1

Balik lagiii sama cerita receh dan tema pasaran hahaha. Lope-lope dua hektar buat sayang-sayang akoh ❤️

###

Ilmira terkejut saat diberitahu bahwa dirinya akan dijodohkan dengan anak dari sahabat karib ayahnya. Dijodohkan? Tercetus satu pertanyaan di benaknya, mengapa dirinya sedangkan saudarinya ada? Apakah mereka sudah mempunyai pasangan masing-masing hingga dirinya yang harus menjalani perjodohan itu?

"Kenapa Mira, Mbah Kung? Apa Mbak Nesa sama Mbak Risa sampun punya calon?" tanya Ilmira saat tersadar dari lamunannya. "Terus ini kok tiba-tiba to?"

"Mbah ndak paham soal itu. Wong belum sempat tanya telponnya wes dimatikan sama ayahmu." Mbah Kung menyeruput kopi hangatnya, mengambil tahu goreng yang kemudian dicelupkan pada bumbu pecel.

"Kalo boleh tahu siapa Mbah Kung yang bakal dijodohin sama Mira?" Ilmira pindah duduk di sebelah Mbah kungnya.

"Anak temen ayahmu. Tapi siapa-siapanya Mbah Kung nggak tahu." Pria tua itu menghadap cucu yang sedari kecil tinggal bersamanya. "Nduk, kalo kamu nggak mau ya ditolak saja. Iki uripmu, awakmu sing ngelakoni dadi ya kudu awakmu sing atur, duduk wong liyo (ini hidupmu, kamu yang jalani jadi kamu yang atur bulan orang lain). Ngerti?"

"Ngeh, Mbah."

Ilmira pamit ke kamar. Ia ingin menanyakan perihal perjodohan yang sudah diatur oleh ayahnya, pria yang mungkin jauh dari definisi ayah. Ia pun mendial nomor ayahnya. Setelah beberapa detik baru panggilannya tersambung.

"Assalamualaikum, Yah. Ngapunten (maaf) Mira mau tanya soal perjodohan yang dibilang Mbah Kung."

"Kamu setuju kan?"

"Ngapunten, kenapa harus Mira ngeh? Kan wonten (ada) Mbak Nesa sama Mbak Risa."

"Nesa fokus sama kariernya. Apalagi dia dipromosikan naik jabatan. Risa belum bisa nikah sampai kontrak kerjanya selesai. Jadi wes kamu tok yang bisa."

"Lho tapi kan saya ...."

"Wes telponnya Ayah tutup. Sabtu siap-siap dijemput."

Perempuan berhijab itu menatap layar ponselnya yang gelap. Ayahnya selalu saja tidak mau mendengar keinginannya padahal tidak banyak yang pria itu kontribusikan pada hidupnya selain status di atas kertas saja.

"Mir," panggil Mbah Putri dari ruang makan. "Kamu ndak kerja? Ini sudah hampir jam setengah tujuh lho."

"Kerja, Uti." Ia segera mengambil tas selempang dan kunci motor. "Uti nanti nitip apa dari pasar?" Ilmira duduk dengan cepat, mendekatkan piring ke Mbah Putri untuk diisi nasi. "Cekap (cukup), Uti."

Mbah Putri menggeleng. "Nggak ada. Sembako masih. Tadi Uti beli di Pak Melijo lauknya."

Ilmira mengangguk. Ia segera menghabiskan makanannya sebelum berangkat ke pasar.

###

Pria bercambang itu menghela napasnya dalam-dalam, menggeleng tak percaya dengar penuturan ibunya. "Bu, aku masih belum mau nikah." Ia menghempaskan tubuhnya di sofa ruang tengah.

"Tunggu apalagi? Kamu bentar lagi umur empat puluh lho. Temenmu udah pada punya anak. Kamu masih aja jomblo," omel Bu Cindy pada putra sulungnya itu. "Mau nyari yang gimana? Dikasih yang cantik pinter, nggak mau. Dikssih yang manis dan kalem, nggak mau. Maunya yang piye to, Le. Ibuk iki sampek bingung lho."

"Ya ndak usah dicarikan, tak cari dewe."

"Iyo cari dewe tapi ra dapet-dapet. Ibu sampai gemes," sahut Bu Cindy. "Wes ra sah nolak lagi. Yang ini udah fix. Biar ada yang ngurus kamu. Anak e ayu, kalem juga."

