5 - Welcome Back, Agents
Mereka semua diam ketika mereka pergi ke apartemen Ethan. Itu tidak terlalu kecil, tetapi kamar cadangan tidak muat untuk Mason, sepertinya ia harus tidur di sofa untuk sementara waktu. Sebastian memilih menemani mereka, Mason tahu dia ingin menanyakan sesuatu pada Ethan. Ia sendiri juga memiliki banyak pertanyaan untuk Ethan. Setelah anak-anak tidur, orang dewasa duduk di sofa, kedua mantan mata-mata itu menatap petugas medis.
"Jadi, anak-anak memohon kepadaku untuk pergi ke arcade. Kami pergi ke sana dan kemudian rumahnya terbakar. Aku tidak tahu bagaimana itu terjadi sampai Sebastian meneleponku." Ethan menjelaskan sambil menuangkan whiskey ke gelasnya.
Mason dan Sebastian saling menatap. Lalu Sebastian berkata, "Kami telah memutuskan untuk mengobrol dengan Jan kemarin." Ethan menatap mereka dengan heran. "Rupanya, dia ingin kita kembali. Sebagai sebuah tim. Aku tidak begitu tahu misi apa, tetapi ada misi yang terkunci dan dia ingin kita menyelesaikannya."
Ethan mengerutkan kening. "Misi terkunci apa?"
"Mission: Protect," sahut Mason. "Kami berharap kau tahu sesuatu tentang itu." Ia menatap Ethan, yang sekarang bingung.
"Tunggu, kau tidak tahu?" tanya Sebastian.
"Aku telah menjadi agen tidak aktif selama … aku tidak tahu. Aku seorang medis sekarang, bagaimana aku bisa tahu itu?" Sebenarnya, Ethan benar. Tetapi Mason mengharapkan lebih dari temannya. Ia melirik Sebastian yang hanya mengangkat bahu ke arahnya.
"Kau benar, kawan," katanya. "Kita akan berbicara dengan Jan besok."
"Itu pasti misi yang sangat serius karena dia membutuhkan agen terbaiknya untuk kembali," sosor Sebastian. "Bagaimana dengan karier polisi kita?"
Mason mengangkat bahu. Ia melirik pintu kamar tempat anak-anaknya sedang tidur. Jika ia bergabung kembali dengan agensi maka dunia akan lebih berbahaya bagi anak-anaknya. Ia ingin mereka memiliki kehidupan yang sangat normal, tetapi takdirnya sudah mengatakan tidak pada mereka.
Mason menyalakan jam digitalnya dan mencari nama keluarga yang tidak memiliki anak. Ia menatap nama-nama itu, mengabaikan kedua sahabatnya. Ia terlalu mencintai anak-anaknya sehingga ia tidak ingin membiarkan mereka pergi, dan sekarang, apakah ia terlalu mencintai mereka untuk membiarkan mereka pergi juga?
Ia merasakan sebuah tangan di bahunya, membuatnya mendongak. "Jangan berani-berani memikirkannya, Mason," geram Ethan. "Jangan melakukan sesuatu yang akan kau sesali seumur hidup."
"He's right." Ia menatap Sebastian yang terlihat sangat serius, tetapi ada simpati di matanya. "Your children are very sweet, buddy, I hate to mention this, but how does it feel when your mother abandoned you, Mason?"
Ia merasa terluka. Mati rasa. Bingung. Ia mengerti apa yang ingin dikatakan Sebastian. Ia tidak ingin anak-anaknya merasakan hal yang sama tapi itu demi keselamatan mereka sendiri, kan? Mereka tidak aman bersamanya. Mereka membutuhkan tempat yang lebih aman daripada bersamanya.
"Jangan pernah menelantarkan anak-anakmu, Mason." Ethan meremas bahunya dengan kuat. "Jika kau memutuskan untuk melakukan itu, aku akan menembakmu sampai mati."
Mason mematikan jam tangan digitalnya dan menarik napas dalam-dalam. Teman-temannya benar. Ia hanya tidak yakin bagaimana melindungi anak-anaknya. Anak-anaknya hampir diambil darinya. Dua kali. Ia hanya takut akan masa depan mereka jika mereka tinggal bersamanya. Dengan bahaya. Tetapi, mulai sekarang, ia bersumpah akan melakukan apa saja untuk melindungi anak-anaknya. Ia tidak bisa mengecewakan Lauren.
