Mistaken Wedding || PROLOGUE
Prolognya dulu ya, ini untuk pemanasan 😁 biarpun ini orifict aku harap ada lah satu dua org yg baca 😆😆😆
Ini baru pembuka.
Gimana? Pertama kalinya aku nulis bukan Suzy dan Myungsoo, ehehe aneh kah?
So happy reading, Oke aku tunggu pendapat kalian gimana, semoga pada suka 😉 sekali lagi maaf mengecewakan 🙏
Cerita ini di update tergantung mood ya 😅 dan saat ini statusnya masih coming soon belum on going kok 👌
.
.
Geraman kesal tak sanggup ditahan oleh seorang pria paruh baya saat menatap anak gadisnya. Mata sipitnya menatap nyalang pada gadis itu, lebih tepatnya pada mahkota gadisnya yang biasanya terurai indah dengan warna cokelat gelap yang alami, namun kini telah berubah warna.
"Jisoo--"
"Jessica Dad, it's Jessica."
Sanggahan itu membuat pria itu menekan bibirnya rapat-rapat, melihat wajahnya yang sudah mengeras saat ini jelas sekali bahwa ia sedang menahan emosinya yang sebentar lagi siap meledak.
"Jisoo," Kini sebuah suara merdu yang berasal dari wanita disamping pria itu membuat sang gadis kembali mendengus.
"Mom please, it's Jessica."
"Kim Jisoo, kau--"
"Sayang, tenanglah."
Wanita itu mengelus pelan dada suaminya, berusaha untuk meredam emosi pria itu, setelahnya ia menatap tajam putri sulungnya.
"Baiklah, Jessica? Jadi jelaskan pada kami apa maksud semua ini? Kemana rambutmu?"
Jessica meringis saat mendengar bentakan ibunya, namun hanya sebentar karena ia sudah menghela nafas panjang lalu menatap menantang pada orangtuanya.
"Warna rambut ini lagi jadi trend disekolah mom, tidak perlu berlebihan," ujarnya acuh, ayahnya yang tadi diam saja tiba-tiba menggeram lalu menarik anaknya untuk duduk disofa. Ini saatnya menghakimi segala tindak tanduk yang ditimbulkan oleh gadisnya itu.
"Katakan pada Daddy, apa yang kau inginkan? Jisooku bukanlah seorang pemberontak seperti ini--dia adalah gadis yang manis. Jadi katakan apa yang kau inginkan dan kembalikan Jisoo kami."
Jessica tau, jika ayahnya sudah berkata seperti ini berarti tidak ada lagi celah untuknya berkelit. Ayahnya selalu memberikan kalimat yang sama setiap ia membuat masalah disekolah maupun di rumah, tapi tidak ada seorangpun yang mengetahui alasannya mengapa setahun terakhir ia bersikap berontak.
"Kim Jisoo?" Ayahnya mendesis menunggu jawaban, ia melirik Ibunya yang duduk tenang disamping ayahnya namun tidak berniat untuk membantunya, God! Dia benar-benar tidak memiliki sekutu di rumah ini.
"Aku ingin kuliah di Birmingham."
Kalimat yang dilontarkan olehnya seketika membuat kedua orangtuanya menegang, wajah mereka menyiratkan keterkejutan yang amat dalam sehingga membuat Jessica mendesah panjang, sudah tau jawaban dari permintaannya.
"Ka--kau apa?"
"Daddy mendengarku dengan jelas."
Tarikan nafas tajam berasal dari ayahnya membuat Jessica mengatupkan bibir, ia tidak suka keadaan ini--selalu membuatnya merasa terintimidasi seolah-olah ia adalah seorang tersangka yang sedang di hakimi.
"Jessie, kau tau jawaban kami. Kau bisa kuliah di sini. Banyak universitas yang bagus di sini." Ibunya mulai bersuara, saat tidak ada satu katapun keluar dari suami dan anaknya.
"Apa yang membuatmu memilih kuliah di sana?"
