06. ipar
"Ayah, Solar ada di depan rumah."
Pria tua itu memasang senyum penuh artinya, dia menjentikkan jarinya, dan menyuruh anak laki-lakinya memanggil si tamu.
"Suruh dia masuk. Langsung ke sini."
Tanpa membantah, anak laki-lakinya keluar dari ruangan si ayah dan segera memanggil tamu yang sudah menunggu di depan rumah.
"Kata ayah, langsung ke ruangannya."
Solar mengangguk paham, ia melepaskan alas kakinya dan melangkah maju ke dalam rumah milik pria yang ingin dia temui itu.
"Makasih, Kak [Your Older Brother]."
"Tetep semangat, apapun hasilnya, Lar."
Ucapan dari iparnya itu berhasil membuat dia sedikit tenang. "Iya. Pasti, kok."
"Kalo ayah nanti ngomong yang bikin lo sakit hati, bilang aja, ya. Gue paham kok kenapa ayah kayak gitu, apalagi [Name] itu satu-satunya anak perempuan di sini."
Si ipar menepuk pundak Solar dua kali, "kalo lo cerai sama adek cewek gue juga yaa lo tetep gue anggep adek gue. Kita selalu buka pintu welcome buat lo, Lar."
"Hahaha, iya. Lagian juga aku yakin aku gak bakal cerai sama [Name], kok. Aku bakal berusaha sebisa mungkin."
"PD banget, lo. Tapi gue dukung."
.
.
.
.
.
Kriing! Kriing!
Suara alarm mengusik tidur Solar. Membuat pria itu mengerang kesal dan menindih kepalanya dengan bantal yang habis ia pakai.
Haish, mimpi itu lagi. Batinnya. Ini sudah ke sekian kalinya dia bermimpi tentang kejadian setahun yang lalu―sebelum Cahaya lahir.
"Hari Sabtu ... udahlah, males-malesan aja."
Niat Solar, sih, begitu. Tapi dia malah dapat ketukan pintu yang Solar duga itu [Name].
"[Name], 5 menit lagi!" teriaknya.
Cklek.
Biasanya [Name] hanya mengiyakan dan langsung pergi begitu saja. Namun kali ini, pintu kamar Solar malah dibuka. Yang membuat Solar terkejut adalah, orang itu bukan [Name].
Melainkan kakaknya.
"Masih mau males-malesan?"
"Eeh! Ka-kakak, hahaha, apa kabar?"
Solar mengubah posisinya menjadi duduk, ia merapikan dahulu rambutnya juga bajunya. Astaga, apa yang dilakukan kakak iparnya pagi-pagi seperti ini?
"Ya gapapa, sih, kalo mau males-malesan. Toh ini masih jam setengah tujuh pagi."
"Enggak, enggak. Kenapa, Kak?"
Kakaknya [Name], atau [Your Older Brother] sedikit memijat pelipisnya. Ia berjalan mendekati ranjang Solar, sebelum menyadari sesuatu yang berbeda.
"... Kalian pisah kamar?"
"Iya. Semenjak Cahaya lahir."
"Hubungan kalian tuh kenapa jadi gini, sih?"
Solar memutar mata males. "Udah ah, kenapa kesini?"
"Nah, mulai keluar nih gak sopannya."
Si kakak ipar sedikit tertawa kecil, sebelum akhirnya dia mengeluarkan amplop dari kantungnya.
"Ada pesan baru dari ayah."
Lima kata itu, mampu membuat Solar tegang secara tiba-tiba. "A-apa isinya?"
"Baca aja sendiri." ujarnya sambil memberi Solar amplop itu. Ada dua lembar surat di dalamnya. Padahal sih, ya, bisa dikirim lewat ponsel saja. Toh teknologi sudah semakin maju. Sudah beda jaman.
Tapi, ayah dari tiga anak ini lebih suka berkomunikasi lewat surat ataupun amplop.
"... Serius?"
[Your Older Brother] tertawa kecil, dia lihat wajah Solar yang semakin pucat dan nampak tak percaya dengan setiap kata yang tertulis di surat itu.
