MW 01 || Arzenio K. Lloyd

Theo James as Arzen 😍☝☝☝

Ingat Arzen di Move On? Yep~ disini aku pinjam dia sebagai cowonya 😂😂😂 Jess-Zen sama" anak myungzy tapi beda cerita 😅 moga sesuai dengan imajinasi kalian ya 😆😆😆 udah dari dulu emang aku niat pake Arzen sebagai pasangannya Jessica tapi disini latar belakang Arzen beda ya dengan yg di move on 😁😁😁

Hope you enjoy~ 🙏🙏🙏
.
.

Matanya menelusuri kata perkata yang berada pada tumpukan lembaran di atas telapak tangannya, alisnya sesekali bertaut saat menemukan kata-kata yang sama sekali tidak sinkron dengan keinginannya, kemudian pada kalimat terakhir ia menarik nafas tajam lalu mengangkat kepalanya yang sejak tadi menunduk untuk membaca, menatap pria yang berdiri tepat di depan mejanya.

"Apa ini? Bagaimana bisa kita mendapatkan kerugian sebesar ini!"

Bentakan itu membuat pria yang sejak tadi berdiri merasa gemetar, dia masih menundukan kepalanya berusaha untuk berbicara—namun aura ketegangan yang terpancar dari atasannya membuatnya menjadi sangat gugup.

“James?” Suara itu sarat akan ancaman—membuat siapapun yang mendengarnya akan berlari ketakutan, seperti halnya pria itu—sekuat tenaga menahan kakinya untuk tidak segera berlari dari sana dan menguatkan hati menghadapi sang atasan.

"Be—berapa klien me—minta ganti rugi pada kita Sir.” James dengan bersusah payah menjelaskan, ia memejamkan mata saat mendengar hentakan keras dari meja kayu yang telah di plamir licin dihadapannya.

"Ganti rugi? Apa maksudmu?"

"Dua minggu yang lalu, Mrs. Ludwig komplain mengatakan bodyguard yang mengawalnya tidak dapat diandalkan," cicitnya.

Pria itu menggeram kasar, selama bertahun-tahun membangun perusahaannya—ia sama sekali tidak pernah memperkerjakan satu orangpun yang tidak berkompeten, semuanya telah tersaring dengan begitu ketat sehingga dia sangat yakin bahwa tidak akan ada kesalahan yang dilakukan oleh pegawainya, tapi mendapatkan komplain?

Ini kali pertama setelah 7 tahun merintis perusahaan multinasional yang bergerak di bidang keamanan itu.

"Siapa pengawal Mrs. Ludwig?" Tatapan tajamnya menusuk James sampai pria itu bahkan memundurkan langkahnya ke belakang, takut mendapat amukan dari sang atasan.

"I—itu, dia masih dalam masa uji coba, Sir." James tergagap semakin membuat pria itu murka, "Pe--Peter Albern."

"Pete?" James hanya mengangguk kaku, melihat wajah atasannya yang sudah diambang kesabaran—ia hanya mampu memejamkan mata, berdoa tidak mendapat imbas dari kesalahan yang telah dilakukan oleh orang lain.

"Keluarlah dan panggil Mr. Albern kemari."

__

"Arzen?"

"Don’t Arzen me!"

Peter berjengkit kaget saat mendengar teriakan pria itu, ia melangkah mendekat mengawasi Arzen yang menatapnya tajam, mengintai—seolah sedang mengamati mangsanya. Dia menghela nafas lalu duduk tepat dihadapan pria itu, mencoba mengabaikan segala kemarahan yang sedang bergelung dalam tubuh pria itu.

"Sir, anda memanggilku?" Peter mendengus, dia tidak pernah berniat bersikap formal pada Arzen. Semua hanya tuntutan pekerjaan—jika saja ia tidak membutuhkan ini, sudah pasti dia tidak mungkin mau repot-repot tunduk pada pria itu.

"Kau pikir apa yang sedang kau lakukan? Selama 7 tahun perusahaanku tidak pernah mendapat komplain! Dan baru sehari kau sudah membuatku merugi!"

"Woah—easy bro!" Peter menyahut, dia memutar bola matanya saat mengerti apa yang sedang dibicarakan oleh Arzen. Itu pasti masalah Mrs. Ludwig, klien pertamanya yang begitu merepotkan.

"Mrs. Ludwig hanya membesarkan masalah, aku tidak seceroboh itu." Peter membela diri membuat Arzen menatapnya tidak percaya, "aku serius—kau tau aku seperti apa. Itu hanya kesalahan kecil." Dia melanjutkan berusaha membuat Arzen percaya padanya.

“Jadi kesalahan apa yang kau lakukan?” Tanya Arzen yang sudah sedikit melunak.

“Aku hanya tidak sengaja melirik putrinya—” Peter mendengus, mengingat di hari pertamanya bekerja, ia mulai mengawal Mrs. Ludwig dikediaman wanita itu, disaat yang bersamaan putri bungsu Mrs. Ludwig akan keluar untuk bekerja. Dia melirik gadis itu saat melewati mereka dan Mrs. Ludwig menjadi murka saat menyadari lirikannya.

"Demi tuhan Zen! Hanya sepersekian detik aku meliriknya, itupun karena dia melewati kami!" Peter kembali berseru, ia merasa muak mengingat kejadian itu karena setelahnya kelakuan Mrs. Ludwig menjadi luar biasa berlebihan.

"Tapi dia tetap klien kita Pete. Kau seharusnya professional. Dan lagi untuk apa kau melirik putrinya eh?" Arzen mendengus kearah Peter, dia tidak tau jika masalahnya hanya sepele tapi benar-benar membuat kerugian yang besar untuknya.

