01

Semuanya gelap, saat dia terbangun.

Dia--gadis itu--tidak tahu di mana dirinya dan bagaimana kegelapan bisa menyambutnya dengan begitu intensnya. Satu hal yang dia tahu pasti, dirinya tidak berbaring di tempat tidurnya, karena sesuatu yang ditidurinya tidak bisa menyamai empuknya tempat tidurnya yang merupakan sahabat terdekatnya.

Agak lama ia melihat sesuatu yang tidak terlihat sama sekali karena terhalang oleh kegelapan. Lengannya yang tidak sepenuhnya terhalangi oleh lengan pakaian membuatnya merasakan kelembaban di tempat dia berbaring. Pelan-pelan, diangkatnya tangannya dan mulai mencubit pelan tangannya sendiri.

Bukan mimpi.

Matanya terbuka sepenuhnya, dia berusaha menemukan sesuatu dalam kegelapan. Katanya, mata seseorang bisa menyesuaikan diri dalam gelap, asalkan dia bersedia menatapnya lama-lama tanpa merasa takut bahwa akan ada sesuatu yang muncul di depan mereka.

Namun entah berapa lama waktu berselang, sejak dia mengumpulkan semua keberaniannya untuk menunggu hal yang tidak pasti diketahuinya, semua yang ditakutkannya tidak pernah datang. Lalu, gadis itu langsung menyadari bahwa tidak akan ada apa pun yang berubah, jika dia hanya berbaring dan berdiam diri. 

Tenggorokannya terasa agak sakit, saat dia mencoba mengeluarkan suaranya. Dengan segenap niat yang ada, ditahannya rasa sakit itu. "Halo? Apa ada orang di sana?"

Tidak ada yang menyahut, kecuali gema suaranya sendiri.

Membuka mata lama-lama tanpa berkedip malah menyakiti matanya. Pandangannya yang mulai beradaptasi dalam kegelapan, pelan-pelan menggelapkan pandangannya. Dia harus berkedip kali ini, dia tahu itu. 

Masih dalam posisi berbaring, gadis itu mengangkat tangannya ke atas, mencoba melihat wujud tangan kurusnya. Namun ia tidak menemukan apa pun, tidak cincin pemberian ibunya atau kukunya yang baru dihiasnya beberapa waktu yang lalu. Lalu setelah mencoba mengingat-ingat, dia sudah melepaskan cincin itu. Juga, hiasan-hiasan kuku yang dihiasnya saat pernikahan sepupunya, sudah mulai lecet karena ketidakanggunannya.

Dia pun mulai berpikir panjang ..., apa yang sebenarnya terjadi sebelum dirinya sampai di sini?

Apakah dia tadi baru bangun? Apakah dia baru akan ke sekolah? Apakah dia baru akan tidur lagi, tadi?

Dia tidak mengingatnya sama sekali, hal paling jauh yang diingatnya adalah saat dia bertengkar dengan ibunya saat makan malam. Dan malam kapan itu? Sepertinya dia dan ibunya juga sudah baikan. Jadi, kapan?

Akhirnya dengan tenaga yang tersisa, dia mencoba bangkit dari tidurannya dan mulai berdiri dengan lemah. Entah bagaimana bisa, semua kekuatannya terkuras habis karena sesuatu. Bukankah dia baru saja bangun dari sebuah tidur yang bahkan dia tidak tahu lama atau singkat? Yang jelas, ini melelahkan. 

Dengan tangannya yang mengulur ke depan, dia berjalan maju. Beberapa kali kaki telanjangnya akan tergores oleh batu besar yang tidak dilihatnya. Dia bahkan bertaruh, hiasan di kuku jempol kakinya yang berhiaskan namanya sendiri--Flora--sudah pasti lecet.

Agak lama berjalan dan hampir memutuskan untuk beristirahat lagi, dia menemukan sebuah cahaya putih. Cahaya yang membuat tenaganya yang tadi sudah habis, kembali terisi penuh. Flora langsung menghampiri cahaya itu tanpa ragu.

Cahaya itu hanya satu garis, dan letaknya ada di bawah, yang membuat Flora yakin bahwa itu adalah cahaya di bawah celah pintu. Ada sebuah pintu di depannya. Walaupun tidak dapat melihatnya secara jelas, tetapi struktur yang dirasakannya telah menjelaskan segalanya.

Yang ada di pikiran gadis itu hanyalah bagaimana dia bisa keluar dari tempat ini. Dia mulai meraba-raba pintu untuk mencari gagang pintu. Namun, dia tidak menemukannya. Sambil mencari-cari sesuatu yang ganjil di pintu itu, dia bisa merasakan ukiran di pintu. Ukiran yang pastilah sangat rumit, dia bisa merasakannya hanya dengan merabanya sekali.

