Bab 17 ( Fakta)

Setelah terjadinya kecelakaan Rea dan Oliveria, semua warga penduduk diajak Pak RT bergotong royong untuk merapikan semua bebatuan yang ada.

Walaupun tidak semuanya, tapi terlihat lebih aman. Dan untuk mencegahnya juga dipasangi pagar pembatas di daerah yang membahayakan pengunjung, dipasangi papan pemberitahuan dan dibangun pondok tempat istirahat.

Tiba-tiba seorang warga berlari mendekati Pak RT. "Pak, aku menemukan ini di dekat lokasi kecelakaan."

"Kalau gitu disimpan saja, mungkin nanti pemiliknya akan mencarinya."

"Pak, ini sepertinya rusak dech. Tak hidup."

Seorang pria memakai baju santai mendengar percakapan itu, dia pun akhirnya mendekati mereka.

"Siang, Pak. Bisa aku lihat handycam-nya, mungkin aku bisa menghidupkannya?" tawaran seorang pendaki gunung.

"Oh, kalau gitu silakan, Nak. Semoga saja tahu pemiliknya siapa." Pak RT berharap bisa mengembalikan handycam ke pemiliknya.

Setelah diperiksa oleh pria asing itu, rupanya hanya kehabisan baterai. "Oh, hanya habis baterai."

Pria itu mengeluarkan power bank-nya, dicolokin ke tempat pengecas, sebentar saja handycam-nya bisa hidup.

Setelah dibuka-buka tempat penyimpanan. Pria itu terkejut karena ada rekaman video tentang kecelakaan itu terjadi.

"Pak, lihat ini kecelakaan kemarin, 'kan?" Pak RT-nya langsung mengangguk membenarkan.

"Aku minta ijin untuk membawa handycam ini sebagai bukti kejadian tempo hari itu murni kecelakaan," lanjut pria itu.

"Maaf, tapi Anda siapa? Sebaiknya aku hubungi pihak SMU Pertiwi saja." penolakan Pak RT sudah sangat jelas.

"Aku utusan dari Pak Manuel dan SMU Pertiwi. Pak Manuel meminta aku mencari saksi atau bukti atas kecelakaan tersebut, bahwa terjadi bukan kesalahan putrinya. Pak RT bisa telepon ke sana." penjelasan Thory didengar baik oleh Pak RT.

"Baiklah, aku akan memastikannya." segera Pak RT menelepon ke pihak SMU Pertiwi.

Pihak sekolah membenarkan hal tersebut, Pak RT segera memberikan handycam-nya pada Thory.

"Maaf ya, Nak Thory. Ini kartu identitasmu, sudah kami simpan kopiannya." Pak RT sambil bersalaman pada Thory.

Thory membalasnya dengan ramah. "Tak apa-apa, Pak. Ini sebagai formalitas, aku mengerti."

Setelah selesai, Thory menelepon Manuel.

"Pak, bukti sudah ada di tanganku." Thory sedang membolak-balikkan handycam tersebut.

'Kirim videonya ke emailku. Dan kamu segera kembali langsung menuju sekolah.'

"Baik, Pak." Thory segera memproses handycam tersebut melalui laptopnya di dalam mobil miliknya, yang masih terparkir manis di tempat parkiran.

Setelah dikirim ke email Manuel, barulah Thory membawa mobilnya meninggalkan lokasi kecelakaan.

~***~

Ruangan gelap tak bercahaya, layar putih mengisi film kejadian kecelakaan Rea dan Oliveria.

Ramainya pemuda pemudi duduk di bagian penumpang, orangtua dan wali murid juga ikut serta berada di sana.

Semua tercengang menyaksikan peristiwa itu, kejadian yang tak seharusnya menjadikan Leony sebagai pihak bersalah.

Menghukumnya tanpa mencari tahu kebenaran yang sesungguhnya. Sungguh suatu tindakan yang begitu menyakitkan.

Setelah semua orang menyaksikan hal itu, Manuel juga meminta kirim ke semua telepon genggam milik orangtua serta murid SMU Pertiwi tanpa kecuali.

Telepon Rea ikut bergetar. Sarah, mamanya Rea yang menemani anak gadisnya segera meraih telepon genggam milik Rea dan melihat video yang dikirim Manuel.

Sarah mendengus. "Bagaimanapun juga Leony lah yang membuat Rea terluka parah. Aku tak bakal memaafkannya."

Di sisi lain, telepon genggam milik Oliveria berbunyi.

Oliveria meraihnya ingin melihat, tapi dia lupa matanya tak dapat melihat apa pun.

"Ma, lihatkan siapa dan apa yang dikirim?" Elaine meraihnya dan membuka pesan multimedia.

Mata Elaine terbelalak, menghapus segera video itu. Menyimpan fakta yang sesungguhnya.

"Apa, Ma?" tanya Oliveria yang menoleh ke suara keberadaan Elaine.

Memang dia tak dapat melihat, tapi daya indera peraba, pendengaran dan penciuman meningkat.

"Tidak apa-apa, ada yang salah kirim. Kamu istirahat saja. " Elaine kembali merapikan selimut Oliveria.

"Tidak akan aku melepaskan kesempatan ini, untuk mendapatkan apa yang aku mau dan menyembuhkanmu, Oliv," gumamnya di luar kamar.

~***~

Setelah video itu tersebar, kehidupan Leony di sekolah sudah kembali normal.

Siswi yang membully-nya juga sudah dihukum dari pihak sekolah dan diberi surat peringatan yang diketahui orangtuanya.

Dan teman-teman yang menjauhinya juga mulai meminta maaf pada Leony.