"Hidup lo berat banget, ya, Lar?"
"Kak ... sekarang aku harus gimana?"
"Cuci muka. Lo baru bangun."
"Serius, Kak!"
❛❛Jika bisa kuhindari garis interaksi, itu yang kupilih.❜❜
"Pagi Kak, [Name], eh ada [Your Young Brother] juga disini? Pagi,"
Astaga, Solar tak menyangka jika saudara [Name] datang secara tiba-tiba seperti ini.
"Cahaya masih tidur?"
"Masih, Dek. Udahlah, kalian kesini cuma mau numpang makan, kan?" [Name] menggigit roti dengan kasar, tanda ia kesal dengan kedatangan saudaranya yang mendadak ini.
Keduanya hanya nyengir kuda. "Ya gak cuma itu, lah. Kita kesini juga karena pengen ketemu kamu, loh, [Name]. Kamu gak kangen sama adek-kakakmu yang ganteng-ganteng gini?"
"Gantengan juga Solar!"
Karena saking kesalnya, tanpa sadar [Name] langsung mengeluarkan kata-kata begitu saja, dan hal itu membuat keadaan hening seketika.
"Apa!?"
Jika kalian tanya bagaimana Solar sekarang, wajahnya sudah memerah padam. Jarang loh dia dipuji tampan oleh istri sendiri.
"Jiakh, cie-cieee. Ada yang dibilang ganteng."
Aduh, rasanya [Name] ingin mengusir kedua saudaranya keluar dari rumah dia. Lagipula, kenapa sih kata itu harus keluar dari mulutnya?? Sekarang ia jadi malu setengah mati, kan.
"Ya udah sih, tadi cuma asal ngomong."
"Asal ngomong gak, tuh."
"... KELUAR LO BERDUA."
Nah, kan, ngamuk. Untung Solar segera menarik lengan istrinya dan mengunci semua pergerakan istrinya dengan memeluknya dari belakang. Kalau tidak, sepertinya centong sudah mengenai wajah tampan kakak iparnya.
"KaTik masih galak banget. Gak berubah."
KaTik? Iya, KAkak canTIK. Panggilan khusus dari dua laki-laki ini jika saudara perempuan mereka sudah naik pitam.
"KaTik kan sifatnya turunan dari MaCan."
MaCan itu MAma CANtik. Tiga bersaudara ini memanggil ibu mereka seperti itu dari dulu.
Sebenarnya dulu mereka juga memanggil ayah mereka dengan sebutan PaGan, alias PApa GANteng. Tapi panggilan itu berhenti saat [Your Older Brother] mulai memasuki jenjang SMP dan mengganti panggilannya dengan kata 'Ayah'.
Dia merasa kekanak-kanakan jika masih pakai PaGan. Akhirnya, ketiganya setuju untuk pakai kata 'Ayah' mulai waktu itu.
"SOLAAAR, LEPASIN GAK!? GUE MAU MUKUL MEREKA DULU BENTAR AH."
"YA JUSTRU ITU, JANGAAN."
"Maaf, ya, [Name]. Suamimu itu laki-laki kayak kita, nah, sistem laki-laki tuh man support man."
Aduh, tolong, [Name] sudah lelah dengan empat laki-laki di rumah ini.
Empat? Iya, plus Cahaya.
Ribut seperti ini malah membuat Solar senang, karena tandanya sedang akur.
Beda lagi jika ributnya yang seperti—yaaa.
Setidaknya, Solar sudah tenang sedikit begitu membaca surat tadi. Walau itu belum tentu pertanda baik, sih.
❛❛Sudah coba berbagai cara, agar kita tetap bersama.❜❜
_________
Jiakhh, kali ini aku kasih clue banyak lagi. Terus yey hari ini iparnya solar dateng.
Jadi nem itu anak perempuan sendiri, anak kedua gitu, di dempet sama dua saudara cowoknya jadinya.
Kakaknya cowo, adeknya juga cowo.
Terus anaknya juga cowo, saudara iparnya juga cowo semua, enam lagi 😔😔
Nem apa egk cape
Shdhdj see u mingdep ya!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top