Jessica menatap ayahnya tiba-tiba saat pertanyaan itu terlontar, ia menggelengkan kepalanya lalu menunduk.
"Dad terlalu mengekangku dan aku jengah dengan semua peraturan Daddy. Aku sudah dewasa. Sudah bisa memilih sendiri, aku ingin mandiri." Jelasnya dengan suara pelan, tidak menyadari wajah ayahnya terlihat terluka saat mendengar itu.
"Aku tetap akan ke Birmingham, dengan atau tanpa persetujuan kalian." Setelahnya Jessica meninggalkan ruangan itu tanpa repot-repot mendengar balasan dari orang tuanya.
"Sayang--"
"Putriku? Dia--dia merasa aku mengekangnya?" Pria itu berbisik lirih dengan wajah tertunduk membuat sang istri memeluknya dari samping.
"Ego Jisoo masih labil sayang, jangan memikirkan kata-katanya. Dia tidak bermaksud mengatakan itu."
"Jisooku--Jisoo membenciku. Aku hanya ingin menjaganya, menjaga gadisku."
"Aku tau--aku tau, jangan berpikir macam-macam. Aku akan berbicara padanya."
Pria itu hanya diam, dipikirannya kini berkelana pada semua larangan serta batasan-batasan yang diberikannya pada anak gadisnya setelah beranjak remaja. Ia hanya memikirkan kebahagiaan putrinya, tidak ingin gadisnya disakiti oleh seorang pria brengsek makanya ia sangat menjaga Jisoo. Tapi ia tidak menyangka jika kekhawatirannya itu malah membuat anak itu malah membencinya.
___
"Jisoo--"
Sooji tertegun saat memasuki kamar anaknya dan mendapati gadis itu sedang terduduk menyandar diranjang dengan kepala yang tenggelam diantara kedua lututnya yang ditekuk, anak gadisnya sedang menangis.
"Hei sayang, kamu kenapa?" Sooji langsung mendekati anaknya lalu memeluk gadis itu.
"Mom--maafkan aku," bisiknya lirih membuat Sooji menggeleng pelan.
"Jisoo telah menyakiti Daddy dan Mommy."
"Tidak sayang, jangan menangis ya--Mom mengerti. Sekarang berhenti menangis dan ceritakan pada Mommy."
Sooji mengangkat wajah Jisoo dan mengusap air matanya, ia tersenyum kecil saat melihat wajah cemberut anak gadisnya itu.
"Aku benar-benar ingin kuliah di Birmigham Mom, aku sudah memikirkannya sejak tahun lalu." Ucapnya dengan suara serak membuat Sooji menghela nafas panjang.
"Kamu tau ayahmu seperti apa, dia tidak mungkin mengizinkanmu berada jauh dari kami." Sooji menggeleng pelan.
"Aku tau Mom. Aku juga tidak akan sanggup hidup jauh dari kalian--"
"Lalu mengapa kamu ingin ke Birmingham? Apa benar karena ayahmu terlalu mengekangmu?"
Jisoo terdiam, sebagian besar alasannya memang karena itu--tapi ia sadar bahwa tidak pantas menyalahkan ayahnya karena ia tau ayahnya melakukan semua itu demi kebaikannya.
"Mom kan tau bagaimana Daddy terlalu memanjakanku, dia sangat menjagaku--aku tau itu, semua larangannya semata-mata untuk menjagaku. Aku tau," dia berhenti sejenak lalu menghela nafas panjang.
"Tapi aku sudah akan berusia 20. Aku akan dewasa--aku ingin mandiri, tidak ingin terus-terusan menjadi beban kalian."
"Hei, jangan berbicara seperti itu. Kau adalah kewajiban kami sayang, jadi tidak mungkin kamu menjadi beban," Sooji memprotes ucapan Jisoo dengan tegas.
"Maaf--tapi aku juga butuh kebebasan Mom, disaat teman-temanku asik menghabiskan waktu liburan di pantai atau camping dipegunungan, aku malah harus berdiam di kamar karena batasan Daddy. Aku--aku ingin berteman, aku juga ingin melakukan apa yang biasanya anak gadis lakukan bersama teman-temannya, bukannya mendekam di rumah setiap waktu."