"Siapa yang bisa menolak pesona anak bungsu keluarga Ludwig, Zen? Jika kau diposisiku, aku yakin kau juga akan melakukannya." Peter menyeringai pada Arzen yang dibalas decakan malas oleh pria itu.

"Keluarlah—aku sudah menemukan jawabannya! Lain kali jika kau turun lapangan jaga matamu!"

Arzen mendesis menatap tajam Peter sebelum membiarkan pria itu keluar dari ruangannya dan kembali bergelut dengan beberapa kontrak yang baru saja diusulkan oleh beberapa kliennya.

____

Arzen mengangkat alis saat melihat Peter membanting ringan ponselnya yang sedang berdering ke atas meja setelah mengintipnya sebentar, menoleh untuk menatap wajah masam pria itu—ia jadi berpikir bahwa sesuatu mungkin telah terjadi.

"Siapa yang menelpon?"

"Jess."

"Kekasihmu?"

Peter mengangguk malas memilih meraih gelasnya lalu mengedarkan pandangan, mencari-cari wanita yang mungkin bisa menghangatkannya.

"Jadi kenapa tidak diangkat?"

"Sejak kapan kau jadi banyak tanya seperti ini, Zen?" Arzen tertawa lalu menyandarkan tubuhnya di sofa.

"Hanya sedikit kasihan pada gadis itu—sepertinya dia sangat menyukaimu, tapi kamu malah—" Arzen menunjuk mata Peter yang jelalatan mencari wanita, Peter hanya mendengus lalu tersenyum bodoh.

"Kenapa mengajaknya pacaran kalau cuma mau main-main?"

"Awalnya aku berniat serius—tapi, dia benar-benar kuno. Kita kenal sudah 3 bulan, pacaran hampir sebulan tapi bertemu cuma dua kali setelah pacaran dan dia bahkan tidak mengizinkanku untuk menciumnya." Peter bergidik membayangkan, "untuk memegang tangannya saja butuh usaha yang keras—aku tidak bisa seperti itu." Sambungnya jengah.

Arzen tertawa, ia tidak habis pikir darimana Peter bisa mendapatkan wanita seburuk itu. Hell! Sudah kenal selama 3 bulan dan dia baru bisa menyentuh tangannya? Jika bersama wanita normal mungkin hanya dua hari mereka sudah bisa diajak ke ranjang untuk bergulat.

"Sepertinya kau benar-benar sial brother."

"Ya dan mau tau kabar buruknya?" Arzen mengangkat alisnya pertanda bahwa dia cukup tertarik mengetahui hal tersebut, “baru sehari kami pacaran dia sudah pulang kampung untuk menghabiskan liburan musim panasnya! Belum lagi ayahnya yang marah-marah tidak jelas padaku." Peter mengomel membuat Arzen kembali tertawa.

"Dimana kau menemukan gadis ajaib itu?"

"Kami tidak sengaja bertemu di swalayan—kupikir dia adalah gadis yang cukup menarik jadi aku mendekatinya. Eh nyatanya dia sangat ketinggalan jaman." Peter terkekeh merasa bodoh.

"Jadi apa yang akan kau lakukan?"

"Entah—mungkin saat dia pulang nanti kita akan membicarakan hubungan ini lagi, I can’t handle a relationship without kiss and sex."

Mereka kemudian tertawa, siapapun tau bahwa kedua hal itu adalah hal yang harus dijunjung tinggi dalam suatu hubungan. Tanpa itu, semuanya akan terasa sangat hambar.

____

Arzen menarik lepas ikatan dasi yang melilit lehernya, membuka kancing teratas kemejanya agar bisa bernafas lebih ringan. Ia menghela nafas, seharian ini terlalu banyak klien yang bermasalah sehingga membuatnya terpaksa lembur dan baru menginjakkan kaki di rumahnya hampir tengah malam.

Saat kakinya melangkah melewati ruang tengah, matanya tidak sengaja menangkap pigura yang menampilkan foto kedua orang tuanya—ia tersenyum sejenak lalu melangkah menuju dapur. Mengambil botol air mineral kemudian menghabiskannya dalam sekejap mata.

Arzen menjatuhkan tubuhnya di atas sofa lalu mengeluarkan ponsel dari dalam saku jas yang sudah dia lepaskan, memilih untuk menghubungi ayahnya.

"Dad," Arzen tersenyum saat sapaan diseberang terdengar, "aku baru pulang kerja—biasa lembur—ah Mom? Katakan aku juga merindukannya—yeah, aku akan kesana nanti—How about Kimmy?"

Arzen tersenyum mendengar celotehan ayahnya mengenai ibu serta adiknya yang telah dewasa itu, ia sudah sangat merindukan keluarganya, sudah sangat lama sejak pertemuan terakhir mereka.

"What? Tentu, aku selalu menantikan kedatangan Kimmy, Dad. Liburan tahun ini terasa sepi tanpa kunjungannya."

Kimberly, atau sering disapanya Kimmy—adik satu-satunya yang paling cantik karena sisanya ia memiliki dua adik laki-laki. Gadis itu selalu datang mengunjunginya tiap liburan musim panas berlangsung, namun tahun ini gadis manisnya tidak bisa datang karena sudah mulai bekerja dan Arzen sangat menyayangkan hal tersebut.

"Oh ya, aku juga sudah akan tidur—Bye dad, love you."

Setelah memutuskan sambungan teleponnya Arzen beranjak menuju kamar mandi, membersihkan tubuh sebelum bergelung di atas ranjangnya yang empuk adalah sebuah kegiatan yang wajib dia lakukan setelah seharian bekerja.

____

[Mistaken Wedding pt.1 | 13/03/17]

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top