Bab 17: Tamu
Setelah bernegosiasi sepihak yang dilakukan oleh Raga, lalu secara tidak langsung Danar menyetujuinya, penguntit yang mengikuti Hening pun telah menghentikan aksi, keberadaan mereka benar-benar sudah lalu. Beberapa hari ini Hening kembali ke rutinitas semula yang lebih normal. Apakah dia sudah bisa bernapas lega sekarang? Tentu saja tidak.
"Sial, sebenarnya gue udah curiga," monolog Hening sambil bersembunyi di balik tiang listrik di seberang kediaman Raga. Dia sedang mengawasi seseorang yang berdiri angkuh di depan pagar rumah bosnya. Ternyata kesialan hari ini sedang menunggunya di sana. Rambut yang diduga wig berwarna kuning terang sebahu, tampak mengkilat menusuk mata. Celana ketat dan jaket kulit melekat sempurna pada tubuh wanita yang sedang menggendong anak laki-lakinya.
"Raga! Saya Nila, tolong bukain pintunya, Enzi mau main ke rumah kamu!" Nila melancarkan aksi sambil membunyikan kunci slot pagar dan menggerakkannya dengan kencang, tentu terdengar gaduh, sudah seperti rentenir yang menagih uang. Sesekali ia melongok dari sela diantara pintu pagar Raga yang tertutup, benda itu menjulang sangat tinggi.
Hening rasanya ingin menjambak rambut wanita itu dari belakang, sungguh tidak memiliki etika bertandang ke rumah seseorang. Gawainya berbunyi, ia buru-buru mengambil benda itu dari dalam tas selempangnya dan mengangkat telepon. "Halo Pak?"
"Ning, saya tahu kamu pasti sudah datang, cepat masuk!" titah Raga lalu mematikan panggilannya secara sepihak.
Tidak lama, pintu pagar besi perlahan terbuka, Raga muncul setelahnya, dia memang tidak memperkerjakan satpam. Hening dengan malas berjalan mendekat ke arah mereka.
"Lama banget sih? Kantormu itu buka jam berapa? Kok masih sepi banget. Ini sudah jam 8 pagi lho. Harusnya sudah buka dari jam 6 pagi tadi dong." Nila mengkerutkan kening sambil berujar sok tahu.
Wow, itu kantor atau minimarket 24 jam? batin Hening tidak habis pikir.
Wajah Raga melunak diikuti senyum yang mengembang ramah dan tatapan halus saat melihat ke arah Hening. Pria itu sengaja tidak menanggapi kalimat Nila, lalu berjalan melewati si wanita begitu saja. Raga merengkuh tubuh Hening tanpa aba-aba. Gadis yang jadi korban peluk dadakan tentu saja kebingungan sekarang, matanya mengerjap cepat.
"Plan B, Ning. Tolong kerja samanya hari ini," bisik Raga sambil menoleh, tendasnya terlihat seperti hampir mengecup pipi gadis itu.
Tadinya Hening hendak melepaskan diri dari Raga dengan paksa, tapi saat mengerti maksud pria itu, ia pun langsung mengangguk dan mengubah drastis ekspresinya menjadi senyum lebar, seakan bertemu pangeran pujaan hati. Lengannya pun mengalung manja pada leher Raga, bibirnya mengkerucut sambil menatap si pria dengan tatapan memelas yang dibuat-buat.
"Aku kangen Mas! Padahal baru 24 jam, tapi terasa seperti 24 tahun," ujar Hening dengan nada genit sambil memainkan kerah biru muda milik Raga.
Raga pun mengerjap sambil menaikkan sebelah alis, sedikit memiringkan kepala heran sebab tidak menyangka Hening akan merespon sampai segitunya. "Haha," pria itu tertawa hambar, sedangkan Hening lagi mencoba memutus semua urat malu yang melekat pada dirinya, untuk satu hari ini saja.
Semoga ya, semoga hari ini doang. Sekalian pamer di depan si ikan Nila, kapan lagi coba? Yakin Hening di dalam hati.
Nila menganga, lalu secepat kilat menutup kedua mata anaknya yang sempat menatap kedua sejoli palsu itu dengan wajah polos, Enzi menerka-nerka apa yang sedang Hening dan Raga lakukan. Gawatnya, pasangan palsu itu sudah tidak peka dengan sekitar, pegawai yang baru saja datang berhasil dibuat kaget dengan pemandangan romantis yang cukup jenaka, mata mereka terbelalak canggung, ada pula yang sampai tersedak gorengan. Belum lagi beberapa motor yang lewat sambil bersiul.