"I understand," katanya, "thank you, guys. I just — I'm not sure I can protect them."
Sebastian tersenyum. "We're here, Mason. We will help you." Mason tahu itu. Dia akan melindungi teman-temannya untuk. Apa pun yang terjadi. "Sekarang, aku ingin pulang. Sampai jumpa besok."
***
Setelah bekerja, ketiga sahabat itu datang ke kafe tempat Jan menunggu mereka. Mereka menemukan lelaki tua itu duduk di atas meja, membaca berita dari jam tangan digitalnya. Pria itu tampak khawatir, yang membuat Mason gelisah. Mason melirik kedua temannya yang lain, Sebastian terlihat sedikit gugup dan Ethan terlihat percaya diri seperti biasanya.
Mereka mendekati komandan itu dan duduk di seberangnya. Perhatian Jan tidak teralihkan dari jam tangannya. Seorang pramusaji datang dan menanyakan pesanan mereka, yang mendapatkan jawaban tidak dari ketiga pria tersebut. Setelah pramusaji pergi, Jan mengirim sesuatu ke jam tangan digital mereka masing-masing. Mata Mason terbelalak. Itu adalah berita kematian Aaron.
"Pembuluh darah hitam itu sangat tidak biasa," kata Jan setelah keheningan di antara mereka berempat.
"Ya, aku juga menyadarinya. Kami ingin bertemu denganmu kemarin tetapi sesuatu terjadi," balas Sebastian sambil melirik Mason.
"Apa pembuluh darah hitam itu? Aku belum pernah melihatnya sebelumnya," cetus Ethan.
Jan melihat sekeliling, lalu dia bersandar ke meja, lebih dekat ke tiga lainnya. "Itu adalah efek samping dari sesuatu yang dikembangkan oleh Manticore selama lima tahun terakhir."
"Jadi, apakah mereka berencana membunuh beberapa orang secara acak dengan benda ini?" tanya Sebastian.
"Itu belum benar-benar sempurna, masih berkembang, mereka hanya mengujinya pada beberapa orang," ungkap Jan. "Temui aku besok di markas utama kita."
***
Mason merasa sangat aneh, sebenarnya. Berdiri di depan gedung yang ia ketahui seperti telapak tangannya sendiri, yang telah ia tinggalkan tanpa menoleh ke belakang tiga tahun yang lalu, sekarang berdiri di sana rasanya tidak menyenangkan. Itu tenang, itu bukan bangunan mewah. Itu markas rahasia. Bangunan itu terlihat seperti bangunan terbengkalai di film horor, tetapi sangat berbeda jika kau melihat apa yang ada di bawah tanahnya.
Ia menunggu beberapa menit sampai Sebastian dan Ethan juga sampai di sana. Sebastian keluar dari mobilnya setelah memarkirnya dan tersenyum kepadanya. "Hei, kau datang lebih awal. Di mana anak-anak?"
"Aku menitipkan mereka di rumah adik iparku." Mason melirik bangunan itu. "Apakah kita benar-benar akan melakukan ini?"
Ethan mengangkat bahu. "Kalian berdua akan baik-baik saja, selain itu, tidak ada yang baru di sana. Kecuali beberapa teknologi."
"Hebat, aku merasa nostalgia guys, sudah lima tahun sejak kita melakukan misi bersama." Sebastian menyeringai pada mereka. Itu benar. Ethan telah menjadi inactive agent sejak misi terakhir mereka. "Ayo masuk."
Mason mengamati bangunan tua itu, memang benar tidak ada yang baru kecuali bangunan itu menjadi semakin tua. Ethan meraba-raba tiang tinggi yang berada di sudut ruangan dan menempelkan jarinya. Respon dari tindakan itu hampir membuat Mason terkena serangan jantung. Lantai di bawah mereka bergeser lalu membawa mereka ke bawah. Tidak peduli seberapa lama ia berada di sana, Mason akan selalu terkejut setiap mereka melewati jalan masuk utama ini.
