07

Hari ini adalah harinya, kematian Flora--setidaknya itulah yang telah digarispaksakan oleh kerajaan ini.

Flora mungkin bukan satu-satunya orang yang merasa waswas.

Ada beberapa pelayan yang berjaga di sel Flora. Mereka terus menatap Flora dan berusaha tak melepaskan pandangannya dari gadis itu.

Keberadaan Flora di sini akan memancing Penyihir Archellia. Entahlah, Flora bahkan belum pernah bertemu dengan ancamannya yang satu itu. Tapi siapapun Archellia dan apapun jenisnya, Flora sudah menyiapkan mentalnya.

Flora bukan hanya merasa cemas, tapi juga merasa risih. Bayangkan saja ia harus merasakan keduanya di waktu yang bersamaan, di malam yang sama di mana ia telah membaca kematian yang telah disampaikan.

"Hei, pangeran datang," bisik salah seorang pengawal ke pengawal lain.

Flora yang sedang duduk di lantai, saat mendengar hal itu langsung menoleh ke kiri kanan layaknya tengah menyeberang jalan. Dia ingin mencari tempat untuk bersembunyi, meskipun dia tidak akan mungkin menemukan tempat persembunyian di ruangan sempit itu.

Dia tidak ingin bertemu dengan Pangeran Barrack, sekalipun setelah dia tahu bahwa Pangeran Barrack telah menyelamatkan hidupnya dengan memotong serat tanaman yang hampir menyerap semua energi kehidupannya.

Dan lagi, ucapan raja masih membuatnya terus merenung. Memangnya apa itu pasangan jiwa?

Tak butuh lama, Pangeran Barrack sampai di sana. Dengan pakaiannya yang lebih santai—baiklah, sebenarnya tidak santai karena setelannya masih lengkap dengan jubah—tapi pakaiannya kali ini lebih santai daripada yang ia lihat sebelumnya. Oh, jangan lupa topeng peraknya. Pangeran Barrack bukan Pangeran Barrack bila tak membawa topeng itu kemana-mana.

Dan Flora yakin, pangeran tidak akan melakukan hal bodoh dengan menularkan kutukan itu kepada seisi istana.

Tanpa menunggu perintah, mereka keluar dan meninggalkan Flora dan Pangeran Barrack di dalam sana.

Flora jelas tidak mengerti mengapa Pangeran Barrack bersedia berdiri di depan cell yang memisahkan mereka, karena selain dia tidak bisa membaca pikiran, Pangeran Barrack tidak mengatakan apapun.

Flora juga, tidak berniat berbicara dengan Pangeran Barrack. Flora tidak bodoh untuk tidak tahu bahwa keputusan raja adalah absolut.

Dia yakin, bahkan jika Pangeran Barrack merengek manja pada ayahandanya, raja tidak akan mengubah keputusannya. Semuanya sudah selesai. Kematian Flora adalah finalnya.

Dan keheningan terjadi entah berapa lama. Mereka hanya diam. Flora duduk di lantai, pangeran Barrack masih berdiri menatapnya, menunduk.

Semuanya berlangsung hening, sampai pangeran yang membuka suara.

"Siapa kau?"

Pertanyaan dari Pangeran Barrack berhasil membuat Flora mengernyit, keningnya bertaut bingung menatap sang pangeran.

"Saya?"

"Iya. Siapa kau?" tanyanya lagi.

Flora memiringkan kepala sambil mengenggam besi tahanan kuat-kuat. "F-Flora." Dia ragu soal Pangeran Barrack yang melupakan namanya hanya dalam hitungan hari.

Tunggu, mereka bahkan baru bertemu pagi tadi. Dan Flora tidak lupa bahwa dia tidak melepaskan tatapan bencinya padanya.

Cerita tentang eksekusinya tidak akan terjadi kalau saja pangeran Barrack tetap memasang topengnya saat dia membuka pintu, kan?

Pangeran menatapnya datar.

"Iya, kau Flora, aku tahu."

Flora mengerjap saat melihat Pangeran Barrack mendekat ke cell, berjongkok dan menatapnya yang sedang duduk di lantai dengan lekat.

"Kenapa kau bisa ada di mana-mana?"

Flora langsung menggeleng histeris, "Saya di sini terus sedari kemarin, saya bersumpah tidak keluar dari sini," ucap Flora sungguh-sungguh—dia bahkan refleks mengangkat sebelah tangan kanannya, menunjukan sumpah. "Pangeran bisa tanya pada pengawal atau pada raja. Mereka ada di sini tadi."

"Raja mengunjungimu?" tanya Pangeran Barrack tak percaya. "Apa saja yang ia bicarakan?"

"Tentang kutukan pangeran."

"Raja membicarakanku?"

Flora dalam hati benar-benar keheranan. Apakah Ayah yang membicarakan sesuatu tentang putranya adalah hal yang salah?

Baiklah, ini di dunia lain, tapi Flora seharusnya tidak perlu berpikir panjang saat melihat wajah Pangeran Barrack menyiratkan luka. Memangnya mengapa ia harus peduli? Mereka saja, tidak ada seorangpun yang peduli pada nyawa Flora.

Flora mengangguk, "Iya. Katanya saya akan mati besok malam."

Pangeran Barrack meraih sebelah tangan Flora tiba-tiba yang membuat Flora yang tengah duduk di lantai langsung secepatnya menarik diri dan tangannya.

Jangan tanya apa kabar jantung Flora karena keadaannya benar-benar seperti habis lari marathon 1 km.

Karena Flora menarik tangannya dan membuat Pangeran Barrack tak bisa menjangkaunya, Pangeran Barrack mengambil kumpulan kunci yang disatukan dalam gantungan kunci yang besar.

Tipe kuncinya mirip dengan kunci tipe kuno, Flora hanya bisa mengernyit bingung.

Pangeran Barrack membuka pintu cell, ia masuk ke dalam dan mengangkat lengan kanan Flora, memintanya berdiri.

Flora sempat meringis karena tiba-tiba semua denyut nadi di tangan kanannya terasa menghentak keras.

Pangeran yang menyadari itu langsung membatalkan niatnya. Dicarinya kunci lain, dan dicobanya pada satu persatu rantai yang mengunci kaki kanan Flora.

Flora hanya bisa terus bertanya dalam hati dan perasaan tidak enak tiba-tiba saja muncul di benaknya.

"Ada apa ini?" tanya Flora gelisah.

Pangeran Barrack mengangkat kepalanya, menjeda kegiatannya sejenak dalam mencari kunci yang benar. Topeng peraknya terlihat dipantulkan cahaya bulan yang kebetulan masuk lewat jendela.

Dia berbisik pada gadis itu, "Kita pergi, Flora."

tbc

9 Mei 2018

a/n

Hoho. Apakah mulai ada yang bertanya-tanya, mengapa jam updateku mulai labil begini?

Iya, aku sibuk ehehehe.

Oke, abaikan. Abaikan lho ya.

BAIKLAH. Sekarang, aku ingin bertanya pendapat kalian soal cerita ini sampai hari ini. Bagaimana menurut kalian?

Hokay, jawab yaaa. I lafya. <3

-Cindyana

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top