09

Flora jelas tidak mengerti mengapa pangeran Barrack bisa berubah pikiran secepat ini.

Tapi apapun itu, untuk keselamatan dirinya dan nyawanya, dia tidak akan berkomentar.

Pangeran Barrack memberikan sebuah jubah berwarna hijau tua pada Flora.

Flora juga tidak berkomentar tentang betapa berdebu dan berpasirnya jubah itu.

Yang dia ingat, warna jubah itu kira-kira adalah hijau namanya. Dan dia punya dua baju dengan warna yang sama di dalam kloset pakaiannya, di rumahnya.

Tidak ada lagi rantai yang mengekangnya. Ditemani pangeran Barrack, dia melewati lorong gelap dan ratusan anak tangga yang menuntunnya untuk turun ke suatu tempat yang tidak ia ketahui tujuannya.

Dengan kaki telanjangnya, Flora bisa merasakan kerikil dan batu lembab yang telah berlumut. Flora sampai cemas kalau saja tangga itu jatuh ke bawah tiba-tiba, seperti jebakan yang ada di film yang pernah ditontonnya.

Flora juga memperhatikan sekitarnya dengan baik--walau dalam gelap, dan lagipula dia sudah terbiasa dengan gelap beberapa hari ini.

Tidak ada satupun pengawal yang membuntuti mereka. Pangeran Barrack juga tidak menggunakan obor untuk penerangan mereka.

Dan setelah memperhatikan Pangeran Barrack yang mengendap-endap, sesekali menahannya dan bersembunyi, Flora akhirnya memberanikan diri menanyakan hal yang diherankannya sedaritadi.

"A-apakah kita sedang bermain petak umpet?"

Pangeran Barrack meliriknya sejenak, lalu kembali melanjutkan kegiatannya.

Flora sebenarnya sudah menciut ketakutan karena banyak hal. Dia tidak ingin Pangeran Barrack berubah pikiran dan mengikatnya dengan seribu rantai atau mengurungnya dalam ruang yang lebih sempit daripada sebelumnya.

Dan Flora sebenarnya mengerti maksud pangeran. Pangeran mengajaknya pergi.

Tapi ke mana?

Jelas bukan di ruang dansa, karena Flora bukan tamu yang diundang. Dia tidak bisa berdansa, dia tidak punya gaun yang pantas--selain gaun kunti, tentunya.

Juga tentu saja, karena dia bukan putri.

Dan ini bukanlah kisah manis dalam dongeng.

Tapi, semakin lama mereka berjalan makin jauh dan Flora juga merasa semakin aneh dengan Pangeran Barrack yang rela berjalan sejauh ini bersamanya, Flora bertanya lagi,

"Pangeran, apakah kita sedang--"

"Petak umpet itu apa?" tanya pangeran Barrack yang membuat Flora terdiam, berpikir.

Jangan bilang daritadi pangeran memikirkan apa itu petak umpet?

"Apa itu semacam nama siasat untuk kabur?" Pangeran Barrack bertanya.

Flora tidak bisa mengendalikan dirinya untuk tercengang. Dia tidak mempercayai apapun mimpi yang didengarnya barusan.

"Saya akan kabur?"

"Iya," jawab Pangeran Barrack dengan tenang. "Aku akan membantumu."

"Mengapa?"

Seharusnya Flora tidak perlu bertanya apapun lagi dan mengiyakan apapun keputusan pangeran. Namun dia benar-benar diselimuti rasa penasaran yang terlalu besar.

Bagaimana mungkin pangeran mahkota yang tadinya membencinya, tiba-tiba bersedia membantunya kabur?

Flora tersentak saat tiba-tiba isi kepalanya meliar memikirkan banyak hal yang mengerikan. Misalnya, bagaimana jika Pangeran Barrack sebenarnya ingin membawanya ke kandang harimau peliharaannya (baiklah, untuk yang satu ini, Flora memang keterlaluan sok tahu-nya).