Setelah perjalanan kecil mereka yang sangat cepat, ketiga pria itu melangkah ke luar dari lift tersembunyi tadi. Mason mengamati sekelilingnya. Beberapa wajah baru yang tidak dikenalnya sibuk berlalu-lalang. Ini benar-benar sudah lama sekarang.
"Agen Wilson? Komandan meminta kehadiran Anda segera." Seorang wanita muda dengan kacamata berwarna merah muda menghampiri mereka. "Dan selamat datang kembali, agen Ryan, agen Monroe."
Mason tersenyum kecil kepada wanita itu dan mengikuti Ethan yang sudah berjalan menuju kantor Jan. "Apakah itu asisten baru Jan?" tanyanya pada Ethan.
"Ya. Asisten lamanya sudah pensiun dua tahun lalu."
"Dan Jan tidak ingin dia kembali? Wow," bisik Sebastian. Mason tersenyum tipis. Ethan membuka pintu dan memasukinya. Mason dan Sebastian berhenti sejenak, saling memandang, lalu melirik pintu Jan yang terbuka, seolah-olah bertanya 'apakah kau yakin?' kepada satu sama lain. Keduanya menggelengkan kepala dan kemudian berjalan ke ruangan perlahan.
"Selamat pagi, Ryan, Monroe," sapa Jan begitu mereka masuk. Ethan duduk di depan Jan dan ada dua kursi di kedua sisinya. "Silakan duduk." Mason duduk di sebelah kanan Ethan sedangkan Sebastian di sebelah kirinya.
"Kalian bertiga akan diaktifkan lagi. Dengan dua orang lagi di tim kalian dan Sebastian akan memimpin misi ini. Mason, you're the second in command," terang Jan, "misi kalian adalah untuk menghentikan transaksi Manticore dengan seorang ilmuwan, yang akan berlangsung di Burj Khalifa, Dubai."
"Bagaimana jika kami tidak ingin diaktifkan lagi?" tanya Mason.
"Maka dunia akan terancam oleh Manticore selamanya. Aku tidak dapat mengirim agen-agen yang lain karena misi ini membutuhkan agen-agen terbaik," balas Jan, "tetapi jika kau masih tidak ingin melakukan misi ini, itu pintunya." Jan menunjuk ke pintu dengan tangannya.
"Maaf, Pak, tapi siapa ilmuwan ini?" Ethan bertanya.
"Menurut berkas kita, ilmuwan itu adalah ilmuwan gila yang menjalankan eksperimen kepada manusia. Ia memiliki DNA yang tepat untuk serum tersebut, jika sampai Manticore mendapatkan DNA tersebut, maka semuanya akan hancur."
"Tunggu, DNA siapa itu?" tanya Sebastian.
Jan menatap Mason sejenak, Mason menatapnya balik dengan bingung. "Kami tidak tahu." Sebuah hologram yang berisikan biodata dua orang baru pada tim mereka muncul dari meja Jan. Seorang lelaki dan seorang perempuan. "Mereka sudah menunggu di lobi."
"Tunggu. Kau tidak berharap aku akan pergi begitu saja. Bagaimana dengan anak-anakku?" Mason menyela. "Aku tidak bisa meninggalkan mereka begitu saja."
"Mason benar, Pak. Ibuku ada di rumah sakit sekarang. Dia sakit," sahut Sebastian.
Jan menimbang-nimbang keputusan yang sepertinya sudah ia buat di dalam kepalanya, ruangan itu sunyi. Jan menghela napas dan berkata, "Perlindungan akan disediakan untuk mereka. Kami akan berjaga-jaga selama dua puluh empat jam penuh untuk keselamatan mereka selama kalian pergi dalam misi ini."
Mason dan Sebastian saling memandang lagi, lalu ia memandang Jan. "Jika sesuatu terjadi pada anak-anakku atau ibunya, aku tidak akan segan-segan untuk meledakkan tempat ini," ancam Mason.
"Aku setuju dengannya." Sebastian dan Ethan berkata bersamaan.
Jan terlihat pasrah. "Baiklah, sepakat."
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top