***
"Mbak Nila mau sampai kapan di rumah saya?" Raga berceletuk setelah selesai mengecek dan menandatangani akta di ruang bagian belakang rumahnya, sembari melepas kacamata.
Nila dengan tampang judesnya duduk di sofa sambil sesekali memperhatikan sekitar dengan lirikan merendahkan. Meski sudah sering datang untuk menitipkan Enzi atas kemauan anak itu sendiri, dia biasanya hanya sampai depan pagar rumah lalu pengasuhnya yang akan menemani Enzi masuk. Namun kali ini berbeda, jelas sekali dia memiliki maksud terselubung meski berdalih Enzi ingin main ke rumah seperti biasa. Raga cukup pintar membaca situasi, atau memang pergerakan Nila dan Danar yang terlalu kentara?
"Ya sampai Enzi puas main lah," jawab Nila dengan ketus.
Enzi tampak asyik bermain mobil-mobilan di atas karpet merah dekat Nila, anak itu heboh dan berbicara sendiri.
Hening datang dengan secangkir kopi hitam, menaruh minuman itu di meja kecil samping Raga, sembari berceletuk, "Pengangguran mungkin ya Mbaknya? Jadi punya banyak waktu di rumah pacar saya?" Raut wajah Hening sama sekali tidak ramah, bintang satu kalau perlu minus jika berhadapan dengan Nila. Dia pun berdiri di samping Raga sambil pura-pura tidak menatap wanita itu.
Wanita nyentrik yang disindir Hening lantas berdiri karena tidak terima, sumbunya cukup pendek, ingin rasanya segera melayangkan lontaran kasar, namun semua itu harus tertahan saat suara gemas Enzi berceletuk padanya.
"Mami, Enji mau poop." Raut wajah anak itu tampak menahan sesuatu, dia bergerak dengan gusar.
"Di mana kamar mandinya?" tanya Nila kepada Raga, buru-buru wanita itu menggendong Enzi. Kali ini Hening selamat dari semprotan Nila.
"Di situ, Mbak." Raga menunjukkan arahnya dengan dagu, dia bersandar pada sofa sambil memperhatikan tingkah Nila dan Hening. Sayangnya, tidak ada popcorn untuk disantap.
Nila langsung beranjak sembari menuding Hening dengan satu telunjuk kanannya penuh amarah, wajah sangar diperlihatkan sambil melotot. Hingga ibu dan anak itu hilang seutuhnya, dari belakang, Hening menaikkan satu jari tengahnya kepada Nila karena menahan kesal sambil berkacak pinggang, dengusan pun keluar begitu saja.
Raga yang melihat keganasan Hening sejak awal sungguh dibuat heran, tidak sampai terkejut karena sudah mulai terbiasa dengan pemandangan itu. Saat Hening dan Nila dipertemukan, pasti ada saja hal yang diributkan. Di luar dari sikap cerobohnya, hari ini kemana Hening yang penurut dan tampak kalem itu?
Gadis yang menjadi sasaran tontonan Raga menghempaskan tubuh tepat di sampingnya, Hening ikut bersandar sambil menghela napas berat, tampak ekspresi lelah sambil menatap langit-langit di sana. Baru juga Nila beberapa menit singgah di rumah Raga, tapi sudah terasa seperti seabad, bagaimana nasibnya berjam-jam ke depan? Dia tidak ingin berubah menjadi fosil.
"Ning, kita harus melakukan sesuatu." Menyampingkan rasa penasarannya terhadap tingkah Hening yang selalu kesal setiap bertemu Nila, Raga rasa dia dan Hening harus segera mendiskusikan masalah kedatangan tiba-tiba Nila ini lebih lanjut.
Hening menoleh sambil menegakkan tubuh, sekilas menatap ke arah depan memastikan Nila belum menampakkan batang hidungnya. "Iya Pak, kita harus melakukan rapat urgent nanti malam untuk membahas ini," ujar Hening setengah berbisik.
Raga mengangguk serius sambil menatap Hening. "Selain itu, untuk beberapa jam ke depan, kemungkinan sampai sore, kita harus melakukan itu, Ning," ucap Raga penuh penekanan pada akhir kalimat.
"Itu maksudnya apa ya, Pak?" Hening memajukan wajahnya, terlihat penasaran.
***
Waduh, Hening sama Raga harus berpikir keras nih 😂 kira-kira mereka mau ngapain ya buat ngadepin Nila si Nenek Sihir?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top