03. lagi dan lagi


BRUKK!

PRANG!

SRAK!

Napasnya terengah-engah, keduanya saling menatap tajam satu sama lain. Piring pecah yang berserakan di lantai mereka abaikan, padahal beberapa pecahan sudah mengenai kaki mereka.

"[Name], cukup. Masuk ke kamarmu."

"ENGGAK! AKU GAK BAKAL KE KAMAR SEBELUM KAMU JELASIN SEMUANYA, LAR."

Solar memijat pelipisnya, di jam dua belas malam seperti ini yang normalnya orang sudah berada di ranjangnya untuk tidur, Solar malah bertengkar lagi dengan istrinya.

Dengan topik pertengkaran yang sama seperti sebelumnya.

"[Name], kamu gak bakal paham."

"GIMANAA AKU MAU PAHAM KALO KAMU AJA GAK NGOMONG APA-APA KE AKU???"

Berbeda dengan [Name], Solar masih menahan emosinya. Dia masih bisa mengendalikannya, tak seperti [Name]. Sudah terbakar emosi. Itu terlihat dari wajahnya yang sudah memerah hebat karena marah.

"Masuk ke kamarmu."

Solar memungut beberapa pecahan piring yang sempat melukai kakinya, piring itu jatuh karena raknya yang tak sengaja didorong oleh sang istri. Dengan sigap, Solar langsung pindah posisi untuk melindungi istrinya yang hampir kena pecahan piring.

Ngilu rasanya saat pecahan-pecahan itu mengenai kaki Solar. Dia bisa saja marah kepada [Name] seperti ketika ia marah dengan saudara-saudaranya. Namun, hal itu dia tahan karena tahu [Name] sedang emosi.

[Name] memutar bola matanya malas, ia ikut berjongkok di depan Solar, mencegah tangan Solar yang sedang memungut pecahan piring.

"Solar, kalo kamu kasih tau alasannya yang jelas pasti aku bakal paham. Aku bisa nimbang soal kita pisah kalo kamu kasih tau alasannya ke aku, gak bakal aku nolak mentah-mentah kayak begini."

Pria di depan [Name] itu menggelengkan kepalanya, ia menepis tangan [Name] dan kembali memungut pecahan piring.

"Aku lagi tahan emosiku, [Name]. Jangan pancing aku buat teriak-teriak. Aku gak mau."

Istrinya itu tak puas dengan jawaban suaminya. Dia kembali mengoceh meminta penjelasan pada sang suami, tak peduli dengan suaminya yang sedikit demi sedikit mulai terbakar oleh emosi.

"AKU ITU SEBENARNYA KAMU ANGGAP APA, SIH?? ENAM TAHUN LEBIH KITA BARENG, LAR. KALO KAMU MEMANG BOSEN BILANG AJA, GAK USAH SAMPE KAYAK GINI."

"CUKUP, [NAME]!" Final Solar.

Solar menatap tajam [Name] yang tengah susah payah menahan air matanya turun. Tangannya ia kepalkan, seperti ingin meninju ataupun memukul Solar.

"APA SUSAHNYA SIH SABAR?? KAMU JUGA BAKAL TAU ALASANNYA, [NAME]. GAK GUNA JUGA KITA BERANTEM KAYAK GINI TIAP MALEM CUMA BIAR AKU BUKA MULUT."

Tak lama, suara tangisan bayi terdengar di telinga mereka. Bersamaan dengan air mata yang akhirnya lolos keluar dari mata [Name].

"Aku kesakitan karena ngelahirin Cahaya aja kamu gak ada disana buat nemenin aku, Lar. Malah Kak Hali yang ngurusin semuanya, dan keluarga Kak Upan yang nyoba ngehibur aku."

Dengan rasa kesal, [Name] meninggalkan Solar di depan dapur sendirian. Dirinya pergi ke atas mendatangi anaknya yang menangis kencang, mungkin ia terkejut karena teriakan orang tuanya.

❛❛I'm sorry if I make you cry tonight. 'Cause I've packed my bags in the middle of the night. A thousand times, I got up to say goodbye. I could be wrong, but I think that I'm for real this time.❜❜

Setelah menenangi Cahaya, [Name] keluar dari kamarnya. Lampu di dalam rumah masih menyala, pecahan piring sudah dibereskan. Sekarang, mata [Name] tertuju pada pintu Solar yang setengah terbuka.

Ia sedikit mengintip, tak ada siapa-siapa disana. Hanya ada beberapa baju yang berantakan di lantai. Menandakan jikalau pria itu baru saja melangkahkan kaki keluar dari rumah.

[Name] memasuki kamar Solar, matanya tertuju pada bantal yang sudah basah, seperti terkena air mata. Astaga, seorang Solar juga bisa menangis ternyata.

Ia merapikan baju-baju Solar yang berhamburan, lalu memasukinya ke dalam lemari. Jika sudah seperti ini, biasanya Solar menginap di rumah saudaranya atau hotel dengan alasan menenangkan diri setelah emosi.

Sepertinya hari ini [Name] tak sengaja membuat Solar emosi. Padahal niat [Name] itu hanya ingin Solar membuka mulutnya.

Saat ia memasuki setumpuk baju ke dalam lemari, matanya tak sengaja menemukan tuxedo yang dipakai Solar di hari pernikahan mereka.

Tuxedo itu tergantung rapi, bahkan [Name] tak melihat satu bagian pun yang kusut. Solar benar-benar menjaganya.

Solar hanya pernah sekali menggunakan itu, dan itu saat pernikahan mereka.

Setelah merapikan baju Solar, [Name] iseng membuka-buka laci meja Solar. Banyak tumpukan surat di sana. Tapi hanya ada satu yang menarik perhatian [Name].

For my universe, [Name].

[Name] mengerutkan alisnya, ia mengambil amplop dengan pita biru di atasnya. Apa lagi ini? Banyak sekali yang Solar sembunyikan dari dirinya.

Saat ini, kamu semestaku. Tapi suatu saat, akan ada hari di mana kamu bukan lagi semestaku.”

Huh?

Ada banyak surat di sana, dia mengambil surat lain di amplop yang sama.

Jangan khawatir. Akan kupastikan hari itu tak akan terjadi, dengan segala cara apapun.”

Benar-benar, [Name] tak paham maksud surat-surat yang ada disini. Apa maksudnya hari itu? Memangnya akan terjadi apa?

"Solar ...."

❛❛You said “forever” in the end I fought it. Please, be honest, are we better for it?❜❜

____________

Halooo aku balik lagi 🤩 disini kasih clue dikit deh dari surat-surat itu.

Wdhjdjf nooo solar ga punya simpenan, solar ga nikah siri, solar ga anu di luar nikah, solar ga aneh-aneh, solar ga dijodohin, solar itu ada alasan sendiri. ✋

Okee, see u minggu depan!

Mungkin minggu depannya lagi bakal ke jawab kenapa solar begitu.


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top