YAIDH (?)

• •Yang Aku Inginkan Dan Harapkan• •

.
.

Genre: Berubah-ubah secara tiba-tiba/tak menentu

Note: Hasil collab bareng Nyaung Impressive
Warnings! OOC! AU, Typo(s)

.

.

.

Matahari masih nampak malu-malu memancarkan cahaya. Embun pagi membuat suasana sejuk, itu akan membuat seseorang betah dalam tidurnya. Begitupun dengan sosok yang masih bergelung di dalam selimut. Sosok itu mengerang ketika sang surya memaksa masuk ke indra penglihatannya dan jangan lupakan jeritan alarm yang kencang.

"Ughhh.. Mengapa sudah pagi? Aku masih ingin tidur.." Remaja itu bergumam pelan.

Tok.. Tok.. Tok..

"Ice? Kau sudah bangun nak?" Suara dari balik pintu masuk ke pendengaran yang dipanggil Ice itu.

"Hoamm.. Iya Mam, aku sudah bangun. Umm.. Kalau tidur lagi boleh?" ucap Ice sambil mengedipkan-ngedipkan mata ke Mama dengan lucu, imut dan menggemaskan, intinya memasang muka memelas terbaiknya. Membuat siapapun ingin muntah, eh maksudnya terenyuh.

"Ayolah Ice, kamu tidak bisa tidur terus menerus. Kamu bisa terlambat." Mama Ice menegurnya setelah membuka pintu kamar yang ternyata tidak terkunci.

Ice pun bangun dari posisi baringnya dan menghampiri mamanya, sambil berjalan dengan gontai.
.
"Alah Mama.. Memang aku mau kemana sih Mam? Pakai acara terlambat segala? Hoaam.. Bisa tidak terlambatnya di undur saja? Jangan sekarang Mam." Ice bertanya dengan mata masih mengantuk diselingi menguap dan mulutnya memanyun.

"Sudah jangan banyak bicara. Cepat bersihkan dulu dirimu. Lalu turun dan sarapan." Ibu mulai geram segera melenggang pergi dari kamar Ice.

"Alaah.... Ngambek ni ya~" Sambil menyembulkan kepalanya untuk menatap Mama yang menjauh dengan masih asik bersama ocehannya.

"krukuk krukuk~" Suara perut Ice menjerit minta diisi. Spontan ia mengelus perut yang tengah kelaparan.

"Aduuuh lapar... Sudahlah, mending aku mandi setelah itu aku bisa makan. Daripada Mama semakin marah dan mengganas. Kalau Mama mengganas bisa-bisa aku dimakan. Habislah aku!" Setelah ia bermonolog, Ice langsung lari karena takut mama semakin marah.

Akhirnya Ice pun mau mandi dengan perasaan yang campur aduk ada sedikit sakit hatinya, ada takutnya, dan ada laparnya.

Setelah beberapa menit mandi, Ice keluar dari kamar mandi dan terhenti di ambang pintu sambil bermonolog (lagi) dengan perut (?). "Perut,sabar ya. Nanti kau akan segera ku isi, tapi aku dibaju dulu ya. Ada-ada saja perut ini. Masih pagi sudah main marawisan (?)."

.
.

Bukankah setiap manusia tercipta untuk bergerak. Tetapi lain hal dengan Ice yang terkadang malas gerak. Ingin rasanya dirinya menjauhkan kebiasaan itu. Tapi apa daya toh semua baik-baik saja.

Ice berbicara dalam hati sambil sarapan, berpikir tentang dirinya.

'Kenapa dengan diriku ini? Kenapa aku malas-malasan begini? Sadarlah Ice. Malas itu tak menjamin kau untuk maju dan meraih yang kau harapkan selama ini.' Ia sedikit menampar pipinya.

.

.

.

Gempa? Yang didengar orang awam pasti mengira ada bencana ketika lempengan bumi bergetar. Tapi tidak dengan orang dari kompleks perumahan di sini. Itu adalah nama yang disandang seseorang yang dikenal begitu baik. Terkadang banyak orang bertanya mengapa orang tuanya memberikan nama seperti bencana yang menakutkan? Tapi yah itu urusan keluarganya bukan urusan mereka semua.

Mungkin nama itu terdengar aneh oleh orang-orang yang belum mengenalnya, pasti orang tuanya itu ada maksud tertentu menamakan anaknya itu dengan bernama gempa.

Ada yang berpikiran bahwa anak itu dinamakan Gempa oleh orang tuanya karena bermaksud anaknya itu agar menjadi anak yang kuat, hebat, dan tangguh menghadapi kejahatan dan membela kebenaran seperti gempa yang mampu menggeserkan lempengan- lempengan bumi, eh.

"Gempa? Kau mau kemana pagi-pagi buta begini?" Orang yang beriris rubi tersebut memandang heran pemilik netra emas yanh tengah bersiap-siap, sepertinya ingin berangkat. Dan jika dilihat secara seksama, sebenarnya ini sudah tidak terlalu pagi sih.

