Prolog

Suasana minggu pagi begitu tenang. Hanya dihiasi oleh kicau burung peliharaan, juga cakap-cakap singkat dari tetangga depan rumah. Cahaya lembut menyusup dari sela-sela jendela yang bertutupkan kain putih tipis, menghantar kehangatan pada kamar bernuansa abu di dalam sebuah rumah.

Bulir air menetes dari rambut yang masih basah setelah merasakan kesegaran air pagi. Dengan handuk merah yang mengalung di leher, tubuh yang terbalut kaus hitam pendek itu berjongkok di depan meja belajar. Menatap kardus berisikan buku-buku dan barang yang bahkan tak dapat diingatnya.

Tangan itu mulai mengeluarkan satu persatu barang dari dalam kotak. Melihat dan membukanya sekilas untuk mengecek apa sebenarnya benda-benda tak dikenal ini. Mulai dari kertas-kertas dengan tinta merah bertuliskan nilai, buku-buku lama yang sudah tidak ada lagi lembar kosong di dalamnya, juga...

sebuah foto, di dalam diary coklat bersampul Menara Eifell.

Sang gadis sedikit terkejut kala melihat foto berisi tujuh orang berbalut kebaya dan jas hitam putih formal yang terlihat begitu bahagia dengan senyum lebarnya masing-masing. Dia kemudian mengalihkan pandangan pada buku yang digenggam di tangan satunya. Perlahan, dibukanya lembar demi lembar. Tersenyum, bahkan tertawa sendiri dengan tiap kalimat yang tertera di sana. Penuh emosi, penuh rasa, dan penuh akan warna.

Sekali lagi gadis itu terkekeh. Diary ini benar-benar membawanya pada memori lama. Bagaimana bisa ia melupakan benda berharga seperti ini?

Lagi, jarinya menyentuh lembaran dan membaliknya. Sorot mata itu berubah kala membaca kalimat pertama yang ada di sana.

Tahun terakhir mengguncang hati dengan rasa yang misteri. Raga berjuang gara tetap berdiri pada jalan berduri. Jiwa bertahan pada akal nurani nan murni.

Tahun terakhir, bisakah terlalui? Dengan monokrom tak jelas meliputi diri. Menimang rintangan yang harus dihadapi, serta pengorbanan yang harus dilalui.

Akankah...aku berhasil? 

Memori lama semakin terbuka lebar. Serpihan-serpihan kecil penuh kenangan bak hujan turun membanjiri kepalanya. Dia merasakan perasaan lama yang telah terkubur dalam, kini kembali meruak.

Takut semua yang muncul dickepalanya menguap dengan cepat di udara, sang gadis segera beranjak. Menarik kursi dan duduk di sana, tak lagi mempedulikan barang berserakan di bawah kakinya. Yang ia pedulikan sekarang hanyalah menorehkan tinta ke atas buku yang baru saja ia temukan.

****

Dua tahun telah berlalu, dan kini aku kembali menemukanmu, kawan lamaku. Sudikah kau mendengar isi hatiku, sekali lagi saja?

Aku tahu, kau sudah lelah mendengarkan keluh kesahku di saat itu, tapi aku mohon. Ijinkan aku menodai dirimu lagi dengan pena dan perkataanku, karena aku tak ingin kenangan ini kembali menguap dan memudar.

Karena, kawanku, aku ingin mengenang momen di dua tahun lalu itu, bersama orang itu, dan segala lika-liku yang kujalani bersama orang-orang berhargaku.

Tertanda,

SFS

****

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top