Sooji mendengar dengan seksama segala keluhan anak gadisnya, selama ini Jisoo tidak pernah mengeluh jadi ia bepikir bahwa semuanya baik-baik saja. Namun nyatanya, anaknya malah merasa tertekan.
"Aku tau niat Daddy sangat baik untukku, aku mengerti apa yang dirisaukannya. Tapi tidak bisakah kalian memberiku kepercayaan sedikit saja?"
"Sayang--kami percaya padamu," Jisoo tersenyum miris dan menggelengkan kepalanya.
"Apa kalian berpikir dengan memberi kebebasan padaku akan menjadikanku wanita liar? Pergaulan bebas?" Jisoo menatap ibunya yang hanya diam saja, "aku masih memiliki moral Mom, aku masih mengingat semua ajaran kalian--itu membuatku sakit saat tau bahwa kalian berpikir jika aku akan menjadi wanita murahan," bisiknya diakhir kalimat membuat Sooji melotot lebar.
"Kami tidak pernah berpikir seperti itu Jisoo! Jaga mulutmu--kau anak baik-baik." Bentak Sooji, dia merasa marah karena perkataan Jisoo yang merendahkan dirinya sendiri.
"Kalau begitu izinkan aku untuk kuliah di Birmingham, aku hanya butuh sedikit kebebasan dan kepercayaan dari kalian," Jisoo memelas menatap ibunya, berharap mendapat dukungan dan ibunya mau membantu membujuk ayahnya.
"Jisoo--"
"Kalian masih bisa memantauku melalui uncle Sam."
Jisoo mencoba membujuk lagi, menyebutkan nama pamannya sudah pasti membuat ibunya akan berpikir ulang untuk menolak permintaannya, hingga saat melihat kepala ibunya mengangguk, ia tersenyum lebar dan memeluk tubuh ibunya erat.
"Terima kasih Mom, thank you. I love you."
Tanpa disadari oleh keduanya--diambang pintu kamar, Myungsoo berdiri mendengar semua percakapan itu, kepalanya terkulai menyandar ke dinding menimbang segala perkataan anaknya.
"Apakah aku sekeras itu padamu sayang?" Bisiknya lirih dengan mata terpejam. Hatinya sangat sakit saat mendengar semua keluhan Jisoo, dia tidak menyangka bahwa putrinya menyimpan semuanya selama ini.
Wajar jika gadis itu terkesan memberontak akhir-akhir ini.
Semua karena kesalahannya.
____
Jessica sedang mengepack beberapa pakaiannya yang tersisa ke dalam koper, setelah sebelumnya ia telah mengirim seluruh barang-barang yang diperlukannya terlebih dahulu dengan menggunakan jasa ekspedisi ke Birmingham.
Kepalanya menoleh saat mendengar ketukan di pintu kamarnya yang terbuka lebar, seketika ia tersenyum saat melihat ayahnya di sana.
"Daddy, come in."
Myungsoo tersenyum mendekati gadisnya, ikut bergabung bersama Jessica di atas karpet.
"Kamu benar-benar pergi sayang?" Jessica menoleh mendapati ayahnya sedang menatapnya sendu, yang mau tak mau membuatnya ikut merasa sedih. Setelah ketegangan yang terjadi diantara mereka dua minggu lalu, tiba-tiba saja ayahnya memberikan izin kepadanya untuk melanjutkan kuliahnya di Birmingham. Bahkan Ibunya belum sempat membujuk, tapi izin itu sudah keluar dengan sendirinya dan saat itu Jessica hanya mampu melemparkan dirinya dalam dekapan hangat ayahnya dan mencium pria itu berkali-kali dengan menggumamkan terima kasih serta rasa cintanya.