Setelahnya jadwal Leony berubah total, paginya dia akan bersama mamanya memasak dan membuat kue ataupun cookies.

Setelah pulang sekolah, dia akan ke rumah sakit menemani Rea mengikuti terapi dan merawat kebutuhan Oliveria.

Masakan yang disiapkan di pagi hari akan diantar Hanita, melewati perawat dengan atas nama Ony. Perawat akan menyampaikan ini titipan dari Ony, karena Ony sedang sekolah.

Hari -hari berlalu itulah rutinitas Leony, sesibuk apa pun dirinya tetap sehabis sekolah akan mengunjungi Rea dan Oliveria.

Bulan berganti bulan, ini telah memasuki empat bulan dari hari kecelakaan. Rea belum bisa berjalan, tiap terapi dia selalu mengeluh kesakitan. Sedangkan Oliveria juga masih belum pulih penglihatannya,hanya bayang-bayang yang ditangkapnya.

Leony heran kenapa pemulihan mereka begitu lama, maka dia meminta bantuan Manuel untuk bertemu dengan dokter yang merawat Rea dan Oliveria.

Manuel yang menyanyangi Leony, tentu saja segera mengabulkan permintaan Leony.

Saat inilah Manuel yang berada di ruang pribadi Dokter Deon yang merawat Rea bersama Leony dan Zeroun.

Semenjak jadwal padat Leony antara sekolah dan rumah sakit, untuk bisa punya waktu yang banyak bersama Leony, Zeroun memilih menjadi supir pribadinya. Ke mana pun Leony pergi, dia akan mengantarnya.

"Dokter, bagaimana perkembangan Rea?" tanya Manuel dengan nada sopan.

Leony yang menunggu jawaban sang dokter dengan perasaan cemas dan tak tentram.

Leony takut, takut Rea tak lagi dapat berdiri sempurna. Berdiri dua kaki mengejar impiannya.

"Dia sudah sembuh, sungguh … hasil foto Rontgen bahkan menunjukkan pertumbuhan kallus sangat baik. Sepertinya dia tak ingin cepat berjalan normal kembali, kemungkinan dia menyimpan alasan lain." penjelasan Dokter Deon membuat Leony ingin bertanya pada Rea.

"Baiklah, Dokter. Makasih atas penjelasannya." Manuel bersalaman dengan dokter yang menangani Rea. Lalu mereka pamit menuju ke ruangan Dokter Faiz.

Sesampai di depan pintu, Manuel menggetuknya. Langsung mendapat sahutan dari dalam.

"Siang, Dokter Faiz," sapa Manuel akrab.

"Apa kabar, Manuel? Hanita tak ikut? Ini mirip sekali dengan Hanita." Faiz menunjuk Leony.

Leony menatap Manuel bingung. "Perkenalkan ini anakku, Leony. Nak, ini Om Faiz sahabat Papa saat SMU."

"Salam kenal, Om Faiz." Leony bersalaman dengan Faiz.

"Salam kenal, Leony. Wah, sudah dewasa ya? Yang ini pasti pacarmu ya, Leony?" Faiz menunjuk Zeroun, Zeroun langsung mengangguk dan menggeleng kemudian.

Mereka semua tertawa karena reaksi Zeroun yang lucu. Sedangkan Zeroun menggaruk kepalanya yang tak gatal.

Setelah tawa Manuel mereda. "Ini Zeroun, teman dekat Leony. Ke mana pun akan selalu membuntutinya." Faiz mengangguk menandakan dia memahaminya.

"Balik ke topik, ada apa kamu menemuiku?" tanya Faiz sambil mempersilakan mereka duduk.

"Cuma mau tahu perkembangan pasienmu yang bernama Oliveria Elzhar." Manuel mengatakannya, dan Leony menunggu jawaban dengan jantungnya yang berdebar.

"Oh, dia ya. Dia itu terkena peradangan pada ujung saraf mata. Jadi pengobatannya berjalan lama," ucap Faiz dengan santai.

"Hah, dia bukannya kehilangan penglihatan karena kecelakaan ya?" tanya Zeroun yang agak terkejut mendapat fakta penyakit yang dialami Oliveria.

"Bukan. Dia itu diserang virus papilitis, kemungkinan sudah lama, tapi gejala mengganggu penglihatan muncul saat dia kecelakaan. Jadi dia sekarang lagi menggunakan obat kortikosteroid."

"Jangan-jangan malam api unggun itu dia juga mengalami gejalanya, makanya kayu bakar yang dibawanya terlepas begitu saja," gumam Leony mengingat malam perkemahan itu.

"Ya, benar. Akan tetapi, pengobatan steroid tak berlangsung lancar. Dimana orangtuanya juga tak mampu membayarnya secara tuntas, jadi pemulihannya jadi lambat." penjelasan Faiz membuat Manuel bangkit dari duduk nyamannya.

"Bukannya aku tiap bulan sudah memberinya sejumlah uang untuk Elaine," ungkap Manuel.

"Kalau gitu, Papa langsung bayar ke rumah sakit saja. Tak perlu lewat Tante Elaine." Leony memberi usul pada Manuel.

"Baiklah, lanjutkan pengobatannya. Aku ingin dia segera pulih," pinta Manuel sambil menatap Leony.

"Tak masalah." Faiz menyetujui permintaan Manuel.

Selama Rea dan Oliveria di rumah sakit, semua biaya ditanggung Papanya Leony. Manuel melakukan ini untuk mengurangi perasaan bersalah Leony, tapi nyatanya Leony memang tak bersalah atas peristiwa itu.

~***~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top