Atau bagaimana jika pangeran di kerajaan ini ternyata ada dua. Mereka kembar dengan kepribadian yang berbeda. Pangeran Barrack yang kejam dan pangeran penyelamat di depannya yang baik hati? Ini jelas mirip dengan novel yang pernah dibacanya.

Pangeran di depannya tidak menjawab apapun. Padahal Flora sudah penasaran setengah mati dengan hal yang membuatnya berubah pikiran, atau mungkin alasan yang membuat pangeran mahkota memutuskan untuk membantunya.

"Pangeran Barrack ya?" tanya Flora agak ragu.

"Panggil saja Barrack," ujar pangeran.

Itu membuat Flora merinding ngeri. Karena jika persepsi keduanya salah, kemungkinan besar Pangeran Barrack memang ingin menjebaknya.

"Jadi, apa itu petak umpet? Daritadi aku menunggumu menjawab."

"I-itu semacam permainan di mana akan ada orang yang bersembunyi dan ada orang yang akan mencari." Flora menjelaskan dengan kikuk. "Kalau pencari berhasil menemukan mereka yang bersembunyi, dia menang."

Pangeran Barrack mengerutkan keningnya, bingung. "Kita tidak sedang bermain petak umpet."

"Memang ..."

Mereka berhasil menemukan pintu ke luar ruangan. Flora ngos-ngosan dan menarik napas panjang-panjang saat Pangeran Barrack tengah memutuskan untuk melewati koridor yang mana.

Flora yang baru saja memutuskan untuk kabur dari Pangeran Barrack, lamgsung kehilangan kesempatan saat pangeran Barrack menarik lengan baju kuntinya dan menunjuk satu arah.

"Jalan keluarnya di sana."

Flora harap itu bukan kandang harimau.

"Pangeran akan membawa saya ke mana?" Flora memberanikan diri tertanya, walau sebenarnya dia tidak ingin tahu.

"Keluar dari istana ini."

"Mengapa?" tanyanya sekali lagi.

"Tiga alasan," ucap pangeran Barrack.

Flora mulai memasang telinga.

"Pertama, aku percaya pada penyihir kerajaan kami. Dia mengatakan bahwa kau bukan berasal dari negri ini."

Flora hanya menyimak, karena ini bukan pertama kalinya ia mendengar soal penyihir kerajaan. Raja juga pernah membicarakan itu saat mengunjunginya di ruang tahanan.

"Kedua, tidak ada yang membuka pintu di jalur rahasia waktu kau sampai. Bukan aku, bukan juga dalam keadaan tidak terkunci. Seperti memang ada yang sengaja membuatmu terkena kutukan ini."

"Saya tetap tidak mengerti." Flora mengutarakan keheranannya.

"Bagian mana yang tidak kau mengerti?"

"Penyihir kerajaan memang mengatakan bahwa saya bukan berasal dari sini, tapi beliau tidak tahu dengan sifat saya, kan?"

Flora tetap melangkah mengikuti pangeran Barrack melangkah, dengan seribu pertanyaan yang rasanya belum sempat diutarakannya pada pangeran Barrack.

"Ya, lalu?"

"Bagaimana kalau ternyata saya adalah penyusup dengan niat buruk? Saya tahu, pangeran tidak akan mungkin melepaskan saya begini saja."

"Siapa yang berniat melepaskanmu?" tanya pangeran Barrack yang membuat Flora merinding.

Dia hampir saja merasa salah memberikan pertanyaan, karena telah mengubah niat pangeran. Tapi, pemikirannya masih sepenuhnya salah.

"Itu alasan ketiga. Aku percaya pada kata hatiku. Aku tahu kau tidak punya niat buruk."

Flora memandangnya agak lama, sampai-sampai dia tidak sadar bahwa dia sudah hampir keluar dari pintu gerbang kerajaan.

Sementara itu,

Seseorang memperhatikan kegiatan mereka berdua dari pantulan kolam.

Menyeringai.

tbc

14 Mei 2018

a/n

Anjir udah jam berapa ini.

Chapter ini ga penting. Tapi bodoamat, yang penting aku update.

Dan aku capek. Wkwk.

See ya tommorow.

Cindyana

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top