yang mengingat,” gumam Flora dengan cemas. “Apa ketika saya kembali nanti, saya tidak akan mengingat pangeran dan dunia ini? Dan pangeran juga tidak akan mengingat saya?”
Itu dia, hal yang juga dicemaskan pangeran Barrack.
“Aku tidak tahu,” jawab pangeran Barrack apa adanya. “Mungkin ini salah satu perbuatan penyihir Archellia?”
“Dia bisa menghilangkan ingatan?” tanya Flora.
“Sihirnya terlalu hebat untuk ditebak, Flora. Kemungkinan besar, ya, dia bisa melakukannya.”
“Kalau saya kembali, pangeran bagaimana?” tanya Flora lagi, semakin cemas apalagi saat dia melihat dengan jelas bagaimana serangan barusan memang ditujukan kepada pangeran Barrack. “Apa pangeran tidak akan apa-apa?”
Pangeran Barrack menatap ke Flora agak lama, sebelum tertawa ringan—padahal tidak ada yang lucu dengan kalimat yang dilontarkan Flora.
“Flora, aku akan baik-baik saja tanpamu.”
Flora yang mendengarkan hal itu langsung tersentak. Apa dia baru saja tidak sengaja membuat Pangeran Barrack merasa tersinggung lagi? Terkadang Flora ingin menjahit mulutnya sendiri agar kata-katanya tidak melukai orang lain, tetapi kenyataannya, dia tidak ingin mulutnya dijahit dan dia sebenarnya tidak bisa menjahit.
“Maksud saya bukan—”
“Aku berbohong.”
“Berbohong tentang?”
“Aku akan baik-baik saja, kalau kau baik-baik juga.”
Pangeran Barrack tersenyum padanya, namun entah kenapa Flora membacanya sebagai kesakitan yang lain. Berbeda. Senyuman hangatnya menyimpan kepedihan. Flora ingin menangis rasanya.
Usai itu, perjalanan berlanjut. Keduanya saling tidak bertatapan, saling menyembunyikan wajah keras masing-masing yang sebenarnya tengah menyalahkan penyihir Archellia atas semua ini.
Tbc
28 Mei 2018
a/n
Yesh, sudah mendekati ending lalala.
Sebenarnya mau publish tengah malam jam 12. Tapi apa daya, aku ngantuk berat.
Happy vaisak day <3
Note lagi buat kalian, cerita itu tidak akan KABOM, DUAR, BOM, DOR DOR DOR karena bakal B aja. Aku nggak akan terima sama komen, "What cuma ini?" di akhir part nanti.
Dan soal belok alur, sejauh ini aku belum ngelakuin. Dan kalau kalian gaada yg nebak dengan serius, tampaknya alur Mizaph tidak akan berubah samsek dari cerita originalnya wkwkw.
Semoga kalian suka ya sama endingnya.
Big laf, paus.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top