Nyaris menyerah, Flora duduk di depan pintu, kali ini ditemani cahaya di bawah pintu. Ya, dia cukup yakin bahwa itu lebih baik daripada sebelumnya.

Tak kunjung mendapat pencerahan dalam pikiran, Flora akhirnya menekatkan diri untuk membiarkan salah satu pipinya menyentuh batu kotor yang menjijikkan, karena ia ingin tahu apa yang ada di balik pintu itu.

Dia melihat rerumputan yang disinari oleh sinar matahari.

Saat itu, Flora mulai waswas dan berpikir bahwa sebenarnya dia diculik dan ditempatkan di tempat asing ini. Jadi, saat ia mendengar suara gemersik rumput di dekat sana, ia mulai berteriak sambil mengetuk pintu.

"Buka pintunya, kumohon!"

Suara gemersik rumput itu menghilang, digantikan oleh suara ketukan pintu yang terdengar buru-buru. Flora ingat, dia pernah mengetuk pintu rumahnya seperti itu dan dia dimarahi oleh ibunya.

Pintu itu tiba-tiba terbuka dan Flora nyaris terjungkal ke depan. Semua kegelapan di belakangnya pun disambut oleh sinar yang menyelip masuk. Cahaya terang menyoroti kegelapan, menyoroti gadis itu hingga membuatnya memincingkan matanya. Entahlah apa yang membuatnya begitu tenang dengan keberadaan cahaya itu. Saat memejamkan matanya, dia bahkan merasakan cahaya itu menyelimuti dirinya. Dia hanya merindukan cahaya, begitu pikirnya.

Dalam keadaan berlutut di atas rumput dan kepala yang menunduk karena jatuh, ia melihat sepasang sepatu kulit yang terlihat mahal di depannya.

Belum sempat Flora mendongak untuk memastikan, suara rendah itu lebih dulu menyapanya.

"Siapa kau?"

Suara itu membuat gadis itu membuka matanya. Meski masih terlihat menyilaukan, tapi gadis itu bisa melihat sebuah bangunan besar di depannya dan dinding tinggi yang dibangun di sekeliling tempat itu. Di depannya, seorang lelaki berpakaian mewah khas kerajaan menatapnya dalam diam.

Flora terkesima untuk beberapa saat. Penampilan lelaki di depannya benar-benar sangat memukau, mirip dengan tokoh pangeran yang ada di festival yang diadakan di sekolahnya tahun lalu.

Rambut berkilau, bola mata onyx hitam-nya, hidung mancung, bibir tipis, dan rahang yang tegas membuat gadis itu terpana. Gadis itu memberanikan diri untuk membalas ucapannya.

"Aku Flora," balasnya meski penuh keheranan. "Kau siapa?"

Alih-alih menjawab, lelaki itu malah mengeluarkan sebuah pedang dari sisi pinggangnya dan mengarahkannya tepat di depan wajah Flora, membuatnya melangkah mundur lantaran terlalu dekat dengan mata pedang.

Tanpa perlu memotong apapun yang ada di sana, dia tahu bahwa pedang itu bisa saja membilah tangannya dengan mudah.

Tangannya tiba-tiba mati rasa seolah tangannya telah dipotong oleh lelaki itu. Lalu, ia melirik tangannya yang tak sengaja bersentuhan dengan serat tanaman yang menyerupai tali. Flora tak sempat mendongak darimana asal serat yang panjang itu.

"Mata-mata dari kerajaan mana?"

Flora mengerjap, lalu menggeleng histeris. "Aku bukan--"

"Kau masih muda, daripada menyusup di istana, lebih baik kau menimba air dari gunung atau memetik buah yang akan dipanen. Kau juga bisa mendapat upah."

"Tapi aku bukan--"

Belum sempat memberikan pembelaan, tiba-tiba saja kepala Flora terasa berkunang-kunang.

Pandangan Flora menggelap, kesadarannya menghilang seutuhnya.

Flora kembali dalam gelap.

Tbc

1 Mei 2018

a/n

Yang mau tebak alur, silakan tebak sebelum tamat yak~

Biar aku gampang belokin HAHAHAHAHA /evil laugh

Cindyana


*

a/n after revision

Oke, jadi MIZPAH versi lama sangat minim deskripsi dan penjelasan world building. Aku berusaha memperbaikinya semampuku dulu, karena aku tidak ingin MIZPAH berakhir menggantung reader.

//Mengingat kembali kasus Flashback yang ditelantarkan sekian bulan. 

Di sini tugasku adalah menjelaskan lebih rinci, menambah narasi dan juga mengganti para typo, tentu saja. Semoga aku bisa memperbaikinya dengan baik dan semoga kalian betah membaca draft 1.5 ini hehe. 


Cindyana / Prythalize

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top