"Ish kau ini, aku ada bisnis penting ni. Sudah jangan ganggu." Setelah selesai bersiap-siap, yang dipanggil Gempa tersebut melangkah pergi.

"Daah~ Aku pergi dulu, penting ni."

"Tidak biasanya Gempa begini," gumaman lolos dari si pemilik iris rubi aka Halilintar.

Si pemilik iris rubi itu terheran, karena biasanya Gempa tak bersikap seperti itu. Sang kakak kini mencoba berfikir positif tentang adik keduanya itu.

"Mungkiin... Itu memang sangat penting bagi dirinya ya? Sampai ia tergesa-gesa dan bersikap seperti itu,"

Halilintar mengedikkan bahu tanda tak peduli. Bukan masalahnya kan? Untuk apa dipikirkan?

"Kau ini bagaimana sih, itu kan saudaramu juga. Kalau terjadi sesuatu bagaimana?" Sosok biru menepuk bahu Halilintar sehingga yang ditepuk sedikit terlonjak.

"Gempa juga adikmu, bodoh." Halilintar menepis tangan Taufan di bahunya.

"Ehehe.. Betul juga ya? Tapi bisakah kau tak memanggilku seperti itu?" Taufan yang barusan mengagetkan Halilintar, tak terima dengan sikap kakak tuanya, ups kakak tertua maksudnya.

"Tidak mengapa, aku tahu dia bisa menjaga diri." Halilintar tidak mengindahkan pertanyaan Taufan tadi. Membuat taufan risih dengan kakaknya yang satu ini. Tapi sudah biasa.

Tak lama kemudian Blaze pun datang menyambung obrolan Halilintar dan Taufan.

"Oy oy, bodoh? Siapa yang bodoh?" Halilintar dan Taufan menoleh serentak dan melontarkan kalimat berbarengan. "Kau yang bodoh!"

Blaze hanya tersenyum kecut.

"Hehehe .. Hei! Aku ini tidak bodoh. Jika kalian mengejekku bodoh berarti kalian mengaku bahwa kalian juga bodoh telah mengejekku(?). Eh, tadi kenapa, ada apa ini ribut-ribut? Jangan-jangan memperebutkan aku! Aku mohon jangan memperebutkan aku! Aku tau kalian sayang aku," Blaze merangkul kedua kakaknya. "Sudah jangan ribut ya kakak-kakakku yang ganteng, tapi masih gantengan aku sih." Blaze, itu berlebihan.

"Wey! Muka kita sama jadi sama-sama ganteng. Yang membedakan adalah sifat masih kekanakanmu Blaze."

"Cih sudahlah pergi sana. Hush! Hush!" Melepas tangan Blaze dibahu mereka.

"Ingat aku lebih muda tau! Dan kalian pikir aku ayam apa?" Blaze tak terima diperlakukan seperti itu. Dan mengembungkan pipi.

.
.

Di lain tempat..

'Huh.. Pasti aku terlambat .. lagi,' batin Ice

Dirinya diantarkan oleh sang mama ke tempat tujuannya. Takut kenapa-napa katanya. Over sekali. Kalau berangkat sendiripun Ice tak mungkin sampai digigit monster numpang lewat kan?

.
.

Sedangkan..

Gempa sedang menunggu murid lesnya di tempat biasanya mengajar--tempat rahasia. Sudah hampir setengah jam menunggu. Muridnya itu akan tahu balasannya nanti. Lihat saja. Menunggu itu melelehkan, eh maksudnya melelahkan.

"Huh .. Kemana 'dia' sih .. Lambat sekali. Memang ia jalan mana sih? Apa mungkin ia melewati laut dan gunung untuk datang kemari? Sampai lama begini. Awas saja kau, akan aku beri hukuman." Gempa geram. Gempa jengkel. Gempa dongkol dipelakukan seperti ini. Jika seperti ini dia harus alami setiap hari, maka yha .. Kalian pikirkan sendiri bagaimana jika ada diposisi Gempa sekarang//wey!

Yap, benar apa yang kalian pikirkan. Gempa menjadi guru les private sebagai kerjaan sambilan. Untuk mengisi tabungan yang akan dipakai untuk kuliahnya. Dan asal tau saja, dia merahasiakan ini. Sampai-sampai menyamar loh.

Ya, Gempa itu adalah anak yang mandiri. Ia tidak pernah menyusahkan orang tuanya. Ia adalah anak yg mempunyai semangat yg tinggi. Tidak seperti saudaranya Ice, yang malas malasan dan pemalas. Bahkan di suruh utk bangun saja susah.

Nah, Gempa ini patut dijadikan contoh oleh kawan-kawan. Karena dia adalah sosok yang mempunyai keinginan yang tinggi dan mandiri. Semangat dan kesungguhan yang Gempa miliki bisa menjamin untuk membuat ia sukses. Benar 'kan?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top