17

"Eh?"

Hal pertama yang disuarakan oleh Flora ketika mendengar penjelasan singkat dari Pangeran Barrack.

Tatapan dalam dari Pangeran Barrack membuatnya gelagapan, panik sekaligus salah tingkah. Tentu saja Flora tidak bodoh untuk mengerti maksud Pangeran Barrack saat ini.

Dan hal yang sebenarnya pernah terjadi di antara mereka. Soal kutukan, tentang jejak luka misterius yang muncul di kaki Flora, tentang alasan mengapa Flora begitu mudahnya mempercayakan Pangeran Barrack ... tentang apa yang tengah ditahan oleh hati mereka masing-masing.

"Berarti saya ... pernah datang ke kerajaan ini sebelumnya?"

Pangeran Barrack hampir saja mengangguk, kalau saja dia punya sedikit saja ingatan tentang itu. Itu juga adalah hal yang dipikirkan oleh Pangeran Barrack, namun dia belum ingin langsung memberi kepastian pada Flora, karena dia sendiri juga tidak tahu soal ini.

Saat ini Pangeran Barrack berada di titik yang cukup menyulitkan. Jika mereka terus berdiam di sini untuk mencari tahu cerita di balik jejak itu, mereka pasti tidak akan bisa menemukannya. Kemungkinan besar Penyihir Archellia menyusul mereka juga pasti akan berisiko.

Jika mereka melanjutkan perjalanan dan sampai di ujung jalur rahasia itu ... lalu Flora berhasil kembali ke dunianya, Flora tidak akan pernah tahu apa yang terjadi dengannya. Pangeran Barrack mungkin bisa mempertanyakan hal itu pada Penyihir Flynn saat dia kembali ke kerajaannya. Dan ketakutan terbesar Pangeran Barrack adalah bahwa Flora akan melupakannya begitu ia kembali, sama seperti bagaimana dia melupakan darimana asal jejak melingkar yang khas itu.

Dan mereka juga tidak mungkin kembali ke kerajaan. Raja pasti akan mengurung Flora kembali dan kali ini tidak akan membiarkan Pangeran Barrack bertemu dengannya lagi, apalagi membantunya keluar dari istana untuk yang kedua kalinya.

Semua pilihan yang ada di sana benar-benar sulit.

Dalam pemikiran panjangnya, tiba-tiba saja Flora memanggilnya dengan suara yang keras. Pangeran Barrack pikir Flora telah marah padanya karena mengabaikan pertanyannya. Rupanya, Pangeran Barrack salah.

Flora yang semula duduk dalam posisi menyamping untuk mempermudah Pangeran Barrack untuk memeriksa kakinya, segera meloncat turun dari punggung Frank
dan langsung jatuh mengenai tubuh pangeran.

Pangeran Barrack yang tidak sempat lagi bersiap-siap, akhirnya jatuh ke tanah bersama Flora. Topeng perak milik pangeran Barrack terlepas bersamaan dengan saat punggung pangeran menyentuh tanah. Suara Frank yang meringkik terdengar sangat keras, memekakan telinga.

“Kau tidak apa-apa?” tanya Pangeran Barrack—meskipun sebenarnya dia yang terkejut setengah mati dengan perlakuan Flora yang teramat tiba-tiba itu.

“Uh ...”

Flora mengeluh rasa sakit yang cukup nyeri di tangan kanannya. Semua kulit tangannya yang pernah dilewati oleh serat tanaman Euforose tiba-tiba saja terasa sangat panas. Rasanya Flora seperti terbakar.

Dipegangnya dengan sangat erat pakaian bagian bahu pangeran, berusaha bangkit dari posisinya, namun berakhir jatuh kembali karena tangannya melemah drastis.

“Flo—”

Pangeran Barrack terdiam saat melihat Frank terjatuh di posisi lain. Tak mampu menahan rasa terkejutnya sama sekali, pangeran Barrack melihat dengan sangat jelas bagaimana perut Frank ditembusi oleh beberapa kayu runcing yang amat besar.

Kuda kesayangannya mati di tempat. Darah yang bersumber dari perutnya tergenang cukup banyak di atas rerumputan hijau.

Pangeran Barrack merenungi kuda kesayangannya itu dalam baringnya. Darah itu mungkin sudah mengalir ke arahnya dan menodai jubah kebesarannya. Tetapi ...

Hal ini membuat pangeran tersadar. Kuda yang didapatkannya sejak kecil, kuda yang selalu tangguh membawanya kemana pun, kuda Frank yang merupakan kuda terbaik di kerajaan, dan kuda yang selama ini hanya jinak padanya, telah pergi.
Kematian tidak dapat diprediksikan.

Kematian seperti tengah mengejar mereka.

“M-maaf, pangeran.” Flora sudah hampir menangis saat melihat pangeran Barrack meratapi bangkai kudanya agak lama. “Saya tidak sempat—”

“Ada hal yang lebih penting daripada itu, Flora.” Pangeran Barrack segera naik dari baringnya menjadi posisi duduk. “Archellia mengikuti kita. Kita harus cepat.”

Pangeran berdiri dengan cepat dan langsung mengulurkan tangan untuk membantu Flora berdiri. Semula, Flora ingin mengangkat tangan kanannya, namun kesakitan yang melandanya, membuatnya mengurungkan niat. Menolak uluran pangeran Barrack sangatlah tidak sopan dan menggunakan tangan kiri untuk menerimanya jugalah tidak sopan.

Tapi pada akhirnya, Flora menerima uluran tangan itu dengan tangan kirinya sambil bergumam, “Maaf. Saya menggunakan tangan kiri.”

“Jangan meminta maaf untuk semua hal, Flora,” sahut pangeran Barrack sambil memungut kembali topengnya. “Kita akan berjalan. Kakimu tidak apa-apa, kan?”

“Saya tidak apa-apa,” balas Flora sambil mengangguk. “Gara-gara saya, Frank—”

“Jangan meminta maaf karena kau tidak berhasil menyelamatkan Frank. Aku yang harus berterima kasih padamu karena kau sudah menyelamatkanku,” kata Pangeran Barrack.

Flora menunjuk ke atas pohon. “Tadi ada seseorang yang berdiri di dahan itu. Dia hanya diam, tapi tiba-tiba saja benda-benda ini meluncur ke sini.”

“Kau sempat melihatnya?”

Flora mengangguk pelan. “Dia berambut pirang, memakai jubah yang sama dengan jubah yang saya gunakan sekarang ...”

Pangeran Barrack tentu saja tidak akan lupa tentang fakta bahwa satu-satunya jubah dengan warna demikian, hanya bisa ditemukan di kerajaannya. Jubah yang dipakai oleh orang-orang kerajaan yang berkepentingan untuk melakukan urusan di luar istana.

Menambah fakta lain bahwa seseorang yang menyerang itu pastilah ....

“Warna matanya hijau,” tambah Flora.

Penyihir yang tinggal di kerajaan

Tbc

28 Mei 2018

a/n

Paus ingin menangisi wifi rumah yang tidak nyala dan segala hal yang membuat updateku tertundaa.

Oh ya, satu pertanyaan.

Apa yang membuat kalian masih melanjutkan? Komen yaa.

See u tonight.

Cindyana

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top