Sekarang segala urusan kepindahannya telah selesai. Besok siang adalah waktu penerbangannya dan ia merasa sedikit tidak rela jika harus meninggalkan rumah ini, terlebih melihat ekspresi wajah ayahnya yang sangat sedih saat ini.
"Maafkan Jisoo," ia langsung memeluk pinggang ayahnya dan menyandarkan kepadanya di dada hangat pria itu, "Jisoo akan jadi anak yang baik Dad. Jisoo akan patuh pada uncle Sam. Daddy jangan khawatir," bisiknya lirih, saat merasakan rangkulan ayahnya mengetat ia tidak tahan untuk tidak meneteskan airmatanya.
"Anak Daddy sudah sangat besar ya? Rasanya baru kemarin Dad menggendongmu saat kamu lahir."
"I'm still your baby girl, Dad. I am."
Myungsoo tersenyum mencium puncak kepala anak gadisnya, ia sama sekali tidak merasa bahwa sudah 12 tahun lebih terlewati--masih sangat teringat dibenaknya bagaimana perasaannya saat pertama kali bertemu Jisoo setelah berpisah selama hampir 8 tahun, perasaannya masih sama kala itu. Dan sekarang ia tidak menyangka jika anak gadisnya sudah sedewasa ini dan sebentar lagi akan berpisah darinya.
"Dad mencintaimu, kamu tau itu kan? Maafkan Daddy kalau selama ini membuatmu merasa tertekan. Dad hanya khawatir--kamu tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik." Dia tersenyum mendengar penuturan ayahnya, entah kapan ayahnya akan bosan untuk mengatakan bahwa dia cantik.
"Aku juga sangat mencintaimu Dad, seharusnya Jisoo yang minta maaf--maaf karena sudah nakal selama ini. Maaf sudah membuat Daddy terluka, Jisoo tau Daddy melakukannya karena Dad mencintaiku."
Jessica mengeratkan pelukannya, menyimpan perasaan hangat itu didalam hati dan pikirannya. Ini adalah hari terakhirnya bersama kedua orangtua serta adik-adiknya--besok dia akan memulai kehidupan barunya di tempat yang baru.
"Malam ini Jisoo mau tidur bersama Daddy dan Mommy," bisiknya pelan, Myungsoo menganggukan kepala mencium pelipis Jisoo.
"Bersama Jeungyeon dan Jungseok juga?" Mendengar nama kedua adiknya membuat Jessica mengangguk antusias--ia jelas akan merindukan keributan dua adik kecilnya itu nanti.
"Aku akan merindukan kalian semua," isaknya pelan, semakin menenggelamkan wajahnya di dada Myungsoo.
"Ssttt, sayang--kamu bisa pulang kapanpun kamu merindukan kami, jangan menangis ya. Jisoo sudah besar, tidak boleh menangis lagi."
Myungsoo mengusap punggung anak gadisnya untuk menenangkan, sebenarnya masih tidak rela untuk membiarkan gadisnya pergi, tapi ia tidak ingin menjadi ayah yang otoriter. Jadi dengan sangat terpaksa dia membiarkan Jisoo melakukan keinginannya.
Ini adalah salah satu keputusan terbesarnya seumur hidup--melepaskan anak gadisnya untuk tinggal di negri orang dan jauh darinya. Namun ia tidak terlalu khawatir karena disana penjaga Jisoo sudah bersiap, Sam jelas telah menerima tugasnya untuk menjaga Jisoo. Dia percaya Sam akan menjaga Jisoo seperti anaknya sendiri jadi kekhawatirannya bisa sedikit berkurang.
Tetapi, masa depan siapa yang bisa menjaminnya? Hari ini mungkin semuanya akan berjalan baik-baik saja tapi siapa yang tau apa yang akan terjadi besok?
Malam itu--Myungsoo berpikir ia telah mengambil keputusan yang sangat tepat dengan melepaskan putri sulungnya, tetapi yang terjadi selanjutnya--ia hanya bisa menyesali dan menyalahkan dirinya sendiri atas apa yang telah terjadi.
____
[02/03/17]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top