Ammar melihat ibunya dengan keheranan, pasalnya sampai tadi malam beliau tidak membahas soal ini tapi sore ini beliau mengatakan keputusannya. "Sebenarnya ada apa kok tiba-tiba ada wacana ini?" Jelas ada alasannya dan ia ingin tahu hal itu.

"Nggak ada gimana-gimana, Mar. Ya Ibuk pengin lihat kamu nikah," elak Bu Cindy sambil mengambil pisang goreng kesukaannya.

Pria itu tidak percaya begitu saja dengan alasan yang diberikan ibunya, pasti ada sesuatu yang terjadi. "Kayak aku nggak tahu Ibuk aja."

"Iyo iyo. Kui lho Pak Rusdi kan punya utang to pas bikin usaha persewaan alat pesta. Ibuk sih nggak tahu berapa-berapanya, soalnya ya wes lama banget. Sama Bapak diminta terus nggak tahu piye ceritanya, pokoknya Pak Rusdi ngusulin perjodohan itu. Ya pikir Bapak nggak ada salahnya tapi tetep utangnya harus dibayar."

Astaga. Ammar pun berdecak. "Jadi anaknya ini buat jaminan utang biar dapet tempo lagi? Anaknya mau?"

Bu Cindy mengangguk dengan mimik lucu. "Kata Pak Rusdi anaknya mau."

"Anak Pak Rusdi yang mana?" tanya Ammar. Lamanya hubungan pertemanan bapaknya dan Pak Rusdi membuatnya mengenal anggota keluarga beliau. Hanya mengetahui.

"Yang ragil kata Bapak," jawab Bu Cindy. "Wes to yang nurut gitu lho. Ibuk lho gemes lihat kamu sama adikmu itu, umur sudah banyak tapi nggak ada yang mau nikah. Mau nunggu apa? Ibuk sama Bapak mati?"

Ammar kemudian merangkul ibunya yang merajuk. "Ngeh mboten. Tapi memang belum minat, Bu. Masih suka apa-apa sendiri."

Bu Cindy melirik sebentar putranya sebelum melepas rangkulannya Ammar di bahunya, melipat tangan di dadanya. "Omar ya gitu kalo disuruh nikah, dicariin pasangan nggak mau. Mbuh weslah rek, sekarep-karepmu lah (nggak tahu sudah, terserah kamu sudah)."

"Lho lho kok aku dibawa-bawa, Buk." Omar menghampiri ibunya, menjabat tangannya untuk ia cium. Ia menghempaskan bokongnya di sofa single depan ibunya. "Nggak mau dicariin ya soalnya lagi pdkt sama cewek, Bu."

Raut wajah Bu Cindy seketika berbinar, antusias mendengar omongan Omar. "Anak mana, Le? Langsung dilamar saja gimana? Ndak usah lama-lama pdkt-nya yang penting halal dulu jadi pdkt-nya dilanjut pas sudah nikah," saran Bu Cindy. Rasanya ia ingin segera melaksanakan niatnya agar pikirannya sedikit tenang mengingat bagaimana pergaulan zaman sekarang dan dirinya tak selalu bisa mengawasi mereka.

"Pakis, Buk. Kerjanya jadi kasir di pasar," sahut Omar yang memiliki nama panjang Omar Buraq.

"Nggak apa-apa. Kerja apa pun asal halal, anaknya baik, dan bisa bawa diri. Coba tanya anaknya kapan Ibuk sama Bapak bisa datang ke rumahnya."

Omar mengangguk cepat. Senyumnya terlihat lebar membayangkan
bagaimana reaksi perempuan yang menghuni hatinya. "Ngeh, Buk."

Wanita yang masih cantik di usia enam puluh itu, berbalik badan kepada Ammar. Ia sudah memutuskan untuk kali ini putranya tidak bisa menolak lagi. "Minggu sore jangan ke mana-mana. Kita ke rumah Pak Rusdi liat calonmu. Ra usah nolak. Pokoknya tahun ini kamu harus dah nikah. Bosen Ibuk ini lihat kamu luntang luntung sendirian."

Tbc.

Test ombak dulu yes. Eh kagak ding hehehe tetep jalan rame atau nggak 🤣



Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top